Share

Perangkap Cinta TUAN CEO
Perangkap Cinta TUAN CEO
Author: Ziya_Khan21

RA 1. Pertemuan

Author: Ziya_Khan21
last update Last Updated: 2025-08-31 14:49:03

Udara malam terasa lembap, membalut kulit mereka yang berkeringat di dalam kamar. Lampu gantung tembaga menyinari samar dinding bata yang dingin, kontras dengan desahan hangat dua tubuh yang saling menjelajah. Rafael berdiri di pinggir ranjang dengan tatapan gelap, napasnya berat, sementara Aurora terbaring di bawahnya, rambut pirangnya berantakan di atas seprai putih.

Kemeja Rafael sudah tak beraturan, terbuka hingga dada, menampilkan lekuk otot yang tegang. Tangannya menelusuri tulang selangka Aurora, lalu naik ke rahangnya, mengangkat wajah gadis itu paksa agar menatap matanya.

Aurora menahan napas, tubuhnya bergetar antara takut dan rindu akan sesuatu yang tak bisa ia jelaskan. Rafael mendekat perlahan, mencium bibirnya dengan tekanan yang tak sepenuhnya lembut, seolah mencampur amarah dengan keinginan yang lama terkubur. Ciuman itu memabukkan membakar syarafnya.

Tangannya yang kuat kini bergerak lebih berani, menyusuri tubuh Aurora seolah menandainya, seolah menuntutnya untuk tunduk. Dan ketika jemari mereka saling mencengkeram, ketika napas mereka berpadu dalam satu desahan tertahan, ketegangan di antara mereka memuncak dalam diam yang menggantung.

Namun tepat saat penyatuan itu nyaris terjadi Rafael berhenti.

Tubuhnya kaku.

Kedua tangannya kini mengepal, dan wajahnya menjauh dari wajah Aurora, menatap ke arah jendela yang tertutup tirai tipis. Napasnya memburu, bukan karena gairah, tapi karena gelombang emosi lain yang tiba-tiba menyesakkan dadanya.

Aurora membuka mata, matanya yang masih berkabut menatap Rafael dengan bingung. “Rafael? Kenapa kau berhenti?”

Rafael menoleh perlahan. Matanya gelap, namun bukan lagi karena hasrat.

“Aku…” Suaranya serak, nyaris tak terdengar. “Aku tak bisa. Tidak malam ini.”

Ia bangkit, mengambil kemejanya yang terjatuh di lantai dan memakainya dalam diam.

Aurora duduk, menarik selimut menutupi tubuhnya, berusaha memahami perubahan yang begitu tiba-tiba.

“Apakah aku melakukan kesalahan?” tanyanya pelan.

Rafael menggeleng. “Bukan kau.”

Ia menatapnya lama, seolah mencoba berkata sesuatu yang tertahan terlalu lama. Tapi akhirnya ia hanya berkata:

“Aku hanya... hampir lupa alasan kenapa aku mendekatimu.”

Lalu ia melangkah keluar kamar, meninggalkan Aurora dalam keheningan yang kini berubah menjadi tanda tanya besar.

*** 

Dua bulan lalu, di kantor perusahaannya, Rafael berdiri membeku di depan layar proyektor. Angka-angka laporan keuangan menari-nari dalam grafik yang absurd dan semuanya salah. Celah itu tak akan terlihat oleh sembarang mata, tapi Rafael adalah pria yang membangun sistem ini dari nol. Ia tahu saat sesuatu dipalsukan.

Dan seseorang telah melakukannya berbulan-bulan.

“Cross-check semua akun vendor dalam dua belas bulan terakhir,” perintah Rafael kepada sekretarisnya, Nadine, dengan rahang terkunci.

Beberapa jam kemudian, Rafael melihat rekening bayangan yang telah ditemukan. Didalamnya terdapat transfer bertahap, uang mengalir perlahan tapi pasti ke perusahaan fiktif yang kemudian ditelusuri hingga satu nama.

Edgar Marvelo.

Mitra bisnisnya yang sudah ia percaya selama ini, pria berusia 50an yang berdiri bersamanya saat mereka memotong pita pembukaan gedung baru enam bulan lalu. Rafael tak percaya, sampai ia melihat rekaman email terenkripsi, dan persetujuan tanda tangan digital yang tak terbantahkan.

“Kenapa?” gumam Rafael lirih, berdiri di ruang rapat kosong sambil memandangi kota yang perlahan dibungkus senja. “Kita membangun ini bersama.”

Namun tak ada jawaban. Edgar sudah kabur ke luar negeri sebelum Rafael bisa menuntutnya. Menghilang, seperti pengecut. Meninggalkan nama baiknya, perusahaannya, dan satu-satunya warisannya di kota ini, Aurora Marvelo.

***

Rumah keluarga Marvelo berdiri seperti istana yang kosong. Dinding putihnya masih bersih, halaman rumput masih terawat, namun tak ada kehidupan nyata di dalamnya selain jejak-jejak masa lalu yang tertinggal. Dan kini, satu-satunya pewarisnya kembali.

Aurora berdiri di tengah ruang tamu yang luas, memandangi foto ayahnya yang tergantung di dinding. Senyum Edgar yang tenang di balik pigura emas kini terasa asing. Ia mencoba tersenyum, tapi hatinya merinding. Terlalu banyak yang berubah. Terlalu banyak pertanyaan yang belum terjawab.

Sejak tiba dari Paris dua hari lalu, Aurora tak pernah sekalipun berhasil menghubungi ayahnya. Telepon mati. Email tak dibalas. Aurora tidak mengerti kenapa tiba-tiba ayahnya memutuskan pembiayaan kuliahnya di Paris. Bahkan dia pulang dengan sisa tabungan yang tak seberapa.

“Ayah, kau di mana?” tanyanya, penuh kesal.

Namun hari itu ia tak punya waktu untuk tenggelam dalam pikiran sendiri. Karena sesaat kemudian, suara mesin mobil terdengar di luar. Dari balik jendela, ia melihat seorang pria keluar dari mobil. Pria itu tinggi, gagah, mengenakan jas gelap dan kacamata hitam.

Aurora membuka pintu sebelum bel sempat berbunyi.

“Siapa ya?” tanyanya waspada.

Pria itu melepas kacamatanya perlahan. Mata cokelat gelapnya langsung terkunci pada wajah Aurora. Pandangannya menusuk. Dalam. Seolah mencoba menelanjangi jiwanya.

“Aurora Marvelo?” tanyanya tenang.

“Ya.”

“Aku Rafael Valentino.”

Aurora terdiam. Nama itu familiar. Sangat familiar. Ia pernah mendengarnya dalam satu percakapan telepon ayahnya, atau mungkin dari sebuah artikel bisnis yang samar ia baca. Tapi yang ia ingat pasti Rafael Valentino bukan nama kecil. Rafael adalah pria penting. Seseorang yang punya kuasa.

Dan dari tatapannya, Aurora tahu... kedatangannya bukan untuk bersilaturahmi.

“Aku datang bukan untuk basa-basi,” lanjut Rafael sambil melangkah masuk tanpa diundang. “Kita perlu bicara. Tentang ayahmu.”

Aurora menutup pintu perlahan, membiarkan pria itu masuk ke dalam rumahnya atau lebih tepatnya, rumah ayahnya. Ia mengikuti Rafael ke ruang tamu, lalu duduk berhadapan dengannya.

“Jika kau tahu di mana ayahku, tolong katakan padaku,” ucap Aurora akhirnya. “Aku sudah mencarinya berminggu-minggu.”

Rafael mendengus pelan, mengejek. “Tentu saja kau tidak akan tahu.”

Aurora menatapnya bingung. “Apa maksudmu?”

Rafael bersandar, menyilangkan kaki dan menatapnya tanpa senyum. “Ayahmu mencuri uangku. Meninggalkanku dengan kehancuran. Dan dia menghilang seperti pengecut. Sekarang, dia meninggalkanmu di sini di rumah mewah hasil uang kotor.”

Aurora membeku. “Apa maksudmu uang kotor?”

“Jangan pura-pura tidak tahu, Aurora.” Suaranya menjadi lebih tajam. “Kau wanita cerdas. Tapi jangan bodoh soal bisnis ayahmu. Dia menipuku. Mengambil jutaan dolar dari merger perusahaan kami, memalsukan dokumen, dan melarikan diri. Sekarang, dia mewariskan semua ini padamu. Termasuk... utangnya.”

Aurora bangkit berdiri, suara gemetar. “Aku tidak tahu apa pun tentang itu. Aku tidak pernah terlibat dalam bisnis ayahku. Dia bahkan jarang bercerita!”

“Tapi kau tetap pewarisnya.” Rafael berdiri pula, kini berhadapan langsung dengannya. Hanya beberapa inci memisahkan mereka. “Dan sebagai anak yang baik... kau akan membayarnya.”

“Dengan apa?” desis Aurora. “Aku tidak punya uang sebanyak itu.”

Rafael menyeringai pelan, gelap dan tajam.

“Ada banyak cara untuk membayar. Dan kau akan tahu satu per satu, Aurora Marvelo.”

Aurora menahan napas. Matanya membulat, memandang Rafael yang kini berdiri begitu dekat. Aura lelaki itu seperti badai, dingin dan tak tertebak. Tapi Aurora bukan tipe wanita yang mudah diintimidasi, meskipun seluruh tubuhnya menggigil, ia tetap mengangkat dagu dengan penuh harga diri.

“Bagaimana jika aku menolak?” tanyanya, suaranya pelan namun jelas, seperti tantangan.

Rafael tidak langsung menjawab. Ia menatapnya lama, seolah ingin memastikan bahwa Aurora benar-benar tak tahu apa-apa. Lalu perlahan, senyumnya tumbuh. Tapi bukan senyum ramah. Itu adalah senyum milik seorang pria yang terbiasa menang dalam segala bentuk permainan kotor.

“Kau pikir kau punya pilihan?” balas Rafael, suaranya rendah, nyaris berbisik namun menggema seperti dentuman. Ia melangkah lebih dekat hingga Aurora hampir terdorong mundur.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (19)
goodnovel comment avatar
Bintang Ihsan
aurora yang menanggung hutang ayahnya , sedangkan ayahnya kabur tak tau kemana
goodnovel comment avatar
Jasprom Keliling✌
ksihan kmu ra dijdikan tumbal krna kluargamu
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
waduh jadi ayah nya Aurora kabur dan bawa kabur uang perusahaan nya Rafael terus jgn2 Aurora di jadikan buat membayar utang ayahnya Edgar
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 204. Welcome to the World Azriel

    Aurora menangis lega, tubuhnya lemas tapi senyumnya merekah. “Itu… anak kita,” suaranya bergetar. Suster dengan sigap membersihkan dan membungkus bayi itu dengan selimut hangat sebelum menyerahkannya pada Rafael. Tangan Rafael gemetar saat menerima putra kecilnya untuk pertama kali. “Halo, anakku…” ucapnya pelan, air mata bahagia membasahi wajahnya. Ia mendekat ke Aurora, menunjukkan bayi mereka. “Lihat, sayang… dia sempurna. Kau luar biasa,” Rafael mengecup kening istrinya, suaranya penuh rasa syukur. Aurora menatap bayi mungil itu dengan mata berbinar, lalu menyentuh pipi anaknya yang lembut. “Aku… aku tidak percaya dia benar-benar ada,” katanya sambil tersenyum lemah. Rafael duduk di sampingnya, merangkul Aurora dan bayi mereka sekaligus. Suara tangisan kecil si bayi memenuhi ruangan, namun bagi mereka, itu adalah melodi terindah yang pernah mereka dengar. *** Langit sore tampak cerah ketika mobil Rafael perlahan memasuki halaman rumah mereka. Aurora duduk di kursi b

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 203. Hari Kelahirannya

    Di luar, langit malam bertabur bintang, suara deburan ombak mulai terdengar samar. Rafael memeluk Aurora dengan erat menarik selimut untuk menutupi tubuh keduanya. “Aku mencintaimu, Aurora. Mulai malam ini, dan untuk selamanya.” Aurora menatapnya dengan senyum tulus, matanya berkilau. “Aku juga mencintaimu, Rafael.” Perlahan mata mereka mulai terpejam di sisa-sisa kenikmatan. Kelelahan dan kebahagiaan malam pengantin itu menambah cinta yang akan terus tumbuh. *** Satu bulan kemudian, di rumah mewah mereka Aurora tengah duduk di tepi ranjang dengan napas berdebar. Di tangannya, sebuah test pack menunjukkan dua garis merah yang jelas. Aurora terdiam beberapa detik, memastikan matanya tidak salah melihat. Saat kesadaran penuh menghampirinya, matanya membesar dan bibirnya terbuka lebar. “Ya Tuhan,” ucapnya lirih, lalu jeritan kecil penuh kebahagiaan meluncur dari bibirnya. “Rafael!” panggilnya dengan suara bergetar. Rafael, yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan hand

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 202. Malam Pertama

    Mobil pengantin perlahan berhenti di depan sebuah vila mewah yang berdiri di tepi pantai. Lampu-lampu taman memancarkan cahaya lembut, memantulkan siluet pohon kelapa yang bergoyang diterpa angin malam. Suara ombak yang berdebur di kejauhan memberi suasana tenang dan intim, seolah menyambut pasangan pengantin baru itu. Rafael turun lebih dulu, mengenakan tuxedo putihnya yang kini tampak lebih santai dengan dasi kupu-kupu yang dilepaskannya. Ia segera membuka pintu untuk Aurora, yang turun dengan gaun pengantin panjang berkilauan, ujungnya tersapu angin malam. Rafael tersenyum, memandang istrinya dengan penuh cinta. “Selamat datang di tempat kita malam ini,” ucapnya sambil menggenggam tangan Aurora erat. Aurora tersenyum kecil, matanya berbinar sekaligus terasa lelah setelah seharian menjalani prosesi pernikahan. Mereka berjalan beriringan menuju pintu vila. Saat Rafael membukanya, aroma bunga segar dan wangi lilin aromaterapi langsung menyambut. Ruangan itu dihias dengan sentuhan

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 201. Meninggalkan pesta

    Di tengah sorakan dan tepuk tangan, mereka berdua berjalan menuruni altar dengan tangan yang saling menggenggam erat. Senyum merekah di wajah keduanya. Menjadi tanda kebahagiaan yang akan selalu hadir dalam pernikahan mereka. *** Ballroom hotel mewah itu dipenuhi cahaya keemasan dari lampu kristal yang berkilauan, menciptakan suasana yang elegan sekaligus hangat. Meja-meja bundar berlapis taplak putih berhiaskan vas bunga mawar dan lilin beraroma lembut, sementara musik klasik mengalun pelan, menemani para tamu menikmati pesta resepsi yang baru saja dimulai setelah akad nikah yang mengharukan. Aurora menatap sekeliling, matanya berkaca-kaca melihat begitu banyak orang yang datang merayakan kebahagiaan mereka. “Aku masih tidak percaya semua ini nyata,” bisiknya pada Rafael. Rafael tersenyum lembut, menepuk tangan istrinya. “Ini nyata, Aurora. Kamu istriku sekarang, dan mulai hari ini, kita akan memulai hidup baru.” Mereka berjalan beriringan menyapa para tamu. Marissa, yang k

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 200. Sakralnya Pernikahan

    Tamu-tamu undangan mulai berdiri, menoleh ke arah pintu besar ballroom yang tertutup rapat. Detik-detik penuh harap terasa begitu panjang. Lalu, perlahan pintu besar itu terbuka, memperlihatkan sosok Aurora. Aurora berdiri di depan pintu, anggun bagaikan seorang putri dari negeri dongeng. Gaunnya panjang berkilauan, terbuat dari satin putih dengan detail payet yang memantulkan cahaya. Roknya menjuntai anggun, dengan ekor gaun yang mengikuti setiap langkahnya. Rambutnya diatur rapi dengan gelombang lembut, dihiasi mahkota kecil yang berkilau di bawah cahaya lampu. Di tangannya, ia menggenggam buket bunga mawar putih bercampur lily sederhana namun elegan. Senyumnya lembut, namun matanya berkilat penuh emosi, mencerminkan kebahagiaan yang ia rasakan. Sorakan kagum terdengar dari para tamu. Marissa yang datang bersama dengan Reynaldo menitikkan air mata melihat betapa anggun dan bahagianya Aurora malam itu. Aurora menarik napas panjang, menenangkan degup jantungnya yang berdebar cepat.

  • Perangkap Cinta TUAN CEO    RA 199. Pesta Pernikahan

    Panggilan keberangkatan untuk penerbangan mereka terdengar dari pengeras suara, membuat suasana semakin nyata. Marissa menggandeng Rey, yang melambaikan tangan kecilnya sambil tersenyum tipis. “Dadah, Kakak Aurora… Om Rafael.” Aurora melambaikan tangan dengan mata sembab, Rafael berdiri di sampingnya dengan ekspresi serius namun matanya menyiratkan emosi yang sama. Mereka berdua melihat Marissa dan Rey berjalan menjauh, melewati pemeriksaan, hingga akhirnya menghilang di balik pintu keberangkatan. Aurora menghela napas panjang, merasakan kehampaan saat sosok kecil Rey tak lagi terlihat. Rafael meraih tangannya, menggenggamnya erat. “Mereka akan baik-baik saja,” ucap Rafael tenang. Aurora menoleh padanya, matanya masih berkaca. “Aku tahu… Tapi rasanya sulit melepas mereka begitu saja.” Rafael menarik Aurora ke dalam pelukannya. “Kita sudah melakukan yang terbaik. Sekarang, saatnya mereka mendapatkan ketenangan.” Aurora menutup mata, membiarkan dirinya larut dalam pelukan Rafae

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status