"Kalau aku harus mengganti kerusakan mobilmu, lalu siapa yang akan mengganti kerusakan mobilku?" Adam tampak sangat tenang saat mengatakan itu.
Lelaki itu semakin marah begitu mendengar kata-kata yang dilontarkan Adam. Baginya itu terdengar seperti sebuah lelucon yang tidak lucu. "Kau menabrakku, jadi kau harus bertanggung jawab!"Semua orang yang kebetulan berada di tempat kejadian dapat melihatnya, mobil Adam memang menabrak mobil si lelaki yang tampak gusar. Namun semua juga tahu, kalau Adam tidak membenturkan mobilnya, mobil si lelaki itu akan menabrak Qiana yang tengah menyeberang jalan. Beruntung gadis itu hanya sedikit terserempet dan jatuh. Seandainya dia benar-benar tertabrak, tidak mustahil dia akan terluka sangat parah atau malah mungkin tewas seketika."Kau hampir menabraknya." Suara Adam masih terdengar datar tanpa emosi"Omong kosong!" Lelaki itu membantah tanpa mempedulikan tatapan mencela orang-orang di sekelilingnya. "Kalau tidak"Tuan…." Qiana maju selangkah ke depan. Sikapnya seperti seorang yang tengah berusaha melerai. Sementara di mata Adam, gadis itu tampak seperti berusaha melindunginya. Hal itu membuatnya terlihat senang. Dia mengambil ponselnya dan menelpon seseorang lalu berbicara sebentar di sana."Yang benar tidak selalu seperti kelihatannya. Tuan itu hampir menabrak saya, kalau Tuan ini tidak menabrakkan mobilnya mungkin saat ini saya sudah berada di rumah sakit." Qiana mencoba menjelaskan sebuah kemungkinan buruk lain. "Semua orang di sini melihatnya."Aparat penegak hukum itu mendengarkan penjelasan Qiana dengan sabar sebelum menanggapi. "Kalau begitu Nona juga bisa ikut bersama kami sebagai saksi. Kalau ada yang mau dijelaskan bisa dilakukan di kantor polisi."Qiana mengernyitkan alisnya dengan tidak senang. Sekarang malah dia terbawa-bawa urusan ini. Walau memang sejak awal hal ini sudah melibatkan dia, tapi seandainya bisa, dia ingin pergi sesegera mungk
"Aku tidak apa-apa. Hanya sedikit lecet. Percayalah. Dia terlalu berlebihan." Qiana mencoba menghalangi pemeriksaan."Periksa saja. Dia bilang kakinya sakit." Adam bersandar pada jendela dan mengeluarkan rokoknya lantas menyalakannya dengan acuh.Michael memandang tidak senang pada Adam. Ini rumah sakit. Terlebih lagi, ini ruangan dokter. Tak ada yang merokok di ruangan ini. Tapi Michael tahu, ditegur pun akan sia-sia. Adam selalu bersikap seenaknya di mana pun."Aku hanya akan memeriksa kakimu." Michael memberitahu dengan setengah membujuk. Gadis ini bertingkah seperti seseorang akan melecehkannya. Dia terus menyilangkan kedua tangannya di depan dada. "Kau tidak perlu berbaring. Duduk saja."Akhirnya Qiana menurut. Dia duduk di tepi ranjang dengan seprai putih dan memperhatikan sang dokter muda tampan itu memeriksa kakinya. Ternyata ada sedikit lecet dan memar. Jadi Michael membalutnya dengan perban dan meresepkan pereda nyeri untuk sakitnya.
Karena tidak jadi ke kampus pagi itu, Qiana pamit pada ibunya untuk pergi ke apartemen mereka untuk mengambil beberapa barang. Dia juga bermaksud menemui pemilik apartemen untuk membayar uang sewa.Di depan pintu masuk, Qiana dihadang penjaga yang mengulurkan sebuah kotak berukuran sedang yang diikat dengan pita. “Seseorang menitipkannya untuk Nona,” ujar si penjaga bernama Curt itu.“Dia tidak mengatakan dari siapa?” Kening Qiana mengernyit menatap pada kotak di tangannya. Curt hanya menjawab dengan gelengan.Qiana mengangkat pandangannya pada Curt dan mengucapkan terima kasih lantas pergi ke kamarnya.Di bawah penerangan suram ruang tamu, Qiana menarik pita pengikat dengan rasa penasaran. Begitu penutup dibuka tampak sebuah kotak kemasan ponsel merk ternama tipe terbaru. Itu sebuah benda yang benar-benar mahal. Qiana tidak percaya jika ada seseorang yang begitu murah hati mengiriminya hadiah barang semahal itu.Namun
Ketiganya kemudian berlalu dari sana tanpa menunggu jawaban Qiana.Semua itu sempat disaksikan oleh beberapa mahasiswa. Mereka lalu saling berbisik sambil sesekali melihat pada Qiana.Beatrice menunduk ke lantai pada undangan yang jatuh di dekat kakinya kemudian memungutnya. Saat itu Qiana telah melangkah meninggalkannya. Dia tidak mempedulikan undangan itu.“Qiana, tunggu!” Beatrice bergegas mengejar. Baginya ini sangat luar biasa. Si ratu kampus Audie mengundang Qiana yang bukan siapa-siapa datang ke pestanya. Temannya sungguh beruntung. Tuan Zavier memang membawa pengaruh yang besar bagi orang-orang di sekelilingnya.Napasnya masih tidak beraturan setelah berlari mengejar ketika Beatrice tiba di dekat Qiana.“Apa kau akan datang dengan tuan Zavier?” Beatrice sangat antusias.“Kenapa aku harus datang? Dia bukan temanku!” Qiana menyahut dengan jengkel.“Tapi, kalau kau tidak datang mereka akan mentertawakanmu dan mengan
Hai, semuanyaaa....! Ini novel pertama author di sini. Makasih banyak ya, sudah baca hingga bab ini. Dan semoga tetap setia baca hingga bab terakhir. Aku harap kalian semua suka dan terhibur. Mohon dukungan dengan rate, vote, komen dan follow author. Biar author tambah semangat lagi nulisnya. Ayo ayo... kasih komen dooong! Author pengen tau pendapat kalian tentang cerita ini. Adakah karakter yang kalian suka atau benci? Atau mungkin ada bab yang bikin kalian baper atau malah ketawa sendiri. Siapa tau....Semoga Readers semua diberi kesehatan, keselamatan dan rejeki yang melimpah. Semoga pula kebaikan dan kebahagian menyertai kita semua. Tetap semangat yaaa....Salaaam 🥰🥰🥰
“Tinggallah denganku di sini,” ulang Ned.Mata indah itu melebar mendengar ucapan Ned. “Kakak, aku... Ini tidak benar.” Qiana kebingungan memikirkan cara untuk menolaknya.“Kenapa? Kau takut?” Ned memajukan badannya, menatap penuh minat pada raut yang kebingungan itu.“Aku... aku... Aku harus menjaga ibuku. Ibuku sedang di rumah sakit dan tak ada yang menjaganya.” Qiana merasa lega menemukan alasan bagus untuk menolak. Tinggal dengan lelaki ini? Dia bahkan merasa gelisah meski hanya bersamanya beberapa menit.Ned menyeringai mendengar alasan Qiana. Dia mengetukkan jarinya di permukaan meja dan berujar, “Begitu?”Qiana mengangguk cepat mengiyakan.“Bagaimana kalau aku menemukan seseorang yang bisa menjaga dan merawatnya lebih baik darimu? Apa kau mau tinggal denganku?”“Ibu akan bertanya-tanya....” Kini Qiana ketakutan. Ned tampak serius dengan perkataannya. Dan Qiana telah berjanji untuk mematuhinya.“
Qiana mengkerut dalam pelukan Ned. Lelaki itu seenaknya meletakkan lengan di bahu kecilnya dan menariknya agar lebih dekat. Qiana bisa merasakan aroma segar dari tubuh besar itu.“Kakak....” Qiana menggeliat melepaskan diri. “Aku ingin mandi. Rasanya gerah sekali.”Ned mengangkat alisnya. Dia menyukai ide itu. Rasanya dia tidak sabar melihat penampilan gadis itu setelah mandi.“Ikuti aku.” Ned bangkit dan beranjak kembali ke kamar yang tadi dia tinggalkan. Waktu tak merasakan pergerakan di belakangnya, dia berbalik.“Kenapa masih di situ? Kau bilang ingin mandi.”Qiana masih berdiri di dekat sofa, enggan mengikuti Ned yang berjalan ke kamar.“Aku... aku tidak membawa baju ganti.” Qiana di jemput di tempat kerjanya. Padahal dia sudah menyiapkan barang-barangnya di rumah sakit.“Aku sudah menyuruh orang menyiapkan baju untukmu. Jadi mandilah segera. Aku sudah memesankan makan malam untuk kita.” Ned menjadi tidak sabar.
Senyum Qiana menjadi masam. Dia turut berhenti melangkah. Tergagap bertanya pada lelaki di depannya. “A... ada apa? Apa kau lupa sesuatu?”Ned bergerak maju beberapa langkah. Hingga jarak mereka hanya tinggal beberapa senti saja. “Qiana Neilson. Sebelum kau sempat berpikir terlalu jauh, aku akan memperingatkan. Jangan coba-coba bermain denganku. Karena aku pasti akan menghukummu.”“Ehm,” Qiana berdehem mengurangi perasaan gugupnya mendengar peringatan dari Ned. “Tentu saja. Mana berani aku bermain-main dengan Kakak. Aku sangat serius.”Mereka saling tatap sejenak. Ned dengan pandangan mengancam. Qiana dengan mata polosnya. Ned yang lebih dulu memalingkan wajah. Dia melanjutkan langkahnya ke ruang makan. Seorang pelayan telah menata meja dan menyiapkan makan malam. Wanita itu melirik sekilas pada Qiana dan melanjutkan pekerjaannya. Sebuah gosip baru, pikirnya. Tuan Zavier memiliki peliharaan baru. Bukankah biasanya gadis-gadis