Ned menghentikan langkahnya dan tiba-tiba berbalik. Dia sempat mendapati cibiran Qiana dan mengerutkan kening.
Qiana yang tertangkap basah buru-buru mengalihkan pandangannya pada langit-langit ruangan.Ned melangkah mendekati Qiana, mendesak gadis itu hingga kakinya menyentuh pinggiran meja. Mata Ned menatap tepat pada sepasang manik indah di depannya. Kemudian tatapan itu jatuh pada bibir mungil di bawahnya.Sesaat Qiana sempat berpikir lelaki itu akan menciumnya. Dia menelan ludah dengan gugup dan bersiap mendorong bahu lebar itu.“Aku akan pergi ke luar negeri besok. Mungkin baru akan kembali seminggu kemudian. Jangan coba-coba melirik laki-laki lain apalagi selingkuh. Juga jangan coba-coba kabur dariku.” Ned memperingatkan di telinga gadis itu.Sejenak Qiana menjadi linglung. Selain suara yang menawan itu terdengar sangat dekat, itu juga di luar ekspektasinya. Dia merasa konyol sendiri.Ketika Ned melepaskannya dari posisi tak nyaman itu, Qiana sudah bisa menguasai dirinya.Ingin sekali Qiana tertawa. Dia tidak mengira lelaki ini akan seserius itu. Belum beberapa jam mereka bertemu, Ned sudah melarangnya selingkuh. Astaga!Namun tak satu pun kata yang keluar dari bibir Qiana. Dia hanya mengeluarkan suara tak jelas menanggapi ucapan Ned.Pergilah. Pergi dan jangan kembali. Kepala Qiana dipenuhi suara-suara tak sabaran.Sejenak Ned terdiam di depan pintu, membuat Qiana merasa lelaki itu bisa mendengar isi hatinya. Tapi kemudian Ned benar-benar berlalu setelah menatap Qiana dengan tajam.Gadis itu merasa bulu kuduknya berdiri. Dengan bergegas Qiana menutup pintu dan menguncinya rapat.“Qiana? Apa itu kau?” Suara ibunya terdengar dari dalam kamar.Qiana melangkah ke kamar sambil menyahut. “Ini aku, Bu.”Didapatinya sang ibu sedang mencoba berdiri dari duduknya di tepi tempat tidur.“Ibu mau kemana?” Qiana membantu wanita yang terlihat masih cantik itu berdiri.“Ibu hanya ingin ke dapur. Perut ibu terasa tidak nyaman. Mungkin ibu perlu makan sedikit. Tadi ibu melewatkan makan malam....” Ibunya melepaskan pegangan Qiana pada lengannya. “Kau pergilah bersihkan diri dulu. Ibu mau memanaskan bubur tadi siang.”Qiana menatap ibunya yang melangkah pelan menuju dapur kecil mereka. Matanya terasa panas.Ibu Qiana dulu terbiasa dilayani saat masih sehat. Begitu jatuh sakit, ayahnya menggaji seorang perawat untuk menjaganya dan dokter keluarga pun selalu siap menerima panggilan mereka. Sampai suatu ketika wanita asing itu datang ke rumah mereka.Selesai mandi dan berganti pakaian, Qiana menemani ibunya makan."Kau sudah makan?" tanya ibunya pada Qiana yang hanya duduk memandangi."Aku sudah makan tadi sore, Bu." Qiana menuang segelas air lalu meminumnya. Dia hanya merasa haus sekarang."Kau pulang sangat larut. Kemana saja? Bukankah kau bilang hari ini libur?" Ibunya bertanya lagi dengan lembut di antara suapannya.Hari ini Qiana memang meminta libur dari pekerjaannya di minimarket. Gara-gara Beatrice yang mengatakan padanya bahwa ada pekerjaan bagus di klub."Aku pergi ke klub dengan Beatrice…." Qiana berkata jujur.Ibu Qiana menghentikan gerakan menyuapnya dan mengangkat pandangannya. "Ke klub?"Wanita itu tiba-tiba merasa tak suka. Yang dia tahu tempat itu bukanlah sebuah tempat yang baik untuk didatangi seorang gadis."Kudengar ada pekerjaan bagus di sana." Qiana menjelaskan singkat. Dia tak ingin ibunya berpikiran macam-macam. "Tapi ternyata itu cuma omong kosong teman Beatrice."Ibunya cuma menggelengkan kepala dengan sedih. Dia tahu putrinya harus bekerja keras agar mereka bisa bertahan hidup. Hanya saja dia mencemaskan Qiana.Putrinya dulu sangat polos. Dan manja. Kini dia mulai berubah menjadi lebih berani dan pantang menyerah."Tapi tidak terjadi sesuatu 'kan?" Ibunya mendapati raut murung Qiana. Dia berpikir mungkin ada sesuatu yang tidak beres.Qiana menggeleng cepat. "Tentu saja tidak, Bu. Aku tahu tempat seperti apa itu. Aku tidak akan membuat masalah."Ibunya terdiam sesaat seperti tengah memikirkan sesuatu kemudian menghela napas. "Kau tahu Qiana, pekerjaan seperti apa saja yang mungkin ada di klub. Ibu tidak mengatakan buruk. Semua orang berjuang untuk bertahan hidup dengan caranya sendiri. Tapi jika bekerja di sana, sewaktu-waktu pasti akan bersentuhan dengan hal-hal buruk. Cepat atau lambat. Tidak semua orang sanggup bertahan."Kata-kata ibunya jelas. Qiana memahaminya. "Jangan khawatir, Bu. Aku akan menjaga diriku baik-baik dan tidak akan mengecewakan ibu," ujar Qiana berjanji. "Aku juga punya harga diri."Setelah membereskan piring makan ibunya, Qiana pergi ke kamarnya yang bersebelahan dengan kamar ibunya.Tadi di depan ibunya dia berusaha terlihat setenang mungkin. Sebenarnya dia sangat cemas memikirkan uang sewa apartemen yang belum dibayar. Uang kuliahnya juga sedang menunggu untuk dilunasi. Sementara, gajian masih lama lagi.Dengan gelisah gadis itu membolak-balikkan tubuhnya di tempat tidur. Malam sudah lewat separuhnya, tapi matanya terasa sulit untuk dipejamkan.Hari ini memang bukan hari keberuntungannya. Bodoh sekali dia bisa percaya dengan Shein yang bahkan baru ditemuinya malam ini.Qiana bertekad akan mencari Shein dan menagih kompensasi dari tantangan yang sudah dilakukannya. Mungkin terdengar naif. Itu seperti mengharap uang angin. Tapi apa lagi yang bisa dilakukannya.***Sesaat setelah menuruni tangga apartemen menuju ke lantai bawah, Ned berjalan ke arah mobil yang telah menunggunya.Wilson membukakan pintu mobil untuk tuannya kemudian masuk ke bagian kemudi. Dia mendongak sebentar pada kaca spion seakan menunggu perintah dari tuannya."Hotel Phoenix," ujar Ned tanpa sedikit pun menatap pada sopirnya. Matanya tampak semakin gelap dalam cahaya samar di dalam mobil. Wajahnya pun jadi terlihat menakutkan.Sialan sekali gadis itu! Pikir Ned dengan perasaan suram. Dia terus memprovokasiku.Ned teringat bagaimana gadis itu mencibir padanya dengan bibir merah indahnya. Ned harus setengah mati menahan diri untuk tidak melahapnya.Tidak, dia juga menggodaku. Berani sekali. Kalau saja bukan dia. Kalau saja bukan seseorang yang telah dicarinya sekian lama, Ned pasti sudah menelannya bulat-bulat.Tanpa menoleh, Charles berkata, “Kapan kau mengetahuinya?”“Saat itu kau sedang sibuk dengan perusahaan. Jadi aku tidak memberitahu.” Laura mengira akan mendapatkan respon yang mengejutkan dari Charles. Tak disangka suaminya hanya menanggapi dengan dingin. Tidakkah dia seharusnya senang bahwa Qiana yang ternyata benar putri kandungnya menikah dengan orang paling berpengaruh di kota Yardley? Barangkali saja gadis itu mau menolong mereka untuk bisa kembali bangkit.Karena tak mendapati tanggapan yang diharapkan, Laura melanjutkan. “Kupikir ini adalah keberuntunganmu. Cobalah kau temui Qiana....”“Jadi, Diana tidak bersalah. Dia tidak pernah berselingkuh. Bukti-bukti itu palsu dan merupakan hasil rekayasa seseorang.” Charles memotong perkataan Laura dan berbicara seperti orang melamun.“Soal itu aku tidak tahu. Kau yang mendapatkan buktinya dari seseorang.” Charles mendapatkan kiriman amplop berisi foto-foto bukti perselingkuhan Diana dengan seorang lelaki asing. Meski Diana telah memb
Sebuah pesta pernikahan megah tengah ditayangkan di sebuah saluran televisi. Bukan cuma di satu stasiun, tapi semua stasiun televisi menyiarkannya.Benarkah hari ini pernikahan Ned Zavier? Bukankah undangan yang dikirimkan Qiana juga menuliskan tanggal yang sama yaitu hari ini?Allison tidak pernah lagi menonton berita atau membacanya di internet. Begitu juga dengan orang-orang di rumah. Mereka sekeluarga trauma dengan pemberitaan di luar sejak Allard Corp dinyatakan bangkrut. Jadi dia benar-benar tidak tahu berita-berita terkini.Layar menampilkan gambar yang diperbesar. Pasangan yang serasi. Yang lelaki tampan menawan. Wanitanya cantik menarik.Sebentar! Sepertinya dia mengenal pengantin wanitanya.Allison bahkan mendekatkan mukanya ke etalase, memastikan bahwa seseorang di layar itu memang dikenalnya.Qiana?! Benarkah itu adalah si gadis pembual? Bagaimana bisa?Kedua tangan Allison gemetar menekan kaca etalase. Meski dalam riasan pengantinnya yang memukau, Allison samar-samar bis
“Ibu.” Darla memeluk ibunya berusaha membujuk. “Tuan Harrison benar, ini hanya salah paham. Lagipula tidak ada yang terjadi dengan menantumu.”Queena Zavier punya sifat keras kepala. Bahkan suaminya sendiri kewalahan menghadapi jika istrinya mulai mengamuk. Darla sedikit khawatir karenanya. Diam-diam memberi isyarat pada Loco agar pergi menjauh.“Tapi dia hampir mencelakai menantuku. Sekarang malah berani menggandeng putriku. Kau pikir semudah itu mendapatkan gadis dari keluarga Zavier?” Queena menarik Darla ke belakangnya, menjauhkannya dari sisi Loco Harrison.“Nyonya, aku minta maaf kalau membuat Nyonya kesal. Lain kali aku akan lebih hati-hati. Soal Darla, kami saling mencintai. Aku harap, Nyonya bisa merestui hubungan kami.” Loco bahkan sedikit membungkukkan badannya menyatakan kesungguhan dan penghormatannya. Hal yang jarang dia lakukan.“Ibu, berbaik hatilah.” Darla merengek pada ibunya. Dulu dia sering melakukannya untuk meluluhkan hati wanita itu. “Selama ini tuan Harrisonlah
Waktu dua bulan terlewati tanpa terjadi sesuatu yang berarti menurut Qiana. Dia berusaha menghindari masalah yang kadang masih mencoba menyentuhnya karena kesalahpahaman. Selain untuk menjaga agar tidak membuat ibu mertuanya khawatir dan bertindak di luar nalar, dia juga tidak ingin mengacaukan rencana pernikahan yang akan berlangsung sebentar lagi.Queena Zavier sempat mendengar cerita penjebakan diri Qiana dan berkata akan membawa pasukan dari pulau untuk menghabisi pelaku dan seluruh keluarganya. Menurut Queena, kesalahan juga harus menjadi tanggung jawab keluarga pelaku karena telah memberi pendidikan yang salah. Untunglah akhirnya dengan memelas Qiana berhasil membuat ibu mertuanya membatalkan rencananya. Qiana tidak bisa membayangkan seandainya itu benar terjadi, akan ada banyak korban berjatuhan.Dan Ned, kenapa lelaki itu diam saja mendengar ibunya memiliki rencana itu?“Kau sudah jadi menantu kesayangannya. Lagipula memang sejak dulu tidak pernah ada yang bisa menghentikan ke
“Ibu!” seru Qiana nyaris histeris. Untunglah mereka tidak sedang dalam posisi yang memalukan. Kalau tidak, dia tidak tahu harus ke mana mesti menyembunyikan muka. Ned sendiri tidak menampakkan keterkejutan pada wajahnya. Dia sudah terbiasa dengan kejutan-kejutan dari ibunya. Apalagi meski tidak memastikan waktunya, tapi ibunya pernah mengatakan akan datang secepatnya.Queena Zavier masuk dan langsung menghampiri Qiana sementara sang menantu tampak masih belum pulih dari rasa terkejutnya.“Qiana, apa Ned memperlakukanmu dengan baik?” Queena memeluk Qiana dengan penuh sayang.Qiana hanya bisa mengangguk seperti ayam mematuk umpan. Dia tidak tahu harus mengatakan apa. Bagaimana bisa ibu mertuanya ini masuk ke kamar mereka tanpa mengetuk. Dia harus benar-benar mengingatnya nanti agar selalu mengunci pintu bila sedang bersama Ned.“Baguslah. Kalau tidak, aku akan menyuruhnya kembali ke pulau. Kalian lebih baik tinggal di sana agar aku bisa mengawasinya setiap hari.”Mendengar akan disuruh
Lagi-lagi kelima lelaki tertawa bersamaan. Mereka pikir Qiana kaget dengan jumlah uang yang mereka sebutkan.“Jadi, apa kau sanggup memberi kami sepuluh kali lipatnya?”“Aku akan berikan. Tapi tidak sekarang. Aku tidak membawa uang kontan,” ujar Qiana mencoba menghentikan niat mereka. Uang bukan masalah lagi, kan?“Manis, tidak usah membual. Dari penampilanmu, kami bisa menilai kalau kau bahkan tidak memiliki uang sebanyak seribu dollar. Kau katakan akan membayar kami sepuluh kali lipat yang berarti seratus ribu dollar? Apa kau sedang bermimpi? Lebih baik menyerah saja.” Si lelaki bercambang ikut mendekat.Qiana menggengam erat tas yang melingkar di bahunya. Diam-diam meraih ponsel dari dalam tas, bermaksud menelpon Ned. Namun seseorang menarik tasnya dan melemparkannya ke suatu tempat di ruangan. Kemudian Qiana merasa seseorang menyeret dan menghempaskannya ke sofa.“Apa yang kau lakukan... aaakh!”Seseorang menindih Qiana, berusaha menciumi gadis itu. Qiana berontak sekuat tenaga,