Seorang pria berpakaian rapi keluar dari pintu bagian pengemudi. Dia membuka pintu belakang sembari mengatakan sesuatu. “Nona Neilson, silakan masuk ke mobil. Saya akan mengantar Nona pulang.”
Qiana tidak segera beranjak dari tempatnya berdiri, tapi sudut matanya melihat seseorang juga duduk di kursi penumpang belakang.“Tuan Zavier akan menemani Nona pulang....” Sang sopir seperti bisa membaca keraguan gadis di depannya. Dengan mengatakan keberadaan tuannya dia berharap gadis ini tidak akan menolak untuk diantar pulang.Namun sopir itu keliru. Qiana justru melangkah mundur dan bermaksud pergi dari sana begitu mendengar nama Ned disebutkan.Namun sebuah tangan yang kuat terulur dari dalam mobil menahan kepergian gadis itu. Wajah menawan tuan Zavier muncul dari sana.“Mau kemana? Bukankah sudah kubilang akan mengantarmu pulang? Masuk!” Nada memerintah itu begitu kuat dan sulit dilawan.Tadi Qiana berniat kabur setelah dari kamar mandi. Nyatanya lelaki ini seperti bisa membaca isi kepalanya dan menunggu Qiana di luar.Benar-benar sialan! Gadis itu hanya bisa mengumpat dalam hati.Dengan enggan Qiana duduk di sebelah Ned. Gadis itu membuat jarak yang cukup jauh dari lelaki itu. Dia bahkan memalingkan wajahnya ke arah luar jendela, menghindari bertatapan dengan Ned.Mobil melaju dengan kecepatan sedang menembus keramaian kota di malam hari.Sang sopir menatap ke arah kaca spion di depannya. “Nona, kemana saya harus mengantar....”“Apartemen Bougenville,” sahut Qiana tanpa menoleh.“...”Tak terdengar suara sang sopir.Qiana jadi tersadar. Apartemen Bougenville hanyalah sebuah apartemen jelek di sebuah jalan yang tidak terlalu ramai. Tidak banyak orang yang tahu. Jadi Qiana menyebutkan nama sebuah jalan tempat apartemen itu berdiri mungkin sejak ratusan tahun silam.Sopir langsung mengenalinya.“Sepertinya bukan sebuah apartemen yang bagus bila Wilson sampai tidak mengetahuinya. Padahal kau bisa menyebutkan bangunan apa saja di kota ini, Wilson pasti tahu.” Ned bicara dengan nada mengejek.“Itu tidak ada hubungannya denganmu.” Qiana menyahut ketus.Terdengar tawa pelan di sebelahnya. “Dulu memang tidak. Tapi setelah malam ini, segala sesuatu yang berhubungan denganmu tentu saja berhubungan denganku. Kau ‘kan pacarku.”Qiana menoleh sembari menatap sengit. “Sudah kubilang itu kesalahan. Tuan Zavier, apakah aku harus mengulangnya terus agar kau bisa mengerti atau aku sedang bicara dalam bahasa asing jadi kau tidak paham juga.”“Seseorang baru saja melamarku menjadi kekasih di hadapan banyak orang. Bagaimana aku bisa mempermalukannya? Lagipula dia lumayan juga.” Ned mendekatkan dirinya pada gadis itu.“Itu cuma main-main....” Lagi-lagi Qiana membantah.“Qiana Neilson, tidak ada yang pernah bermain-main denganku. Tidak sebelumnya dan nanti. Jadi berhenti membantah. Apa kau juga mengerti?” Nada suara itu menjadi dingin dan menakutkan.Sopir di depan yang bernama Wilson melirik sekilas. Wajahnya berubah seketika demi mendengar tuannya memperingatkan gadis itu.Sejak tadi sang sopir memang merasa nona ini terlalu berani. Juga tidak tahu berterima kasih. Dia sudah mendengar insiden di dalam klub tadi. Reaksi tuannya sungguh di luar dugaan. Mana ada gadis yang berani meminta tuannya menjadi kekasih. Itu sama saja dengan cari mati.Qiana seperti menyusut di tempatnya. Dia kembali melayangkan pandangannya pada keramaian jalan di luar sana, tidak berani lagi mengatakan sesuatu yang akan memprovokasi lelaki di sebelahnya.Selama beberapa saat berikutnya, hanya ada keheningan dalam ruang sempit itu. Hingga mobil berbelok di sebuah jalan yang dikenali Qiana.Bangunan lusuh itu tegak berdiri di depan mereka saat mobil berhenti di halaman parkir dengan penerangan suram.Wilson membukakan pintu mobil untuk Qiana. Gadis itu turun dengan tergesa, tapi tak mengira kalau Ned juga akan mengikutinya naik.Qiana menghentikan langkahnya dan membalikkan badan menghadap pada Ned di belakangnya. “Tuan Zavier, terima kasih sudah mengantarkanku. Tuan tidak perlu mengantarkan sampai ke depan pintu. Lagipula ini sudah larut malam.”“Aku hanya ingin memastikan gadisku pulang dengan selamat.” Ned berujar acuh sambil meneruskan langkah melewati Qiana. Dia menaiki tangga gelap dan berhenti sejenak di sana seperti tengah memikirkan sesuatu. “Sampai kapan akan terus berdiri di sana?”Dengan perasaan letih Qiana melanjutkan langkahnya, berjalan cepat mendahului Ned di tangga. Lelaki itu pun mengiringkan dari belakang.Begitu melewati sebuah lorong panjang di lantai dua, Qiana berhenti di depan sebuah pintu dan membuka. Tampak sebuah suasana suram dari dalam ruangan yang sepi.Qiana berbalik menghadap pada lelaki yang mengantarkannya. “Aku sudah tiba dengan selamat tanpa kurang tangan atau kaki. Jadi sekali lagi terima kasih sudah mengantarkanku.”“Kau tidak mengundangku masuk?” Ned tidak juga beranjak pergi.“Tuan Zavier....”“Nona Neilson!” Ned meninggikan suaranya mengatasi gadis itu.Qiana menjadi gentar dibuatnya.“Ini sudah sangat larut.” Qiana menunduk sambil merendahkan suaranya setelah melirik sekilas ke arah kamar tidur. Dia kuatir ibunya yang mungkin sudah tertidur akan terbangun oleh suara keras mereka.Ned menerobos masuk melewati Qiana yang berdiri di depan pintu. Setelah mengamati sekeliling dengan kening yang berkerut, lelaki itu duduk di sebuah sofa lusuh di salah satu sisi ruangan.Qiana mengeluh dalam hati. Mereka baru saja bertemu beberapa jam yang lalu, Ned sudah duduk di sofa ruang tamu apartemennya. Gadis itu benar-benar merasa pusing.Dalam pikiran Qiana, semua akan segera berakhir begitu dia melangkah keluar meninggalkan klub. Dia tidak menyangka kesialan mengikutinya hingga ke apartemen.“Kakak yang baik, sekarang sudah sangat larut. Aku lelah dan ingin segera tidur. Bukankah masih ada hari esok? Kita bisa bertemu lagi lain kali....” Qiana melembutkan suara, membujuk lelaki yang duduk dengan menumpang kaki di sofa.Benar-benar sebuah pemandangan yang kontras, seperti pangeran yang berkilau dalam sebuah gubuk buruk.Tentu saja Qiana tidak pernah berharap mereka bertemu lagi besok atau kapan pun. Dia hanya ingin menyingkirkan Ned malam ini.“Tentu saja kita akan bertemu lagi. Kau jangan kuatir.” Ned seperti setuju dengan perkataan Qiana membuat gadis itu harus memijit kepalanya.“Siapa di dalam?” tanya Ned sambil mengarahkan dagunya ke kamar.“Ibuku. Aku tidak ingin dia terbangun dan memergokiku dengan seorang lelaki malam-malam begini.”Qiana akhirnya membiarkan pintu terbuka dan melangkah ke dalam. Dibukanya pintu kamar perlahan dan menjenguk sebentar. Ibunya tampak tertidur pulas. Qiana kembali menutup pintu dengan hati-hati.“Baiklah.” Ned mendadak bangkit dari duduknya. “Aku tidak lama-lama. Hanya memastikan kau tidak tinggal bersama dengan lelaki lain.”Qiana meringis mendengarnya. Apakah tampangnya seperti gadis murahan yang tinggal dengan sembarang lelaki sebelum menikah?Ned melangkah keluar. Di belakangnya, Qiana menarik napas lega. Dia mencibir pada punggung Ned bersamaan saat lelaki itu menghentikan langkahnya dan berbalik.Ned menghentikan langkahnya dan tiba-tiba berbalik. Dia sempat mendapati cibiran Qiana dan mengerutkan kening. Qiana yang tertangkap basah buru-buru mengalihkan pandangannya pada langit-langit ruangan.Ned melangkah mendekati Qiana, mendesak gadis itu hingga kakinya menyentuh pinggiran meja. Mata Ned menatap tepat pada sepasang manik indah di depannya. Kemudian tatapan itu jatuh pada bibir mungil di bawahnya.Sesaat Qiana sempat berpikir lelaki itu akan menciumnya. Dia menelan ludah dengan gugup dan bersiap mendorong bahu lebar itu.“Aku akan pergi ke luar negeri besok. Mungkin baru akan kembali seminggu kemudian. Jangan coba-coba melirik laki-laki lain apalagi selingkuh. Juga jangan coba-coba kabur dariku.” Ned memperingatkan di telinga gadis itu.Sejenak Qiana menjadi linglung. Selain suara yang menawan itu terdengar sangat dekat, itu juga di luar ekspektasinya. Dia merasa konyol sendiri.Ketika Ned melepaskannya dari posisi tak nyaman itu, Qiana sudah bisa menguasai dirinya.Ingin
Paginya Qiana terbangun dengan pikiran kosong. Dia kemudian merasa ada sesuatu yang membuatnya tidak nyaman lalu mencari-cari. Ternyata itu adalah tentang kejadian tadi malam dan seseorang yang bernama Ned. Gadis itu memejamkan mata berusaha mengusir rasa pusing dan mual yang datang tiba-tiba. Lalu teringat olehnya jika lelaki itu mengatakan akan pergi hari ini dan tidak akan kembali selama seminggu. Qiana kemudian sedikit merasa lega. Dia bangkit dari ranjang kecilnya dan pergi ke kamar mandi. Ibunya ternyata sudah bangun dan sedang menyiapkan sarapan sederhana."Qiana, ibu akan pergi menemui nenekmu hari ini untuk mengurus sesuatu," ujar wanita lembut itu saat Qiana sarapan.Qiana mengangkat wajah kecilnya. Ada perasaan cemas melintas di sana. "Ibu, kau tidak boleh bepergian terlalu jauh. Bagaimana kalau terjadi sesuatu, aku tidak akan bisa menanggungnya.""Ibu akan hati-hati. Lagipula kalau tidak sekarang kapan lagi. Ibu takut kalau suatu hari kesehatan ibu akan memburuk. Saat itu
Qiana yang sedang berbicara dengan Beatrice berpaling ke asal suara. Keduanya melihat tiga gadis itu berdiri dengan angkuhnya sambil memandang sinis pada Qiana. Meski tahu dia telah disindir dan tampaknya ketiga gadis itu sedang mencoba mencari masalah dengannya, Qiana tidak bermaksud melayaninya. Tanpa mengatakan apa pun dia menepi dan hendak melanjutkan langkahnya pada bagian jalan yang tidak terhalang. Beatrice mengikuti di belakang. Siapa pun di kampus mengenal ketiga gadis itu, para nona dari keluarga terpandang di kota Yardwel. Yang di tengah adalah Audie Cadmael. Ayahnya presdir Grup Star Seventh yang terkenal, Louis Cadmael. Sedangkan yang dua orang lagi adalah Diana Ackerley dan Callie Brett. Keduanya juga terlahir dari keluarga dengan status tinggi. Mereka bertiga selalu pergi bersama bahkan kuliah di jurusan yang sama. Sayangnya juga suka membuat keributan bersama-sama. Entah bagaimana tiba-tiba mereka tergerak untuk mengusik makhluk tak kasat mata di kampus seperti Qia
Setelah menyelesaikan jam kerjanya di Black Cafe, Qiana pulang sebentar ke rumah untuk berganti pakaian. Dia bisa berjalan kaki dari kafe ke apartemen dengan melintasi beberapa jalan kecil antar blok. Sesampai di apartemen, dia menemukan ibunya yang muram. Qiana merasa telah terjadi sesuatu yang buruk."Ibu, kau sudah pulang? Bagaimana? Apa nenek menyakitimu lagi?" Qiana meletakkan tasnya dan berjalan mendekati ibunya yang tengah melamun di sofa. Dia memeriksa. Terakhir ibunya ke sana, wanita itu kembali dengan memar di lengan. Entah apa yang sudah nenek itu lakukan pada ibunya.Seharusnya Qiana tidak membiarkan ibunya pergi. Setidaknya dia harus menemani."Ibu tidak apa-apa." Ibunya menyahut sambil memaksa tersenyum. "Tapi nenek memang tidak berniat mengembalikan warisan yang ditinggalkan kakek pada ibu. Harusnya ibu memang tidak boleh berharap banyak." Qiana duduk di samping ibunya sambil memeluk. "Sudahlah, Bu. Kita akan baik-baik saja tanpa warisan dari kakek. Kita akan memiliki u
Qiana mengerjapkan matanya dengan bingung. Selama beberapa detik dia masih tidak mengerti dengan maksud perkataan si lelaki. Kemudian dia teringat sesuatu. "O, apa saya begitu terkenal? Maksud Tuan, orang yang akan mengamuk itu adalah tuan Zavier?" Itu terdengar sangat lucu di telinga Qiana. Kini dia tertawa, membuat wajah kecilnya menjadi makin menawan. Sepertinya yang dikatakan orang itu mungkin benar, tuan Zavier akan mengamuk saat Qiana menolak mengakuinya sebagai kekasih. Entah kenapa, Qiana merasa lucu.Lelaki di depannya terpana sesaat. Bukan saja karena gadis itu menertawakan perkataannya tentang tuan Zavier tanpa merasa takut, tapi juga karena terpesona dengan raut indah di depannya yang menjadi makin menarik."Bukankah Nona adalah kekasih tuan Zavier yang baru. Kudengar tadi malam kalian membuat kehebohan di klub."Untunglah pengunjung minimarket sedang sepi hingga Qiana tidak perlu mendesak lelaki itu untuk segera berlalu dari hadapannya."Lalu, kenapa Tuan masih berniat m
Di sebuah ruangan besar dengan meja persegi di tengahnya, Ned Zavier duduk di ujung meja. Dua orang lelaki bertubuh tinggi besar berdiri dengan berjarak di belakangnya. Sementara di ujung meja yang berlawanan seorang lelaki yang usianya terpaut lima tahun lebih tua, John Maxi terlihat mulai terintimidasi oleh Ned."Kau membuat masalah dengan pengiriman sebelumnya, John. Bagaimana aku bisa mempercayaimu kali ini. Kepolisian negara bagian mulai mencurigai kami karena ulahmu. Tidakkah kamu bisa jelaskan padaku? Apa maksudmu dengan menyembunyikan para wanita di antara barang-barang yang kami kirim?" Ned datang sendiri kali ini ke negara ini. Bukan karena tak percaya pada orang-orangnya di sini tapi karena dia ingin berhadapan langsung dengan salah satu pelanggan yang pernah mencuranginya. Dia tak pernah mentolerir penipu kecil seperti John."Tuan Zavier, itu sebuah kesalahan. Beberapa orang anak buahku menjadi serakah dan menyusupkan mereka ke perbatasan." John beralasan. Dia mulai terli
Sesaat keheningan memenuhi ruangan besar itu. Tiga orang yang yang telah menjadi mayat tergeletak di lantai dalam genangan darah. "Kalian urus mereka. Aku akan pulang hari ini." Ned bangkit dari duduknya dan berjalan keluar ruangan. Saat melewati mayat John, dia hanya melirik sekilas dengan tatapan dingin kemudian melanjutkan langkah.Sementara beberapa penembak jitu yang berada di lantai atas masih berdiri di tempatnya. Mereka baru saja membereskan ketiga pelanggan yang membuat masalah. Tuan Zavier tidak pernah mengampuni orang-orang yang mencoba bermain-main dengannya. "Bagaimana kabar gadisku?" tanya Ned waktu sudah dalam perjalanan menuju bandara."Ibu Nona Neilson sekarang berada di rumah sakit Rosemary. Bukan rumah sakit yang bagus. Sepertinya nona Neilson kekurangan uang akhir-akhir ini." Nick yang duduk di sebelah sopir menjelaskan singkat. Dia memiliki semua informasinya secara terperinci tapi tak mengatakannya langsung. Ada dokumen yan
"Itu Shein. Dia datang…." Qiana yang lebih dulu melihat ketika gadis itu turun dari mobilnya. Matanya memang tak berhenti memperhatikan dari tadi.Sedangkan Beatrice memang tidak terlalu fokus. Antara melihat-lihat sebentar ke arah pintu masuk dan jalanan di depan, lalu menunduk pada ponselnya bila mulai jenuh. Jadinya gadis itu sedikit terlambat melihat kehadiran Shein. Itu pun setelah Qiana memberitahunya. Dia hanya menemukan bayangannya sekelebat sebelum menghilang ke dalam klub yang ramai."Ayo masuk!" Qiana beranjak menuju pintu masuk tanpa menunggu jawaban dari Beatrice. Namun begitu langkahnya tinggal beberapa meter lagi dari pintu, dia tertegun melihat penjaga yang berdiri di sana. Penjaga itu memeriksa kartu yang dimiliki pengunjung sebagai tanda keanggotaan.Tentu saja, Qiana mentertawakan dirinya sendiri. Dia memukul dahinya karena benar-benar merasa bodoh. Bagaimana dia bisa lupa kalau klub termewah di kota Yardley memerlukan sebuah kartu keang