Share

Bab 4.  Kita Akan Bertemu Lagi

Seorang pria berpakaian rapi keluar dari pintu bagian pengemudi. Dia membuka pintu belakang sembari mengatakan sesuatu. “Nona Neilson, silakan masuk ke mobil. Saya akan mengantar Nona pulang.”

Qiana tidak segera beranjak dari tempatnya berdiri, tapi sudut matanya melihat seseorang juga duduk di kursi penumpang belakang.

“Tuan Zavier akan menemani Nona pulang....” Sang sopir seperti bisa membaca keraguan gadis di depannya. Dengan mengatakan keberadaan tuannya dia berharap gadis ini tidak akan menolak untuk diantar pulang.

Namun sopir itu keliru. Qiana justru melangkah mundur dan bermaksud pergi dari sana begitu mendengar nama Ned disebutkan.

Namun sebuah tangan yang kuat terulur dari dalam mobil menahan kepergian gadis itu. Wajah menawan tuan Zavier muncul dari sana.

“Mau kemana? Bukankah sudah kubilang akan mengantarmu pulang? Masuk!” Nada memerintah itu begitu kuat dan sulit dilawan.

Tadi Qiana berniat kabur setelah dari kamar mandi. Nyatanya lelaki ini seperti bisa membaca isi kepalanya dan menunggu Qiana di luar.

Benar-benar sialan! Gadis itu hanya bisa mengumpat dalam hati.

Dengan enggan Qiana duduk di sebelah Ned. Gadis itu membuat jarak yang cukup jauh dari lelaki itu. Dia bahkan memalingkan wajahnya ke arah luar jendela, menghindari bertatapan dengan Ned.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang menembus keramaian kota di malam hari.

Sang sopir menatap ke arah kaca spion di depannya. “Nona, kemana saya harus mengantar....”

“Apartemen Bougenville,” sahut Qiana tanpa menoleh.

“...”

Tak terdengar suara sang sopir.

Qiana jadi tersadar. Apartemen Bougenville hanyalah sebuah apartemen jelek di sebuah jalan yang tidak terlalu ramai. Tidak banyak orang yang tahu. Jadi Qiana menyebutkan nama sebuah jalan tempat apartemen itu  berdiri mungkin sejak ratusan tahun silam.

Sopir langsung mengenalinya.

“Sepertinya bukan sebuah apartemen yang bagus bila Wilson sampai tidak mengetahuinya. Padahal kau bisa menyebutkan bangunan apa saja di kota ini, Wilson pasti tahu.” Ned bicara dengan nada mengejek.

“Itu tidak ada hubungannya denganmu.” Qiana menyahut ketus.

Terdengar tawa pelan di sebelahnya. “Dulu memang tidak. Tapi setelah malam ini, segala sesuatu yang berhubungan denganmu tentu saja berhubungan denganku. Kau ‘kan pacarku.”

Qiana menoleh sembari menatap sengit. “Sudah kubilang itu kesalahan. Tuan Zavier, apakah aku harus mengulangnya terus agar kau bisa mengerti atau aku sedang bicara dalam bahasa asing jadi kau tidak paham juga.”

“Seseorang baru saja melamarku menjadi kekasih di hadapan banyak orang. Bagaimana aku bisa mempermalukannya? Lagipula dia lumayan juga.” Ned mendekatkan dirinya pada gadis itu.

“Itu cuma main-main....” Lagi-lagi Qiana membantah.

“Qiana Neilson, tidak ada yang pernah bermain-main denganku. Tidak sebelumnya dan nanti. Jadi berhenti membantah. Apa kau juga mengerti?” Nada suara itu menjadi dingin dan menakutkan.

Sopir di depan yang bernama Wilson melirik sekilas. Wajahnya berubah seketika demi mendengar tuannya memperingatkan gadis itu.

Sejak tadi sang sopir memang merasa nona ini terlalu berani. Juga tidak tahu berterima kasih. Dia sudah mendengar insiden di dalam klub tadi. Reaksi tuannya sungguh di luar dugaan. Mana ada gadis yang berani meminta tuannya menjadi kekasih. Itu sama saja dengan cari mati.

Qiana seperti menyusut di tempatnya. Dia kembali melayangkan pandangannya pada keramaian jalan di luar sana, tidak berani lagi mengatakan sesuatu yang akan memprovokasi lelaki di sebelahnya.

Selama beberapa saat berikutnya, hanya ada keheningan dalam ruang sempit itu. Hingga mobil berbelok di sebuah jalan yang dikenali Qiana.

Bangunan lusuh itu tegak berdiri di depan mereka saat mobil berhenti di halaman parkir dengan penerangan suram.

Wilson membukakan pintu mobil untuk Qiana. Gadis itu turun dengan tergesa, tapi tak mengira kalau Ned juga akan mengikutinya naik.

Qiana menghentikan langkahnya dan membalikkan badan menghadap pada Ned di belakangnya. “Tuan Zavier, terima kasih sudah mengantarkanku. Tuan tidak perlu mengantarkan sampai ke depan pintu. Lagipula ini sudah larut malam.”

“Aku hanya ingin memastikan gadisku pulang dengan selamat.” Ned berujar acuh sambil meneruskan langkah melewati Qiana. Dia menaiki tangga gelap dan berhenti sejenak di sana seperti tengah memikirkan sesuatu. “Sampai kapan akan terus berdiri di sana?”

Dengan perasaan letih Qiana melanjutkan langkahnya, berjalan cepat mendahului  Ned di tangga. Lelaki itu pun mengiringkan dari belakang.

Begitu melewati sebuah lorong panjang di lantai dua, Qiana berhenti di depan sebuah pintu dan membuka. Tampak sebuah suasana suram dari dalam ruangan yang sepi.

Qiana berbalik menghadap pada lelaki yang mengantarkannya. “Aku sudah tiba dengan selamat tanpa kurang tangan atau kaki. Jadi sekali lagi terima kasih sudah mengantarkanku.”

“Kau tidak mengundangku masuk?” Ned tidak juga beranjak pergi.

“Tuan Zavier....”

“Nona Neilson!” Ned meninggikan suaranya mengatasi gadis itu.

Qiana menjadi gentar dibuatnya.

“Ini sudah sangat larut.” Qiana menunduk  sambil merendahkan suaranya setelah melirik sekilas ke arah kamar tidur. Dia kuatir ibunya yang mungkin sudah tertidur akan terbangun oleh suara keras mereka.

Ned menerobos masuk melewati Qiana yang berdiri di depan pintu. Setelah mengamati sekeliling dengan kening yang berkerut, lelaki itu duduk di sebuah sofa lusuh di salah satu sisi ruangan.

Qiana mengeluh dalam hati. Mereka baru saja bertemu beberapa jam yang lalu, Ned sudah duduk di sofa ruang tamu apartemennya. Gadis itu benar-benar merasa pusing.

Dalam pikiran Qiana, semua akan segera berakhir begitu dia melangkah keluar meninggalkan klub. Dia tidak menyangka kesialan mengikutinya hingga ke apartemen.

“Kakak yang baik, sekarang sudah sangat larut. Aku lelah dan ingin segera tidur. Bukankah masih ada hari esok? Kita bisa bertemu lagi lain kali....” Qiana melembutkan suara, membujuk lelaki yang duduk dengan menumpang kaki di sofa.

Benar-benar sebuah pemandangan yang kontras, seperti pangeran yang berkilau dalam sebuah gubuk buruk.

Tentu saja Qiana tidak pernah berharap mereka bertemu lagi besok atau kapan pun. Dia hanya ingin menyingkirkan Ned malam ini.

“Tentu saja kita akan bertemu lagi. Kau jangan kuatir.” Ned seperti setuju dengan perkataan Qiana membuat gadis itu harus memijit kepalanya.

“Siapa di dalam?” tanya Ned sambil mengarahkan dagunya ke kamar.

“Ibuku. Aku tidak ingin dia terbangun dan memergokiku dengan seorang lelaki malam-malam begini.”

Qiana akhirnya membiarkan pintu terbuka dan melangkah ke dalam. Dibukanya pintu kamar perlahan dan menjenguk sebentar. Ibunya tampak tertidur pulas. Qiana kembali menutup pintu dengan hati-hati.

“Baiklah.” Ned mendadak bangkit dari duduknya. “Aku tidak lama-lama. Hanya memastikan kau tidak tinggal bersama dengan lelaki lain.”

Qiana meringis mendengarnya. Apakah tampangnya seperti gadis murahan yang tinggal dengan sembarang lelaki sebelum menikah?

Ned melangkah keluar. Di belakangnya, Qiana menarik napas lega. Dia mencibir pada punggung Ned bersamaan saat lelaki itu menghentikan langkahnya dan berbalik.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status