“Maafkan aku!” Esme hampir terjatuh karena membungkuk untuk minta maaf pada Amanda.
Sementara itu Amanda sama sekali tidak mengerti kenapa wanita yang menjadi ibu suaminya itu minta maaf. Tetapi, Amanda berhasil menyambut tubuh Esme dan membantunya duduk dengan benar kembali.
“Jangan lakukan hal yang berbahaya, Bu!” William terdengar memperingatkan dengan kesal.
Di telinga Amanda walau terdengar ketus, peringatan William terdengar tulus. Suara dingin setiap kali berbicara pada ibunya yang keras didengar Amanda sudah tidak lagi ada. Ia benar-benar senang mendapati perubaha selama dirinya tak ada.
“Ibu mau minum teh denganku di taman?” tanya Amanda.
Ia telah banyak tidur di atas pesawat dan penerbangan yang tak sampai dua jam tersebut sama sekali tidak memberinya efek buruk seperti mabuk. Dilihatnya Esme menoleh dahulu pada William.
“Tidak ....”
Sebelum William selesai mengatakan penolakan
“Astaga ... Pak Azzar! Kenapa berdiri di depan pintu!” seru Amanda kaget.Ia menutup pintu dengan sangat hati-hati supaya tidak terdengar sampai ke dalam kamar mandi. Tetapi, malah hampir menabrak Azzar yang entah bagaimana telah berdiri di sana. Amanda yakin kalau saat ia masuk beberapa saat lalu, tidak ada siapapun di sana. Bahkan saat Inel pelayan yang membantu Amanda membuka pintu, masih tidak ada siapa-siapa.“Tuan William mengirimi saya pesan untuk berada di sekitar sini jika ada apa-apa!” Setelah mengatakan itu Azzar berdehem. Ia sepertinya sedikit malu dengan perintah yang diberikan padanya. Amanda jadi penasaran apa isi perintah sebenarnya. “Ada yang bisa saya bantu, Nyonya?” tanya Azzar pada Amanda.“Prisilla sebentar lagi akan datang!”Jika William bahkan menempatkan Azzar di depan pintu, maka sepertinya pembicaraan yang akan dilakukan suaminya itu begitu penting.“Jadi?” tanya
Amanda memandangi bayangannya di cermin. Tak menyangka akan bersama William semalam. Mereka berdua bahkan melupakan makan malam. Lalu pagi tadi, William bangun di sampingnya tersenyum dan mengucapkan kata “pagi” dengan senyum cerah.“Jantungku tidak akan kuat!” keluh Amanda.Mengingat bagaimana William begitu menginginkannya saja sudah membuat Amanda meledak karena senang. Benar seperti ini, kan, rasanya dicintai?” Tanya Amanda di dalam hati.Suara ketukan di pintu kamar menyentak lamunan Amanda. Ia menoleh. “Siapa?” tanyanya. Dalam hati ia menebak, Jangan-jangan itu William?Setelah selesai mandi, William bergegas pergi. Amanda sempat melihat Azzar ada di pintu tadi. Ia akan memarahi Azzar nanti saat hanya ada mereka berdua saja.“Ini Inel, Nyonya! Sarapannya mau di kamar atau di ruang makan saja?” tanya Inel.“Ruang makan saja!” seru Amanda.Ia benar
“Kenapa kamu muncul di sini lagi? Astaga!” Stefani terpekik di depan pintu. Kepala William muncul kembali. Kalau Amanda tak salah hitung itu sudah terjadi sebanyak tiga kali dengan intensitas sepuluh menit sekali. Amanda yang mengetahui perbuatan William hanya berpura-pura saja tak mendengar dan tetap fokus pada riasannya yang sedang dikerjakan. “Apa riasannya sudah selesai?” tanya William datar. “Kalau dia sudah selesai, aku akan mengantarnya ke depan pintu! Pergilah dari sini atau aku akan membawa kabur istrimu!” Ancaman keluar dari mulut Stefani. Saat wanita yang menjadi perancang busana itu menutup pintu dengan dibanting keras, ia masih saja merungut panjang pendek. “Lihat bagaimana pria menyebalkan itu menjadi posesif pada apa yang dimilikinya!” tambahnya sambil menyentak-nyentak ujung gaun Amanda sehingga semakin cantik jatuhnya. “Maafkan dia!” pinta Amanda mewakili William. “Pastikan dia membayar dua kali lipat. Biaya jasa dan permintaan maaf karena sudah menganggu!” seru
Kuburan Wyatt terletak di dekat makan Anna. Nama Wyatt terpampang jelas di sana. William sangat keberatan dengan kedatangan William ke makan Wyatt. Menurutnya tak perlu melakukan hal yang berlebihan menunjukkan rasa hormat yang tak seharusnya tak diterima Wyatt. “Usia kandunganku sekarang tiga bulan! William sangat tidak suka saat aku mengusulkan ke sini! Tapi, aku harus pergi ke sini!” Amanda bermonolog sendiri. Ia berhenti dan menoleh ke arah jalan masuk tempat ia datang. Ada Azzar di sana dan juga Inel. Ia berhasil menyuruh dua orang itu berhenti di pintu masuk. Jadi ia bisa mengatakan apa yang ingin dikatakan di sini. “Aku sama sekali tidak merasa sedih karena kematianmu! Hubungan kita tidak sampai seperti itu, bukan! Kamu tidak menyukaiku, aku juga tidak!” Ia lalu meletakan salah satu buket bunga yang dibawa di makam Wyatt dan satunya lagi di tempat Anna. “Ibu menceritakan padaku seperti apa Anna. Kami berhasil menemukan salah satu foto tua wanita yang kamu cintai itu. Dia .
“Si-siapa?” tanya Amanda tergagap.Amanda yakin kalau matahari sama sekali belum terbit. Di luar pasti masih gelap dan ia terjaga di ruangan yang sama sekali tidak dikenal. Hal terakhir yang diingat adalah Alex yang mengajaknya ke berdansa setelah menegak minuman yang warna dan rasanya seperti jus. Hanya saja setelah berputar dalam alunan music beberapa kali, kepalanya pusing dan tubuhnya terasa sangat berat. Alex berkata akan mengantarnya ke kamar, tetapi ini bukan kamar miliknya.“Alex, apa itu kamu?”Amanda yakin ada seseorang yang sedang duduk di kursi dengan lengan tinggi dekat jendela kaca dengan tirai-tirai besar berwarna abu-abu—atau saat ini seperti itu yang dilihatnya. Masih belum juga ada sahutan dari yang dikiranya orang. Dengan memaksakan diri, ia mengangkat tubuhnya ke tepi tempat tidur. Ia duduk selama beberapa saat untuk mengumpulkan sisa kesadarannya yang tercecer.“Tidak usah berdiri, tetap duduk
“Tuan!” Azzar, pria berusia 45 tahun menunduk saat William masuk ke kamar VVIP 3, ruangan lain yang bisa dipakai di hotel.“Gadis dari kamar VVIP 1 sudah keluar?” tanya Wiliiam. Ia melepaskan jas dan menyampirkan di punggung kursi sebelum duduk di sofa.Azzar menunduk kidmat. “Sudah, Tuan.”“Sudah suruh orang untuk mengikutinya juga?”Azzar menjawab dengan satu kata yang sama dan intonasi yang sama pula. Semua hal di diri Azzar seolah sudah terstruktur dengan baik yang tidak memberi peluang untuk William melihat kecacatan di dalam setiap tindakannya.William mengibaskan tangannya sedikit untuk menyuruh Azzar mengurus hal kecil lainnya. Selepas pintu tertutup di belakangnya, ia merebahkan kepalanya pada undakan sofa. Semalam ia tidak tidur karena takut Amanda melarikan diri.Lebih tepatnya ia lebih takut kehilangan kesempatan memanfaatkan apa yang ada di depan mata. Ponselnya berdering kembali.
“PRIA BRENGSEK!!” maki Prisilla keras-keras.Bahkan Amanda yang bercerita padanya menutup telinga. Ia paham dengan kekesalan sahabat karibnya ini. Prisilla kenal Alex dan sejak awal hubungan Amanda dan lelaki itu, sahabatnya menentang.“Bisa-bisanya dia brengsek!” Dari mulut Prisilla meluncur sumpah serapah untuk Alex. Amanda tidak akan menghapal satu pun sumpah serapah dari berbagai bahasa itu. Ia tidak berniat mengucapkannya, tetapi ia bersyukur ada yang mau memakai semua itu untuk menyumpahi lelaki paling brengsek dalam hidupnya. “Aku akan membunuhnya jika bertemu!” kata Prisilla sungguh-sungguh.Amanda merasa dirinya amat sangat buruk kini. Ia tidak tahu apa yang bisa dikatakan pada Prisilla. Ia memang memberitahu kalau Alex menjualnya, tetapi tidak mengatakan kalau ia sudah terjual. Ia tidak mau Prisilla menghindarinya. Amanda merasa sangat egois, tetapi ia butuh teman seperti Prisilla sekarang.&ldqu
Bolehkah William merasa senang melihat reaksi Amanda? Pupil gadis di depannya membesar dan tubuh Amanda bergetar. Walau gadis itu berusaha keras untuk menyembunyikan reaksi tubuhnya, William bisa melihatnya dengan jelas. Mengemaskan. Ia membatin. Rasanya kehidupan bersama Amanda akan sangat menarik. Setiap pagi ia akan melihat wajah cantik Amanda. Kadang-kadang melihat kilatan kemarahan di mata gadis ini. Lalu bisa jadi ia akan melihat cinta. Untuk semua hal yang bisa dilakukan, William bersedia mengorbankan apapun untuk menjadikan Amanda istri kontraknya. Amanda mendorong tubub William untuk mundur dari dirinya. Kemudian ia memeluk dirinya sendiri untuk bisa menghentikan getaran dari perasaan takut yang menjalarinya. “Kamu baik-baik saja?” tanya William mulai sedikit khawatir. Amanda memang terlihat kuat. Namun, masalah yang tumpeng tindih menimpanya bukan sesuatu yang bisa dihadapi manusia yang waras untuk tidak terguncang. “Jangan