Kuburan Wyatt terletak di dekat makan Anna. Nama Wyatt terpampang jelas di sana. William sangat keberatan dengan kedatangan William ke makan Wyatt. Menurutnya tak perlu melakukan hal yang berlebihan menunjukkan rasa hormat yang tak seharusnya tak diterima Wyatt. “Usia kandunganku sekarang tiga bulan! William sangat tidak suka saat aku mengusulkan ke sini! Tapi, aku harus pergi ke sini!” Amanda bermonolog sendiri. Ia berhenti dan menoleh ke arah jalan masuk tempat ia datang. Ada Azzar di sana dan juga Inel. Ia berhasil menyuruh dua orang itu berhenti di pintu masuk. Jadi ia bisa mengatakan apa yang ingin dikatakan di sini. “Aku sama sekali tidak merasa sedih karena kematianmu! Hubungan kita tidak sampai seperti itu, bukan! Kamu tidak menyukaiku, aku juga tidak!” Ia lalu meletakan salah satu buket bunga yang dibawa di makam Wyatt dan satunya lagi di tempat Anna. “Ibu menceritakan padaku seperti apa Anna. Kami berhasil menemukan salah satu foto tua wanita yang kamu cintai itu. Dia .
“Si-siapa?” tanya Amanda tergagap.Amanda yakin kalau matahari sama sekali belum terbit. Di luar pasti masih gelap dan ia terjaga di ruangan yang sama sekali tidak dikenal. Hal terakhir yang diingat adalah Alex yang mengajaknya ke berdansa setelah menegak minuman yang warna dan rasanya seperti jus. Hanya saja setelah berputar dalam alunan music beberapa kali, kepalanya pusing dan tubuhnya terasa sangat berat. Alex berkata akan mengantarnya ke kamar, tetapi ini bukan kamar miliknya.“Alex, apa itu kamu?”Amanda yakin ada seseorang yang sedang duduk di kursi dengan lengan tinggi dekat jendela kaca dengan tirai-tirai besar berwarna abu-abu—atau saat ini seperti itu yang dilihatnya. Masih belum juga ada sahutan dari yang dikiranya orang. Dengan memaksakan diri, ia mengangkat tubuhnya ke tepi tempat tidur. Ia duduk selama beberapa saat untuk mengumpulkan sisa kesadarannya yang tercecer.“Tidak usah berdiri, tetap duduk
“Tuan!” Azzar, pria berusia 45 tahun menunduk saat William masuk ke kamar VVIP 3, ruangan lain yang bisa dipakai di hotel.“Gadis dari kamar VVIP 1 sudah keluar?” tanya Wiliiam. Ia melepaskan jas dan menyampirkan di punggung kursi sebelum duduk di sofa.Azzar menunduk kidmat. “Sudah, Tuan.”“Sudah suruh orang untuk mengikutinya juga?”Azzar menjawab dengan satu kata yang sama dan intonasi yang sama pula. Semua hal di diri Azzar seolah sudah terstruktur dengan baik yang tidak memberi peluang untuk William melihat kecacatan di dalam setiap tindakannya.William mengibaskan tangannya sedikit untuk menyuruh Azzar mengurus hal kecil lainnya. Selepas pintu tertutup di belakangnya, ia merebahkan kepalanya pada undakan sofa. Semalam ia tidak tidur karena takut Amanda melarikan diri.Lebih tepatnya ia lebih takut kehilangan kesempatan memanfaatkan apa yang ada di depan mata. Ponselnya berdering kembali.
“PRIA BRENGSEK!!” maki Prisilla keras-keras.Bahkan Amanda yang bercerita padanya menutup telinga. Ia paham dengan kekesalan sahabat karibnya ini. Prisilla kenal Alex dan sejak awal hubungan Amanda dan lelaki itu, sahabatnya menentang.“Bisa-bisanya dia brengsek!” Dari mulut Prisilla meluncur sumpah serapah untuk Alex. Amanda tidak akan menghapal satu pun sumpah serapah dari berbagai bahasa itu. Ia tidak berniat mengucapkannya, tetapi ia bersyukur ada yang mau memakai semua itu untuk menyumpahi lelaki paling brengsek dalam hidupnya. “Aku akan membunuhnya jika bertemu!” kata Prisilla sungguh-sungguh.Amanda merasa dirinya amat sangat buruk kini. Ia tidak tahu apa yang bisa dikatakan pada Prisilla. Ia memang memberitahu kalau Alex menjualnya, tetapi tidak mengatakan kalau ia sudah terjual. Ia tidak mau Prisilla menghindarinya. Amanda merasa sangat egois, tetapi ia butuh teman seperti Prisilla sekarang.&ldqu
Bolehkah William merasa senang melihat reaksi Amanda? Pupil gadis di depannya membesar dan tubuh Amanda bergetar. Walau gadis itu berusaha keras untuk menyembunyikan reaksi tubuhnya, William bisa melihatnya dengan jelas. Mengemaskan. Ia membatin. Rasanya kehidupan bersama Amanda akan sangat menarik. Setiap pagi ia akan melihat wajah cantik Amanda. Kadang-kadang melihat kilatan kemarahan di mata gadis ini. Lalu bisa jadi ia akan melihat cinta. Untuk semua hal yang bisa dilakukan, William bersedia mengorbankan apapun untuk menjadikan Amanda istri kontraknya. Amanda mendorong tubub William untuk mundur dari dirinya. Kemudian ia memeluk dirinya sendiri untuk bisa menghentikan getaran dari perasaan takut yang menjalarinya. “Kamu baik-baik saja?” tanya William mulai sedikit khawatir. Amanda memang terlihat kuat. Namun, masalah yang tumpeng tindih menimpanya bukan sesuatu yang bisa dihadapi manusia yang waras untuk tidak terguncang. “Jangan
Taman tempat ia sering bermain masih seperti dulu. Rumpun mawar tertata sangat cantik di tengah dan perdu-perdu berwarna-warni mengelilingi bagian yang berfungsi sebagai jalan setapat dan tempat bermain. Aku tidak ingin kembali. William menyugar rambutnya dengan kedua tangan. Ia enggan keluar dari mobil. Ketukan di kaca mobil membuatnya membuka mata. Ia harus keluar. Atau bisa saja diseret secara paksa nanti. “Aku senang bisa melihatmu setelah sekian lama, Nak.” Sayang sekali, William tidak merasakan hal yang sama. Ia juga tahu kalimat yang diucapkan ayah tirinya hanya di bibir saja. Jauh di dalam lubuk hati pria yang terpaksa dipanggil Ayah sejak umur lima tahun mengumpat, menyuruhnya mati setiap kali bertemu. “Aku juga begitu, Papa. Aku rindu sekali dengan rumah.” Kalimatnya begitu kontradiksi mengingat betapa ia selalu mencari alasan untuk bisa keluar dari rumah sejak umurnya sepuluh tahun. “Ibumu sudah menunggu. Ia
Kepala Amanda sakit sekali. Ia susah payah mengusir Prisilla semalam. Teman karibnya itu memaksa untuk tetap berada di kamar kosnya sampai ia menceritakan bagaimana William dan Amanda bisa bertemu. Selepas Prisilla pulang, Amanda tak lantas tidur. Pikirannya berkelana tanpa arah. Pertama-tama menyalahkan takdir pertemuannya dengan Alex. Kemudian menyalahkan dirinya yang kerasa kepala, padahal banyak orang yang sudah memperingatkannya. Selanjutnya ia mengutuk diri sendiri karena terpesona pada William. Amanda mengacak kepalanya karena frustrasi. Ia lalu merebahkan diri memandang langit-langi yang mungkin saja bisa menenangkan hatinya sedikit. “Kenapa hal seperti ini bisa terjadi? Aku punya dosa apa di masa lalu sampai dihukum seperti ini?” keluhnya sebelum menutup wajah dengan bantal. Begitu merasa sesak ia melempar benda itu ke sisi lain ranjang. Jika terus-terusan berada di rumah, Amanda tidak tahu akan sebanyak apalagi pikiran buruk datang padanya.
“Jadi dia menolak keponakanku?” Ayah tiri William meremas kertas yang menjadi bulatan-bulatan kecil dan menjentikannya kembali ke atas meja.Ia baru saja selesai menjamu keponakannya yang patuh dan cantik. Kembali mengatakan pada gadis berusia 23 tahun tersebut kalau anak tirinya akan menyetujui rencana pertunangan tersebut. Kini ia mendapatkan kabar yang bisa menghancurkan rencananya dengan cepat.“Dia tidak punya hubungan dengan seorang gadis bukan?” tanya Wyatt pada mata-mata yang ditempatkan di dekat William.Pemuda yang menjadi sopir pribadi William itu memberi hormat terlebih dahulu sebelum menjawab, “Saya mengantarkan seorang gadis dari hotel tempat menginap Tuan William di Bali. Gadis itu pergi dengan tergesa-gesa di pagi hari. Tuan Azzar meminta saya mengantarkan gadis itu ke bandara dengan selamat.Wyatt mendesah. Ada-ada saja yang berusaha mengagalkan rencananya. Awalnya ia ingin memanfaatkan Esme, untuk mengekang