Share

Bab 10

last update Last Updated: 2022-09-27 12:39:03

PoV Arfan

Beberapa pasang mata mulai melihat aku dan Angel diseret oleh Pak Terno sepanjang korikor hingga kami sekarang berada di lift. Entah berapa pasang mata yang bersorak, memaki, serta mencaciku dan juga Angel.

Aku malu, sungguh malu. Hanya bisa menutup kedua netra ini dengan kedua tanganku. Aku ingin bersuara untuk memohon, tapi takut Pak Terno akan melakukan hal lebih kejam dari ini. Begitu pun Angel, dia hanya terdiam, hanya isakan tangisnya yang terdengar. Lagian percuma juga dia meratapi, semua tidak akan kembali seperti semula.

"Seret keliling kantor Pak Terno, kapan perlu live streaming biar pada kapok pelaku penzina kayak mereka" sorak salah satu karyawan, aku tidak tahu siapa, yang jelas dia perempuan.

"Nanggung, sekalian aja adegan biar kami tonton rame-rame," ujar seorang pria.

"Hu ...."

"Bikin malu saja kalian."

"Hoi ... ngaca dong ngaca."

"Heran ya, zaman udah susah masih selingkuh-selingkuh, kayak udah banyak duit aja."

Mereka menjadi-jadi menyorakiku dengan Angel. 'Awas saja kamu, Angel. Selepas ini, aku akan bikin perhitungan sama kamu.' aku menggerutu di dalam hati. Jelas aku tidak terima, sangat tidak terima. Bersusah payah Laniara merekomendasikan aku agar bisa menduduki kursi Manager, sekarang dengan sekejap mata semuanya sirna.

Jelas aku tidak terima, ini semua salah Angel. Andai saja dia tidak datang ke ruanganku dan menggodaku, pasti Pak Sanjaya tidak akan memecatku. Aku malu sebenarnya dengan Pak Sanjaya, sangat malu. Walaupun tadi aku masih bersikekeuh supaya dia mengurungkan niatnya untuk memecatku, tapi nyata tidak.

Aku semakin takut, bagaimana kalau Pak Sanjaya memberi tahu Laniara soal apa yang terjadi di kantor. Aku tak tahu harus bagaimana dan berbuat apa. Bagaimana kalau Laniara minta bercerai? Tidak ... tidak, aku tidak ingin bercerai dengan Laniara.

Sesampainya di bibir teras lobbi aku dan Angel dilempar bagai membuang sampah. Aku pikir Pak Terno masih punya hati dan tidak berlaku kasar padaku. Terserah pada Angel, aku tak peduli sekarang. Aku kehilangan pekerjaan demi wanita mur*h*n seperti dia.

"Aaauuuuu ...." pekikku bersamaan dengan Angel. Aku dan Angel terpental ke halaman parkir.

"Pergi dari sini!" teriak Pak Terno, telunjuknya mengudara ke arah gerbang utama jalur masuk ke kantor ini. "Jika kalian masih saya tidak segan akan menyakiti kalian lebih dari ini!" Ancaman Pak Terno membuatku terkesiap.

"Baru kali ini ada karyawan yang menjijikan seperti kalian. Masih karyawan baru tapi sudah mencoreng di sini. Pergi!" teriakan Pak Terno makin menggelegar.

Aku tak berani melawan dan menjawab, apalagi beberapa karyawan masih berdiri di ambang pintu utama, seperti ingin mengeroyokku dan juga Angel, tapi di hadang oleh beberapa satpam.

"Sudah, sudah. Bapak dan ibu semua silakan kembali ke ruangannya masing-masing. Jangan sampai Pak Sanjaya turun dan melihat Bapak/Ibu semua masih berdiri di sini."

Pintu utamanya yang tadinya penuh sesak, sekarang sudah lengang. Tidak ada lagi para karyawan yang berdiri di ambang pintu. Beberapa satpam sudah kembali bertugas, tapi tidak untuk Pak Terno. Lelaki bertubuh kekar itu masih berdiri di ambang pintu utama dengan mata menyalang sempurna.

Dengan gontai aku berusaha bangkit, tubuh ini terasa berat selaki, persendianku terasa sakit semua, napasku sesak, debar jantungku pun tak beraturan.

"Mas, bantu aku," pinta Angel dengan lirih. Dasar jal*ng usai dia menghancurkan semuanya, kini dia malah meminta tolong padaku.

"Bangkit saja kamu sendiri, jal*ng?" bentakku, ingin sekali kutampar wajahnya yang sudah tak berbentuk itu. Polesan make up-nya sudah luntur oleh air mata.

"Mas! Kamu apa-apaan sih? Kok kasar banget sama aku? Hah?"

"Lalu? Masalah buat kamu dengan sikapku sekarang?"

"Mas, kita melakukan atas suka sama suka. Kamu sendiri 'kan yang bilang sudah bosan dengan Laniara. Apalagi dia tidak bisa melayani kamu seutuhnya sebagai seorang istri. Sekarang, di saat semua sudah terlanjur mengapa aku yang harus kamu salahkan. Hah? Jawab, Mas!" Angel menyerang, dia seka setiap air matanya yang berjatuhan.

"Hahahaha," tawaku pecah mendengar setiap kata yang dia lontarkan. "Suka-suka aku, semenjak ada kamu memang aku bosan dengan Laniara, tetapi tidak untuk sekarang. Lagian kamu sendiri yang memberikan tubuhmu padaku. Jadi, apa yang perlu dipermasalahkan sekarang," jawabku suka-suka.

Aku masih berusaha bangkit, tapi begitu sakit rasanya seluruh tubuh ini. Rasanya remuk semua.

"Mas! Jaga mulut kamu. Sekarang mengapa berbeda, hah? Apa karena kamu tidak punya apa-apa, jadi segampang itu kamu mencampakkan aku? Iya? Hah?"

"Terus, masalahnya apa? Itu urusan kamu, Ngel. Bukan urusan aku. Mulai sekarang urus saja dirimu sendiri jangan pernah datang apalagi menganggu kehidupanku dan Laniara. Oh iya, satu lagi, jangan pernah menghubungi mama dan adikku. Kamu tidak berguna lagi sekarang. Ngerti!"

"Oh, oke. Kamu salah jika bermain-main denganku, Arfan. Kamu pikir aku akan terima dicampakkan begitu saja. Tidak! Kamu akan terima pil pahit dari tanganku sendiri. Lihat saja, siapa nantinya yang lebih sengsara."

"Hahaha, silakan saja, wanita mur*h*n. Aku bukannya sombong, tapi kupastikan, kamu yang akan lebih menderita, Angel!"

"Mas." Angel memanggilku dengan lirih, tak seperti tadi. Dia berusaha bangkit dan memelukku.

"Mas, aku mohon. Jangan tinggalkan aku."

"Lepaskan aku, Angel!" teriakku, sembari mendorong tubuh Angel.

"Mas ... bukankah kita akan menikah. Kamu bukannya janji akan menikahiku dalam waktu dekat ini, Mas. Apa kamu lupa, Mas. Jangan bilang kamu akan membatalkan semua. Mas, aku tidak serius dengan ucapanku tadi."

"Mas ... mas ...."

"Wah ... wah ... pertunjukkan yang sungguh mengharukan," ucap seseorang sembari bertepuk tangan.

Aku menoleh ke sumber suara, suara yang begitu aku kenal. Dia ...

"Laniara?" pekikku. Mataku membelalak melihat wanita yang masih berstatus istriku itu.

Dari sudut pandangan mataku, Angel pun menoleh ke arah pintu utama.

Aku melihat Laniara berdiri di ambang pintu bersama Pak Sanjaya, dia tersenyum manis melihatku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Triani Irma Sumanthi
beberapa bab berulang. cerita jg bolak balik, jd jenuh. akhir cerita tdk menarik
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Perceraian yang Terindah   EP 4

    PoV SantosoSelepas Subuh aku sudah bersiap, tentu saja ingin menyelidik perempuan itu. Aku yakin dia pasti akan berbuat hal yang tidak-tidak. Dan, akan kubuktikan pada Sanjaya bahwa dia bukan perempuan yang tepat menjadi istri serta menantu di rumah ini.Langit pekat mulai beranjak perlahan, kukemudikan mobil dengan laju kecepatan sedang. Semoga saja perempuan itu masih ada di wisma. Untung juga tadi ketika aku berpamitan sama Sanjaya dia tidak banyak bertanya dan semoga saja dia tidak menaruh curiga.Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit, akhirnya aku tiba di wisma tempat Laniara menginap. Kutepikan mobil beberapa sentimeter dari gerbang, kebetulan di tempat aku memarkir langsung tertuju pada pintu masuk utama wisma. Ini sangat membantuku untuk melihat siapa saja yang keluar masuk.Tepat pukul 07. 00 pagi, targetku keluar dari persembunyiannya. Pasti hari ini ada misi buruk yang akan dia lakukan, kalau tidak mengapa dua musti pergi dari rumah. Jikalau dia benar-benar men

  • Perceraian yang Terindah   EP 3

    Santoso menaruh kembali botol yang berisikan air minum di kursi tunggu ruang ICU. Selain membawa bekal makanan, Rita juga membawa dua botol minum berukuran sedang serta yang kecil. Sedang berisi air mineral dan yang kecil berisi kopi yang sudah mulai mendingin, tentunya untuk suaminya tercinta."Kenapa Papa jadi salah tingkah? Apa benar dugaan Mama?" tanya Rita penuh selidik.Derap langkah dr. Laila dan dr. Vincen semakin mendekati pintu ruang ICU. Bobby ditangani oleh dua orang dokter saraf, yang mana sebelumnya ditindak sama dr. Laila, tapi selama Bobby di ICU dr. Vincen pun turut turun tangan. Karena dr. Vincen memang bertugas di ruangan ICU serta beberapa ruangan lainnya.Fokus mereka menjadi buyar yang tadinya tertuju pada Santoso, kini beralih pada dua dokter yang semakin mendekati mereka."Nanti bakal Papa ceritain, itu dokter yang nanganin Bobby sudah datang," bisiknya."Itu 'kan dr. Laila, dokter yang pernah kamu maki-maki, Pa.""Sstttt ... iya," sahut Santoso kesal.Rita, San

  • Perceraian yang Terindah   EP 2

    Kembali ke PoV Laniara ya ..."Terus selama di sana kamu nginap di mana?" tanya Mama Rita sembari melepaskan pelukan perlahan."Tidak jauh dari pemukiman itu ada wisma, di situ aku menginap, Ma."Pakaian kamu bagaimana, Sayang? Bahkan pas pulang tadi kamu tidak membawa apapun dari rumah."Aku menatap kedua manik mata Mas Sanjaya, ada rasa bersalah saat aku memutuskan pergi tanpa minta persetujuannya terlebih dahulu."Mas ... sebenarnya aku ingin cerita sama kamu soal niat aku ini. Cuma ketika melihat Mama terbaring lemah tidak berdaya kuputuskan untuk ngelakuinnya sendiri tanpa melibatkan kamu. Dan ... kalau aku jujur, pasti kamu akan melarang aku, pasti kamu akan selalu bilang ini semua ujian. Lalu, aku akan larut dalam rasa bersalahku ketika mata ini menatap Mama yang lemah dan telinga ini akan mendengar soal Bobby yang belum ada perkembangannya. Dan, semua pakaian ku masih berada di wisma, Mas."Mata Mas Sanjaya makin berkaca-kaca."Aku akan semakin merasa bersalah tanpa melakukan

  • Perceraian yang Terindah   EP 1

    Bobby masih terbaring lemas sembari bangun dari koma selama lebih kurang dua Minggu lamanya."Permisi, Mbak," sapa Santoso yang lebih dulu ingin masuk ke ruangan Bobby."Iya, Pak. Jangan lupa cuci tangan dan pakai baju ini dulu, ya!" ucap Sonia, perawat ruang ICU yang berjaga shift malam."Iya, Mbak. Bobby beneran baru sadar, Mbak?""Iya, Pak. Tak lama Bobby sadar, saya langsung menghibungi Bapak. Alhamdulillah banget ya, Pak. Bobby bisa sadar secepatnya ini. Bener-bener takdir Allah itu tak disangka-sangka. Soalnya saya sangat jarang menemukan pasien yang sadar secepat ini sadar dari koma, Pak.""Benarkah, Mbak?" tanya Santoso tidak percaya. Hal yang wajar jikalau Santoso tercengang seperti itu, mengingat belum ada keluarganya yang pernah koma."Iya, Pak. Selama saya mengabdi kurang lebih sepuluh tahun, ini sungguh keajaiban sang Pencipta. Apalagi Bobby mengalami luka cukup parah ditambah kondisi tubuhnya sudah lemah." Ya wajar saja, karena Bobby anak yang punya pergaulan bebas entah

  • Perceraian yang Terindah   Bab 34

    "Gimana, Mama saya, Dok?" tanyaku pada seorang dokter yang berdiri di sisi tempat tidur Mama."Kita berbicara di ruangan saya saja, Pak," jawabnya. Membuat rongga dadaku semakin sempit."Baik, Dokter."Aku mengekori sang dokter menuju ruangannya. Papa? Dia tidak ikut. Aku pun juga tidak menawarinya untuk ikut dengan ku ataupun meminta Papa untuk tegap berada di dekat Mama."Jadi bagaimana keadaan Mama saya, Dok?" tanyaku ketika aku sudah dipersilakan duduk oleh dr. Laura di ruangannya yang tidak jauh dari ruangan IGD."Apa Mama, Bapak sedang lagi dalam masalah besar? Tampaknya beliau depresi berat.""Saya tidak tahu pasti, Dok. Tapi yang jelas, sekarang adik saya masih belum sadar pasca operasi kemarin."Dr. Laura mengangguk paham."Untuk sementara waktu, mamanya dirawat di sini dulu sampai benar-benar pulih. Karena obat penenang yang dia telan melebihi dosis dan itu juga yang menyebabkan pada akhirnya beliau pingsan.""Jadi, Mama minum obat penenang, Dok? Obat yang tadi itu, penenang

  • Perceraian yang Terindah   Bab 33

    PoV SanjayaAku dan Laniara terbelalak melihat Mama tergeletak di lantai. Masih memakai pakaian semalam. Serentak aku dan istri berjalan setengah berlari menghampiri Mama. Kamar Mama cukup luas, berukuran tujuh kali tujuh meter. Ya, cukup besar dan lengkap."Ma ... bangun ... Bangun, Ma ...." Laniara mengguncang serta menepuk lembut pipi Mama sembari terus memanggil. Aku masih terperangah tak berdaya menatap dalam kedua wanita yang sudah melahirkanku itu yang masih terpejam. Mulutku terasa berat untuk berucap. Tanganku gemetar ketika memegang tubuh Mama yang tidak berdaya. Wajah Mama juga pucat pasi."Mas ... ini obat apa?" tanya Laniara sembari memperlihatkan beberapa butir obat yang dia punguti dari lantai.Aku tak menyahut, bibir ini begitu kelu."Denyut nadi Mama masih ada kok, Mas. Kamu jangan panik," ujar istriku menenangkan. Namun, sekalipun begitu tak ampuh bagiku saat ini.Terdengar Laniara kembali memanggil Mama, tapi Mama tak juga sadar. Jangan 'kan menyahut merespon dengan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status