Share

Bab 9

PoV Nina

"Abis nelfonan sama siapa, Ma? Kok, senyum-senyum gitu?" tiba-tiba Ayudia masuk ke kamarku. Ya, lagian mana mungkin menantuku itu yang berani masuk ke dalam kamar ini.

"Ssssssttt ... jangan keras-keras nanyanya. Nanti kedengaran sama Laniara. Tutup pintunya! Ini nih, abis nelfonan sama si Angel-lah. Siapa lagi," sahutku sembari senyum-senyum menatap layar ponselku.

Setelah menutup pintu Ayu pun berjalan mendekatiku, kini suaranya pun tidak sekeras tadi, "Angel? Bahas apaan kok sampai senyum-senyum gitu, Ma?" tanya Ayudia penasaran. Aku beranjak, lalu berdiri di depan meja riasku. Kini kami berhadapan.

"Ya ... seperti biasa lah, Yu. Mama basa-basi kapan diajakin shopping sama si Angel," jawabku semringah. Tentunya, diotakku sudah ada rentetan barang yang akan kubeli jika nanti.

"Yakin cuma itu aja, Ma. Mana mungkin Kak Angel mau ngasih cuma-cuma, Ma. Sebelumnya dia royal ke kita 'kan ada tujuan juga."

"Ya ... apalagi kalau bukan masalah Lani. Mama cuma jalanin apa yang dia mau aja. Yang penting mama bisa minta apa saja sama dia.

"Memangnya disuruh ngapain, Ma?" tanya Ayudia penasaran.

"Katanya mau jebak si Lani. Terus mama disuruh nggak banyak nanya sama nggak ngelarang Lani. Soalnya nanti 'kan dia mau keluar tuh. Pokoknya gitu deh, Yu."

"Ih, aneh-aneh aja deh. Aku penasaran sama rencananya Kak Angel."

"Udah ... nanti aja kalau udah beres tanyain ke dia."

"Ma, sebenarnya mama pihak siapa sih? Laniara atau Angel?" tanya Ayudia anak perempuan-ku satu-satunya.

"Dua-duanya," jawabku santai sembari mengusap-usap layar ponselku.

"Apa? Dua-duanya? Mama lagi nggak sakit 'kan?" tanya Ayudia kaget. Matanya terbelalak tak percaya.

"Kamu apaan, sih. Kamu pikir mama gila!"

"Ya ... kali aja. Apalagi mama 'kan suka marahin si Lani kalau Mas Arfan sudah pergi kerja. Suruh ini suruh itu, sampai kulihat menantu kesayangan mama itu nggak ada istirahat. Kalau begitu ya wajarlah, Ma, dia nggak hamil-hamil. Eh sekali setahun hamil malah keguguran mulu. Eh sekarang bilang mau pihak keduanya 'kan aneh, Ma," cerocos Ayudia.

"Wuuueeekkk ... menantu kesayangan dari mana. Mama cuma jadiin dia babu selain sumber keuangan kita juga. Terus dia 'kan banyak andil juga untuk perjalanan karirnya Arfan. Sayang juga kalau didepak begitu aja. Kamu gimana sih? Udah dikuliahin tapi nggak pinter-pinter. Masa nggak bisa mikir realitis dikit. Sekarang zaman udah berkembang pesat, Yu. Kamu malah diam ditempatkan aja."

"Hmm ... iya juga sih. Tapi ...." Ayudia tampak kebingungan sambil garuk-garuk kepalanya.

"Memangnya kenapa? Bukannya kita lebih untung? Ya, 'kan?" ucapku sambil mengode Ayudia dengan menggerakkan kedua alis.

"Hmm ... tapi bener juga sih, Ma. Meskipun aku sebenarnya lebih nyaman sama Kak Angel, tapi nggak ada salahnya juga maanfatin dia. Lagian 'kan dia juga butuh aku, aku 'kan juga turut andil dalam hubungannya dengan Mas Arfan agar bisa segera dinikahi sama Mas Arfan. Kalau Laniara, memang dari awal aku nggak srek. Sekalipun dia begitu banyak berpengaruh selama ini di kehidupan aku dan Mama apalagi Mas Arfan. Namun, entah kenapa hatiku tak menaruh simpati padanya, Ma," ujar Ayudia panjang kali lebar lalu duduk di bibir ranjang.

"Ssstttt ... jangan keras-keras ngomongnya. Ya udah kamu balik gih ke kamar, mama mau menjalankan aksi."

Setelah Ayudia bertolak ke kamarnya, akupun memenduduki kursi di ruang tengah sembari menonton televisi. Tentunya, ditemani cemilan kesukaanku dari dulu brownies panggang.

???

"Gimana, Ngel? Berhasil rencana kamu? Laniara kemakan jebakan kamu, nggak?" tanyaku lewat sambungan telepon. Angel meneleponku selepas dua jam Laniara keluar dari rumah.

"Nggak tau deh, Tan. Tadi masa Laniaranya nggak marah-marah pas liat aku sama Mas Arfan lagi bergelut. Jarang-jarang lho ada istri bersikap gitu. Biasanya 'kan marah-marah dan minta cerai. Gimana nih, Tan? Gimana kalau Laniara nggak mau ceraiin Mas Arfan, masa iya aku jadi simpanan terus," terdengar kepanikan Angel di seberang sana.

"Ya udah, kamu tenang saja. Nanti biar tante yang urus di rumah. Biar tante suruh Arfan nikahin kamu. Tapi jangan lupa sama janji kamu, Ngel."

"Iya, Tan. Kalau masalah itu mah beres. Tante nggak usah khawatir. Sekarang tante bantuin aku lagi. Buat Laniara minta cerai dari Mas Arfan. Lagian Mas Arfan juga katanya nggak mau ceraiin Laniara sebelum misinya tuntas. Tapi 'kan aku butuh kepastian, Tan."

"Iya-iya. Tante ngerti."

"Janji ya, Tan. Harus berhasil, jangan sampai enggak lho!"

"Iya, tante usahain. Semoga saja Laniara kemakan sama omongan tante, nanti. Kamu tenang saja. Nanti gimananya tante hubungin lagi. Yah? Udah yah?"

Aku menghela napas panjang, aku pikir urusan nggak bakalan serumit ini. Beda sama urusan aku yang dulu. Dulu ketika aku merebut suami orang, istri pertamanya langsung marah-marah. Dan, mereka berpisah. "Ribet juga nih ... ih" gerutuku sambil mengepal kedua tangan.

"Kenapa, Ma? Kok wajahnya nggak bersahabat gitu? Ada masalah lagi?"

"Ini nih, si Angel. Katanya Laniara nggak marah pas ketahuan Arfan sama dia berduaan. Kita harus cari cara lain, Yu."

"Hmm ... ya udah, nanti mama atur aja, aku nanti nimbrung-nimbrung dikit kayak minyak tanah. Biar api-nya makin gede. Mana tahuan nanti kita berdua berhasil bikin Laniara marah besar dan minta cerai dari Mas Arfan. Lagian sekarang kita juga nggak butuh dia, Ma. Mas Arfan udah diposisi bagus, nggak butuh Laniara lagi, jadi nggak usah tungguin misi yang lainnya.

"Bener juga kamu, Yu. Ya udah nanti mama mau terang-terangan deh nyuruh Angel dan Arfan nikah. Buat apa ditutup-tutupin lagi. Lagian nanti juga kalau Angel dan Arfan menikah, 'kan Angel bisa jadi sumber pundi-pundi kita, ya 'kan, Yu?"

"Iya, ma. Ma pesanin makanan dong, itu menantu kesayangan mama, nggak masak. Ini nanti juga bisa jadi bahan buat kita marah sama dia, Ma," ujar Ayudia. Aku sangat paham apa yang dimaksud Ayudia.

Ternyata kedua anakku bisa mewarisi kepintaran kayak mamanya.

Ya ampun ... lebih pedes dari cabe rawit ternyata ... ???

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status