Share

Bab 4

Author: Ayudhia
Setelah mobil melaju pergi, Regio Charis yang berdiri di samping Jeremy dari tadi mengamati Jeremy. Dia meniru nada bicara Vanessa tadi dan sengaja meledek, "Pak Jeremy ...."

Regio berkomentar, "Jeremy, kenapa aku nggak tahu kamu suka membantu orang lain?"

Mata Jeremy yang kelam melirik Regio sekilas. Jeremy menyahut dengan suara berat, "Dia ibunya teman Alika."

Regio baru paham, tetapi dia masih sedikit bingung. Regio menanggapi, "Selain status ini, aku tahu dia itu istrinya Marvin dari Grup Tanrio. Wanita ini sangat terkenal di Kota Harvan karena kecantikannya! Aneh, Vanessa itu istrinya Marvin. Seharusnya Leon dan beberapa orang itu nggak berani memperlakukan istri Marvin begitu."

Ekspresi Jeremy tampak dingin dan tenang. Dia tidak mengatakan apa pun. Regio tertawa, lalu melanjutkan, "Aku penasaran sekali. Kalau Marvin nggak mampu melindungi wanita cantik seperti ini, menurutmu siapa yang mampu?"

Jeremy seperti tidak paham, mungkin juga dia tidak peduli. Jeremy mengangkat pergelangan tangannya untuk melihat jam. Dia berujar, "Ayo pergi."

"Ya sudah. Lain kali baru bicarakan lagi," balas Regio. Tak lama kemudian, mereka juga meninggalkan Klub Niana.

....

Vanessa pulang ke rumah. Dari tadi dia terus berusaha menguatkan dirinya, sekarang dia duduk dengan lemas.

Vanessa melepaskan karet rambutnya sehingga rambutnya yang panjang tergerai. Dia memijat kulit kepalanya yang kaku supaya tubuhnya lebih rileks.

Vanessa tidak berani memikirkan bagaimana Leon mengganggunya lagi nanti. Namun, dia yakin status Jeremy cukup untuk membuat Leon dan lainnya menahan diri untuk sementara waktu.

Jeremy adalah anggota Keluarga Faraday di Kota Harvan. Mereka adalah orang kaya lama. Awalnya, leluhur Keluarga Faraday adalah pejabat yang juga menggeluti dunia bisnis.

Kemudian, anggota Keluarga Faraday terpencar di berbagai belahan dunia karena perubahan generasi. Sementara itu, keluarga Jeremy memiliki fondasi yang kuat di Kota Harvan. Grup Faraday selalu menguasai dunia bisnis di kota ini.

Dulu Jeremy langsung masuk ke perusahaan setelah lulus kuliah. Dia mulai bekerja dari tingkat terendah dan perlahan mencapai posisi tertinggi. Setelah itu, Jeremy melakukan perombakan besar-besaran pada dewan direksi Grup Faraday dalam beberapa tahun.

Tindakan Jeremy sangat tegas sehingga membuat semua orang gentar setiap mengungkit tentangnya. Bahkan dulu Marvin pernah mengatakan dia mengagumi dan menghormati Jeremy.

Vanessa tiba-tiba teringat apa istrinya Jeremy bisa tahu dia memanfaatkan kekuasaan Jeremy untuk memperdaya Leon dan lainnya sementara waktu? Takutnya istri Jeremy salah paham.

Ponsel yang mendadak berdering membuyarkan lamunan Vanessa. Giselle yang menelepon, "Mama, malam ini aku boleh tinggal di rumahmu nggak? Besok hari Sabtu, aku mau menghabiskan waktu bersamamu di akhir pekan."

"Tentu saja boleh. Mama jemput kamu sekarang," sahut Vanessa. Dia segera menenangkan dirinya, lalu pergi ke sekolah Giselle dengan menaiki taksi.

Vanessa yang baru sampai di depan pintu sekolah kebetulan melihat Giselle dan Alika berjalan ke luar bersama. Kedua remaja itu tersenyum lebar dan rambut mereka yang dikucir bergoyang. Mereka terlihat senang.

Vanessa bergegas turun dari mobil, lalu melihat mereka berdua sembari tersenyum dan memanggil, "Giselle, Alika."

"Mama," panggil Giselle. Dia segera menghampiri Vanessa dan memeluknya.

Alika juga ikut berlari menghampiri Vanessa. Dia memandangi Vanessa yang cantik dengan mata berbinar-binar. Alika menyapa, "Bibi, lama nggak jumpa. Bibi kelihatan makin cantik."

"Alika, kamu juga makin cantik," balas Vanessa.

Alika tersenyum. Dia juga meraih tangan Vanessa dan mengusapnya. Alika yang tidak bisa mengendalikan dirinya memuji, "Bibi, kenapa kamu begitu cantik? Aku juga ingin menjadi sepertimu setelah dewasa nanti. Bibi benar-benar cantik."

Vanessa tidak bisa menahan tawanya sesudah mendengar pujian Alika. Ternyata Alika sangat memperhatikan penampilan.

Alika mulai berteman dengan Giselle karena melihat Vanessa. Setelah itu, dia berinisiatif mengajak Giselle berteman. Ternyata sifatnya dan Giselle juga cocok, jadi selama bertahun-tahun hubungan mereka makin dekat.

Akan tetapi, Giselle selalu mengatakan jika bukan karena ibunya begitu cantik, Alika tidak mungkin memedulikannya.

Vanessa berujar, "Alika, aku mau bawa Giselle pulang. Kamu sendirian ya? Nggak ada yang jemput kamu?"

Alika mencebik dan mengeluh, "Mereka sibuk sekali. Mungkin nanti mereka suruh sopir atau asisten untuk jemput aku lagi. Aku tunggu mereka."

Vanessa sedikit khawatir. Dia berpikir hari ini dirinya sudah dibantu Jeremy, jadi dia bertanya, "Alika, kalau kamu nggak keberatan, mau ikut Giselle pergi ke rumahku nggak? Nanti malam kamu suruh sopir jemput kamu di rumahku saja."

Alika menjawab, "Aku nggak keberatan. Aku mau pergi ke rumahmu. Bibi, aku kabari pamanku dulu. Aku suruh mereka jemput aku nanti malam."

Kemudian, mereka bertiga pergi ke tempat tinggal Vanessa sekarang. Sesampainya di rumah Vanessa, Giselle baru menjelaskan kepada Alika, "Orang tuaku cerai, sekarang mereka lagi mengurus prosesnya. Jadi, mamaku sudah pindah ke luar. Kuharap kamu nggak keberatan dengan tempatnya yang kecil."

"Nggak," balas Alika yang terkejut. Namun, dia melihat rumah yang didekorasi Vanessa terasa sangat hangat. Bahkan, sangat berkarakter.

Sebagian perabot lama ditutupi kain tipis bercorak bunga yang simpel dan indah. Beberapa lukisan yang artistik digantung di dinding. Dekorasi di dalam kamar terlihat sederhana, tetapi hangat. Semuanya diatur dengan cermat.

Dibandingkan dengan vila mereka yang mewah dan luas, Alika lebih menyukai rumah ini. Dia memuji, "Bibi, kamu sangat cantik, nilai estetikamu juga sangat tinggi. Selain itu, Giselle bilang masakan super enak. Bahkan lebih enak dari koki bintang lima."

Vanessa menimpali, "Kalau begitu, malam ini kamu cicipi masakanku. Coba kamu nilai teknik memasakku."

"Aku beruntung sekali. Bibi, terima kasih," ucap Alika. Dia sangat gembira.

Giselle mendengus dan berkomentar, "Nona Alika, jangan sibuk main saja. Sini, bantu mamaku."

"Oke," sahut Alika.

Dapur tidak terlalu besar. Mereka bertiga sibuk sepanjang sore. Sebenarnya Giselle dan Alika tidak banyak membantu. Keduanya diusir Vanessa karena sama sekali tidak pernah melakukan pekerjaan di dapur, mereka hanya mengacau.

Setelah Vanessa selesai memasak, Alika melihat penyajian makanan yang bagus dan mencicipi rasa makanannya. Dia sangat takjub hingga berseru, "Wah! Ah ...."

Sebelum menelan makanannya, Alika sudah mulai berseru. Dari ekspresinya, sudah jelas penilaiannya terhadap teknik memasak Vanessa sangat tinggi.

Giselle juga berkata dengan bangga, "Sudah kubilang masakan mamaku super enak. Bukan cuma ini, kue dan camilannya lebih enak."

Alika mengusulkan, "Bibi sudah bisa buka restoran. Aku pasti datang ke restoranmu tiap hari."

Vanessa menanggapi seraya tersenyum, "Terima kasih atas pujianmu. Tapi, aku memang berencana untuk bergelut dalam bidang ini. Bibi akan berjuang keras sampai sukses biar bisa buka restoran."

Sebenarnya beberapa hari ini Vanessa memang merencanakan untuk menggeluti bidang memasak. Selama belasan tahun ini, Vanessa memang menjadi istri orang kaya. Namun, dia juga ingin menunjukkan usahanya untuk putri dan suaminya. Jadi, Vanessa mempelajari banyak cara memasak makanan dan membuat kue.

Waktu itu, Vanessa melakukan semua itu untuk menunjukkan cintanya kepada putri dan suami. Siapa sangka, sekarang malah menjadi cara untuk bertahan hidup.

Vanessa ingin merekam video. Setelah cukup populer, dia bisa menerima pesanan makanan khusus untuk keperluan pribadi. Nantinya, dia masih bisa melakukan hal lain setelah makin sukses.

Giselle berujar, "Mama, aku dukung kamu. Nanti aku minta semua orang yang kukenal untuk bantu kamu promosi."

Alika segera menimpali, "Bibi, kalau ke depannya ada acara di rumahku, aku boleh undang kamu untuk bantu kami masak nggak? Jadi, aku bisa memberimu pesanan sekalian makan masakan yang super enak. Nanti aku juga bantu kamu promosi."

Vanessa mengangguk dan membalas, "Boleh. Kalau begitu, aku mau berterima kasih kepadamu dulu. Tapi, nanti kamu harus bicarakan dulu dengan senior di rumahmu."

Begitu mengungkit tentang senior, Vanessa bertanya, "Alika, kamu tinggal sama pamanmu dan bibimu ya?"

Alika menggeleng dan menjawab, "Aku nggak punya bibi. Pamanku belum menikah. Bibi, dia itu jomlo tua."
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 100

    Semudah ini?Vanessa sendiri tidak menyangka Jeremy akan langsung setuju begitu saja. Dia mendongak dengan kaget. Tatapannya bertemu dengan mata Jeremy yang menyiratkan senyum samar. Sepertinya suasana hati Jeremy hari ini memang sedang baik."Kalau kamu yang bilang, aku pasti setuju."Kalimat ini agak ....Vanessa menjadi canggung. Dia menyelipkan sedikit rambut yang tergerai ke belakang telinga, lalu sengaja mengalihkan pandangan ke arah lain, asal bukan wajah Jeremy.Berbeda dengannya, tatapan Jeremy yang duduk santai dengan kaki bersilang tak beranjak sedikit pun dari sosok wanita di hadapannya. Terang-terangan, tanpa upaya menyamarkan.Jantung Vanessa mulai berdegup kencang. Dia buru-buru mencari alasan agar bisa menghindari tatapan Jeremy. "Kalau begitu, Pak Jeremy, aku pamit ....""Vanessa!"Jeremy meletakkan rokok yang belum dinyalakan itu. Dia bangkit, mendekat, dan mencondongkan badannya ke hadapan Vanessa.Wajah tampan dan tegas itu kini berada sangat dekat. Mata hitamnya me

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 99

    Sudut bibir Vanessa terangkat, matanya yang jernih melengkung penuh senyum. "Sebenarnya hukuman seperti ini justru bagus untuk Alika, lho.""Memang sih, tapi melelahkan."Vanessa tak bisa membantah. Semua anak memang tidak suka belajar, apalagi kalau harus belajar di luar jam sekolah.Di luar, Alika masih sempat menangis meraung-raung. Entah apa yang dikatakan Lukman padanya, tiba-tiba gadis kecil itu berlari masuk ke dapur dan memeluk Vanessa sambil merengek."Bibi Vanessa, tolong aku, ya. Aku bener-bener nggak mau ikut les tambahan, apalagi kalau Kak Robby yang ngajar. Tolong bilang ke Paman, dong. Bibi kan baik banget, masa tega lihat bunga bangsa seimut ini disiksa?"Vanessa tak kuasa menahan tawa, lalu melirik Lukman yang tersenyum lebar di dekat pintu. Sepertinya ini memang ide dari Lukman. Namun, kenapa Alika malah disuruh minta bantuan dirinya?Jantung Vanessa berdetak sedikit lebih cepat. Dia mengalihkan pandangan dari tatapan penuh arti Lukman, kembali menunduk menatap wajah

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 98

    Jeremy mengulurkan bunga di tangannya kepada Vanessa. "Selamat, Vanessa."Kedua mata Vanessa berkedip saat menerima bunga tersebut. "Terima kasih."Sembari menunduk, dia memandangi rangkaian iris ungu di pelukannya. Bunga ini melambangkan cahaya dan kebebasan. Entah Jeremy benar-benar paham maknanya, atau hanya kebetulan saja.Di ruang tamu, dua gadis kecil itu sontak terkejut melihat Jeremy datang membawa bunga.Alika bergumam dengan kecewa, "Duh, kita juga seharusnya beri bunga ke Bibi Vanessa. Kok bisa lupa, ya? Makasih Paman sudah ingat."Jeremy belum sempat menanggapi, Alika sudah nyerocos lagi."Tapi, biasanya urusan beli hadiah itu diurus Kak Robby, 'kan? Jangan-jangan Paman ingat gara-gara diingatkan Kak Robby, atau jangan-jangan ini Kak Robby yang beli?"Vanessa langsung mendongak. Matanya yang berbinar bertemu dengan pandangan Jeremy.Jelas terlihat, pria ini sedang marah karena ucapan polos dari Alika. Bibirnya terkatup tipis, sebelum akhirnya dia menatap Vanessa dan menjela

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 97

    Setelah libur musim panas tiba, Vanessa berencana membawa Giselle menginap beberapa hari di rumah orang tuanya. Setelah itu barulah dia akan menceritakan semuanya pada mereka.Sore itu, Vanessa sibuk membereskan rumah. Terpikir jaraknya lebih dekat dengan sekolah anak-anak, dia memutuskan untuk menjemput Giselle dan Alika.Mulai besok, Giselle akan kembali ke rumah Marvin. Vanessa ingin memanfaatkan waktu hari ini untuk berbicara berdua dengan putrinya. Begitu tiba di gerbang sekolah, beberapa orang tua murid langsung melirik ke arahnya.Sejak insiden di pesta ulang tahun keluarga Arkan, berbagai gosip miring beredar tentang dirinya. Vanessa pun jarang lagi menunjukkan keterampilannya yang dulu sering dibicarakan, seperti datang ke rumah orang untuk memasak.Meskipun ucapan Paula belum tentu benar, sebagian besar orang tua murid tetap memandang rendah perilaku Vanessa. Bahkan ada yang khawatir dia akan merebut suami orang dengan wajahnya yang cantik.Vanessa mengabaikan tatapan penuh s

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 96

    Sekretaris Calvin baru kembali ke kantor hukum setelah mengantar Vanessa ke rumah sendiri.Setibanya di kantor, sekretaris Calvin buru-buru mendatangi ruangan Calvin. Melihat Calvin sedang menelepon, dia tak berani menyela, hanya berdiri tenang di sisi ruangan.Calvin melirik berkas di tangan sekretarisnya, alisnya sedikit terangkat. Dia segera mengakhiri panggilan itu secepat mungkin. Begitu telepon ditutup, sang sekretaris langsung menyerahkan berkas tersebut."Sudah beres, surat cerainya sudah di tangan. Nggak ada hambatan sama sekali, semuanya lancar."Calvin memeriksa berkas itu. Selain kesepakatan yang sebelumnya sudah ditandatangani Marvin dan dinyatakan sah, ada tambahan soal hak asuh, bahkan Marvin masih menambahkan uang tunjangan sebesar seratus juta per bulan untuk Vanessa.Nominalnya memang tidak fantastis, tapi mengingat sikap Marvin yang dulu perhitungan setengah mati, perubahan ini terasa seperti berbalik seratus delapan puluh derajat.Calvin tercengang, lalu menoleh ke

  • Perceraianku, Awal Kebahagiaanku   Bab 95

    Calvin mengernyit. "Apa Marvin bakal datang?""Dia pasti datang."Calvin merasa heran dengan nada Vanessa yang begitu yakin. "Bu Vanessa yakin? Cuma perlu sekretarisku mengantarkan dokumennya?""Yakin. Tolong titipkan saja ke sekretaris Bapak.""Baik."Setelah menutup telepon, Calvin memanggil sekretarisnya dan menjelaskan situasinya."Pagi-pagi besok, serahkan dokumen-dokumen itu ke Bu Vanessa. Tapi nggak perlu langsung kembali. Aku penasaran, gimana cara dia bisa membujuk Marvin?""Kamu pantau di tempat, lihat apa Marvin benar-benar akan pisah baik-baik dengannya. Terus, apa dia bisa terima perjanjian cerai yang Vanessa ajukan."Sekretaris Calvin juga penasaran. Oleh karena itu, dia sudah menunggu di depan Pengadilan Negeri sejak pagi keesokan harinya.Melihat Vanessa tiba, dia menyerahkan dokumen yang diminta, lalu bertanya sambil menatap Vanessa, "Ibu yakin semua bakal berjalan lancar?"Vanessa tersenyum tipis. "Tenang saja. Kalau kamu ada perlu, pulang dulu saja.""Ah ... nggak us

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status