Short
Perceraianku Dimulai Saat Mertua Didiagnosis Kanker

Perceraianku Dimulai Saat Mertua Didiagnosis Kanker

Oleh:  Hasya NazwaTamat
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel4goodnovel
10
2 Peringkat. 2 Ulasan-ulasan
8Bab
4.5KDibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi

Pada hari ibu mertuaku didiagnosis kanker rahim, dia membawa koper dan pindah ke rumahku. "Ibu nggak punya banyak waktu lagi, hampir nggak ada harapan," dia terisak, "Kalau kalian usir Ibu, kalian bukan manusia." Aku melihat suamiku yang diam tanpa kata, lalu beralih ke putraku yang selama ini kubesarkan dengan penuh kasih. "Kalian mau bilang apa?" Suamiku yang diam itu tampak muram, lalu menarik tanganku. "Soal waktu pasca melahirkan itu, mau kamu ingat sampai kapan? Ibu sudah seperti ini." Putraku juga ikut mendukung, "Nenek hampir tiada, merawatnya di masa tua itu kewajiban kita." Aku tersenyum menatap suami dan putraku. "Kalau begitu, silakan kalian yang merawat."

Lihat lebih banyak

Bab 1

Bab 1

Sepulang kerja, begitu membuka pintu, aku melihat ibu mertuaku duduk di sofa, bersila sambil mengunyah biji bunga matahari, menyapaku sambil tersenyum.

"Nak, kamu sudah pulang."

Ekspresiku langsung kaku.

Belum sempat mencerna kenapa dia ada di sini, dia sudah bangkit dari sofa, berjalan mendekat, "Kaget, ya? Nggak sangka, ya?"

"Ibu ini diundang langsung oleh suami dan anakmu."

"Kesal, 'kan?"

Ibu mertuaku berkata bangga, "Kamu tahu yang disebut hubungan darah? Aku kasih tahu ya, Ibu, anak, dan cucu Ibu punya ikatan darah yang nggak bisa dipisahkan, kamu sebagai orang luar nggak akan pernah bisa masuk ke dalamnya!"

Wajahnya tetap seperti dulu, membuatku muak.

Baru melihat dirinya saja sudah membuat perutku terasa tidak enak. Sebelum sempat bertanya, aku melihat suami dan anakku keluar dari kamar.

Suami dan anakku, yang tadi sedang tertawa, langsung terdiam begitu melihatku.

Ruang tamu yang tadi hidup seketika dipenuhi keheningan yang mencekam.

Ibu mertuaku, yang tadi masih menyombongkan diri, langsung berganti raut wajah, terlihat memelas. "Jangan salahkan Yoga. Salahkan Ibu, orang tua yang nggak punya banyak waktu lagi, yang memaksanya untuk mengizinkan Ibu tinggal di sini."

Nada ibu mertuaku yang sombong berubah lembut, sambil mengeluarkan secarik hasil pemeriksaan.

"Ibu didiagnosis kanker, kanker rahim. Ibu cuma punya sedikit waktu lagi, hampir nggak ada harapan," suaranya bergetar, "Kalau kamu usir Ibu, kamu benar-benar bukan manusia."

Dia seperti takut aku akan mengusirnya.

Ibu mertuaku menunjukkan akting luar biasa dengan meneteskan air mata, lalu menjatuhkan dirinya ke lantai. "Kamu anggap saja mengabulkan permintaan terakhir seorang wanita tua. Biarkan Ibu tinggal."

Aku melihat penampilannya yang penuh drama, lalu menatap suami dan anakku yang terus diam. "Apa pendapat kalian?"

Suamiku tahu betul alasan aku dan ibu mertuaku tidak akur.

Dulu, situasi kami sempat begitu buruk hingga dia terpaksa mengusir ibunya demi menyelamatkan pernikahan kami. Dia berjanji berkali-kali, bahkan bersumpah bahwa selama sisa hidupnya, dia tidak akan membiarkan ibunya muncul di hadapanku lagi.

Sekarang.

Setelah beberapa tahun saja.

Yoga telah melupakan janjinya. Dia berjalan mendekatiku dengan wajah muram, lalu menarik tanganku.

"Berbakti itu hal utama."

Dia berkata dengan nada serius, "Hal kecil yang terjadi waktu kamu baru melahirkan itu, mau kamu ingat sampai kapan? Ibu sudah seperti ini, dia bisa menyulitkanmu apa lagi?"

"Kalau bukan demi aku, setidaknya pikirkan Hendi."

Aku menoleh ke arah Hendi. Anak itu bersikap tegas.

"Nenek hampir tiada, merawatnya di masa tua itu kewajiban kita."

Setelah Yoga dan Hendi menyatakan pendapat mereka, ibu mertuaku segera memperkeruh suasana. "Kalau kamu benar-benar nggak mau, Ibu pergi saja. Paling juga mati, mati di mana pun sama saja."

Strategi menyayat hati ibu mertua selalu berhasil.

Sayangnya, aku tidak lagi terperdaya. Mendengar dia ingin mati, aku tersenyum lembut.

"Bagus sekali! Ibu juga punya asuransi kecelakaan, kalau benar mati, itu malah akan jadi sesuatu yang bermanfaat."

Ibu mertuaku terpaku, menunjukku dengan tangan gemetar, lalu meraung keras dan mulai menangis.

"Dosa besar!"

"Aku belum mati!"

"Kamu cuma mengincar uang Ibu," ibu mertuaku menjerit dan meratap dengan suara nyaring, "Kamu ini bukan manusia! Oh, betapa malangnya keluarga ini, dapat menantu sepertimu, pembawa sial!"

Tampilkan Lebih Banyak
Bab Selanjutnya
Unduh

Bab terbaru

Bab Lainnya

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen

user avatar
Noormardiyyah Abd
ggfdjshshdhfudhdhdiwhwhdjdiehwhqoqhdbxifhehfhfifhdueiqjs
2025-03-08 22:48:56
0
user avatar
lisa lisa
Wanita hebat! Hidup tanpa suami dan anak bukan masalah besar. Selama mandiri dan punya uang, siapa takut?
2025-01-24 12:28:48
1
8 Bab
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status