"Kenapa kamu ketus gitu sih. Kamu belum jawab pertanyaanku, dia siapa? Kenapa kalian bisa makan malam bersama?"Aku sangat malas meladeni wanita di hadapanku ini, tapi jika aku tidak merespon pasti dia akan tetap terus bertanya sampai mendapat jawaban. Waktu awal kenal aku sempat salut kepadanya, karena sifatnya yang tidak kenal kata menyerah. Tapi setelah sekian lama dia terus berusaha mendekatiku, aku menjadi sadar kalau dia sangatlah ambisius. Dia melakukan apapun agar bisa terus mendekatiku, dan itu membuatku sangat tidak nyaman.Pricilla Alendra, dia wanita yang cukup cantik sebenarnya. Dengan fisiknya yang di atas rata-rata, tubuh dan wajahnya yang seperti model. Ditambah keluarganya yang cukup berada, membuatnya selalu dibalut dengan pakaian dan aksesoris mewah. Dan aku juga bukan pria munafik yang akan menyangkal, jika pernah tertarik kepadanya dulu. Kami sempat melakukan kencan beberapa kali, sambil saling mengenal satu sama lain. Tapi semakin aku mengenalnya, aku tidak mene
"Kenapa aku harus peduli? Kamu datang kesini sendiri, jadi bisa pulang sendiri juga kan? Lagipula kamu lihat sejak awal kalau kami keluar dari rumahku, dan akan kembali ke rumahku. Jadi seharusnya kamu sudah paham tanpa harus aku jelaskan, hentikan sikapmu ini dan carilah pria lain yang jauh lebih baik untukmu."Setelah puas mengatakannya, aku langsung berbalik meninggalkannya masih dengan menggandeng tangan Ara. Entah apa yang dipikirkan oleh Pricill sekarang, tapi aku berharap dia bisa sadar sedang melakukan hal yang percuma. Sepertinya Pricill masih meneriakkan namaku, tapi aku tidak berbalik lagi dan terus berjalan keluar.Bima dan Eli yang melihat tontonan tadipun, langsung mengikutiku keluar dari restoran. Karena mereka membawa mobil sendiri, jadi tidak ada pertanyaan dari mereka untukku. Mereka hanya pamit untuk tidak mampir ke rumahku, dan langsung pulang ke rumah mereka sendiri."Deff, kami langsung pulang ya. Terima kasih traktirannya malam ini, kalau butuh teman cerita nanti
"Deffa, kamu lihat tadi?""Lihat apa? Yang aku lihat hanya kamu yang berdiri mematung sebelumnya."Aku bingung dengan apa yang dimaksud olehnya, karena saat ini aku hanya melihatnya menatap kotak yang jatuh dengan wajah pucat."Bukan aku, tapi kotak itu! Kotak itu tadi sempat membuka, dan gerbang dimensi sempat terlihat sedikit disana!"Aku sangat terkejut mendengar penuturan Ara, tentang kotak itu yang kembali berfungsi. Dengan sigap aku langsung mengambil kotak yang dijatuhkan oleh Ara tadi, dan melihat apakah yang dikatakan olehnya benar atau tidak. Tapi setelah aku kembali membuka dan membolak-balik kotak itu, gerbang dimensi tetap tidak terlihat di sana. Kotak itu masih terlihat kosong, sama seperti terakhir kali aku melihatnya."Kotak ini masih kosong, Ara. Mungkin kamu salah lihat?""Tidak, Deffa. Aku tidak mungkin salah lihat. Tadi kotak itu bercahaya, dan gerbang dimensi terlihat walaupun belum terbuka sepenuhnya.""Lalu kenapa kotak ini jatuh?""Aku ingin mengambilnya untuk
(Dimensi Bumi)Dua sosok berpakaian hitam bersembunyi di dalam bayangan, yang bergerak dengan sangat cepat. Hingga mereka tertangkap oleh sepasang mata, dari seorang pria paruh baya yang berjalan dengan sempoyongan. Tanpa aba-aba salah satu sosok hitam mengeluarkan pedang dari sarungnya, dan langsung menodongkan kearah pria itu.Pria asing itu langsung tersadar dari mabuknya, dan seketika ekspresinya berubah menjadi pucat pasi. Dia tidak bisa mengeluarkan suara sedikitpun, karena rasa takut yang dia rasakan. Dan dia hanya melihat ujung pedang, beserta sosok hitam di hadapannya yang sedang menodongkan pedang itu secara bergantian. Rasa takutnya semakin menjadi, saat dia menatap mata sosok hitam itu yang berbentuk api menyala."Tolong ampuni saya! Jangan bunuh saya!""Sudah sewajarnya kamu hilang dari dunia ini, setelah melihat sosok kami. Jangan salahkan kami yang mengambil nyawamu, tapi salahkan keberuntungan yang tidak berpihak padamu.""Ampunnnnn.....!!!! Tolong...tolong jangan bunu
"A-a-apakah Pangeran memiliki sesuatu dari tempat asal? Mungkin yang Pangeran banyak miliki, jadi kehilangan satu tidak terlalu berpengaruh?"Pria itu mencoba mengorek kekayaan yang dimiliki oleh Kenzo, tanpa dia sadari itu akan menjadi senjata yang berbalik untuk dirinya nanti. Namun saat ini Kenzo yang belum mengetahui apapun, mencoba memikirkan apa yang dikatakan oleh pria itu.Kenzo tampak membuka inventori yang tidak terlihat oleh pria itu, sambil mencari barang yang dia pikirkan. Tidak beberapa lama tangan Kenzo keluar, sambil memegang sebuah batu zamrud merah. Batu itu yang biasa dia gunakan untuk campuran ramuan, ataupun untuk menambah energi saat menyerap kandungan batu itu."Apakah ini bisa dijual di dimensi ini?"Melihat bongkahan batu zamrud merah, mata pria itu langsung berbinar. Walaupun dia orang miskin tapi dia sudah lama berkecimpung di pasar gelap, jadi dia tahu harga jual untuk sebuah bongkahan batu zamrud merah itu. Dia sudah membayangkan bisa menjadi kaya raya, han
Kenzo langsung bertanya tanpa berbasa-basi, sambil mendekat kearah pria paruh baya bernama Beno itu. Sebenarnya Kenzo tahu apa yang telah terjadi sebelumnya, karena ramuan yang telah diminum Beno akan tersambung dengan inderanya.Jadi semua preman itu terbunuh, karena kekuatan magic milik Kenzo. Namun dia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi, untuk memastikan pria ini akan mengkhianatinya atau tidak. Walaupun pada akhirnya pria itu juga akan kehilangan nyawanya di tangan Kenzo, setelah dia sudah tidak berguna lagi nanti."Saya sudah membawakan yang Pangeran minta."Beno mengatakannya sambil bersimpuh dihadapan Kenzo, dengan wajah yang kembali pucat karena cemas. Dia bahkan tidak berani mendongakkan kepala sedikitpun, karena apa yang terjadi sebelumnya, dia yakin kalau itu berhubungan dengan kedua sosok itu."Sebelumnya apakah saya boleh bertanya, Pangeran?""Apa Pangeran tahu apa yang tadi saya alami? Apakah itu perbuatan Pangeran?"Kenzo hanya berdecak, mendengan pertanyaan Beno
***Entah kenapa tiba-tiba aku berada di sebuah ruangan yang cukup terang, tapi aku sama sekali tidak mengenali tempat ini. Disini banyak tiang-tiang tinggi dan tanaman, tapi semua terlihat berwarna putih. Aku merasa tidak pernah sekalipun datang ke tempat seperti ini, tapi anehnya aku merasa sangat familiar dengan semuanya. Bahkan aku seperti tahu tapi juga tidak tahu dengan ruangan apa itu, aku sendiripun bingung dengan perasaan aneh yang aku rasakan sekarang.Padahal yang terakhir kali aku ingat, aku sedang tidur di kamarku. Tapi saat ini aku terbangun di antah berantah, dan aku tidak tahu apa yang aku lakukan di tempat ini. Aku bangun dari tempatku, dan mulai berjalan menyusuri ruangan itu. Seperti ada sesuatu yang menarikku, tapi aku tidak tahu apa yang sedang menungguku di ujung sana. Yang pasti, aku harus menemukan orang lain untuk menanyakan dimana aku saat ini."Apa ini sebuah istana? Kenapa semua tembok terlihat sangat tinggi-tinggi? Bahkan atapnyapun hampir tidak terlihat,
""Tidak, Deffa. Kamu tidak bermimpi.""Bagaimana mungkin aku tidak bermimpi, jika melihat Nenek disini dan sedang berbicara padaku?"Aku mencoba untuk mengucek mataku berkali-kali, untuk meyakinkan apa yang sedang aku lihat saat ini. Karena yang aku lihat tidak mungkin benar-benar terjadi, apalagi ini nenek yang benar-benar aku rindukan setelah kepergiannya."Nenek memang sudah meninggal, tapi di tempat ini Nenek masih memiliki energi yang tersisa untuk menemuimu, Deffa.""Aku tidak mengerti maksud Nenek, tapi aku sangat bahagia bisa bertemu dengan Nenek lagi. Aku sangat merindukanmu, Nek."Aku mendekat dan mencoba memeluk Nenek, dan saat tubuhku memeluknya ada perasaan hangat yang mengalir kedalam tubuhku. Aku menikmati pelukan itu, karena cukup untukku melepas rasa rinduku kepada beliau yang membuatku merasa sangat kehilangan. Aku benar-benar sangat bersyukur saat ini, bisa bertemu kembali seperti ini. Aku merasa seperti kembali menjadi anak-anak, dan saat aku melihat dari pantulan