Tanpa berpikir panjang, aku langsung menudungkan jasku ke kepala Ara. Ara yang akhirnya paham dengan maksud teriakan ku tadi, kini wajahnya terlihat sangat pucat. Dia membatu sambil menatapku dengan tajam, seperti mengatakan kalau dia benar-benar takut saat ini. Aku harus berusaha menenangkan detak jantungku terlebih dahulu yang tadinya seakan berhenti, baru aku bisa menenangkan Ara. Tapi aku sendiri masih sangat gugup, untuk bisa mengontrol detak jantungku sendiri."Maaf Mbak, pacar saya sedikit sensitif badannya. Tapi tidak apa-apa nanti balik seperti biasa."Aku mengatakan itu kepada seorang pelayan, yang ternyata sejak tadi sedang memandang kami dengan tatapan bingung. Mungkin dia juga kaget, karena teriakanku barusan. Aku tidak tahu pasti apa yang baru saja aku katakan sebagai alasan, melihat pelayan itu bertambah bingung dengan alasan yang aku buat, itu berarti alasan yang aku buat secara spontan tadi tidak masuk akal.Untunglah Elii mendatangi meja kami, karena khawatir setelah
Ara kembali girang setelah merasakan makanannya, dia menemukan rasa baru yang pasti belum pernah dia rasakan. Kini aku bisa kembali tersenyum kepadanya, karena senyuman miliknya sangat menular. Rasanya perasaan gugup, kecewa dan sedih yang tadi kurasakan, langsung lenyap begitu saja saat melihat senyumannya. Perasaanku menjadi sangat lega, dan mau tidak mau bibirku juga tertarik membuat sebuah senyuman mengikutinya."Ini namanya steak, terbuat dari daging sapi. Jadi sapi itu salah satu hewan juga yang ada di dimensi ini, sama seperti ayam tapi bentuknya berbeda. Rasanya juga berbeda bukan?""Iya, rasanya sangat berbeda. Tapi semua rasanya sangat enak, aku sampai susah untuk berhenti memakannya.""Jangan terburu-buru, nanti kamu tersedak. Habiskan semuanya, ini aku pesankan semuanya untukmu.""Ini semua makanan? Kenapa ini terlihat sangat indah? Bahkan ada berbagai macam warna di makanannya.""Hahaha.. Itu namanya rainbow cake. Apakah di tempatmu ada pelangi?""Entahlah, aku baru dengar
"Kenapa kamu ketus gitu sih. Kamu belum jawab pertanyaanku, dia siapa? Kenapa kalian bisa makan malam bersama?"Aku sangat malas meladeni wanita di hadapanku ini, tapi jika aku tidak merespon pasti dia akan tetap terus bertanya sampai mendapat jawaban. Waktu awal kenal aku sempat salut kepadanya, karena sifatnya yang tidak kenal kata menyerah. Tapi setelah sekian lama dia terus berusaha mendekatiku, aku menjadi sadar kalau dia sangatlah ambisius. Dia melakukan apapun agar bisa terus mendekatiku, dan itu membuatku sangat tidak nyaman.Pricilla Alendra, dia wanita yang cukup cantik sebenarnya. Dengan fisiknya yang di atas rata-rata, tubuh dan wajahnya yang seperti model. Ditambah keluarganya yang cukup berada, membuatnya selalu dibalut dengan pakaian dan aksesoris mewah. Dan aku juga bukan pria munafik yang akan menyangkal, jika pernah tertarik kepadanya dulu. Kami sempat melakukan kencan beberapa kali, sambil saling mengenal satu sama lain. Tapi semakin aku mengenalnya, aku tidak mene
"Kenapa aku harus peduli? Kamu datang kesini sendiri, jadi bisa pulang sendiri juga kan? Lagipula kamu lihat sejak awal kalau kami keluar dari rumahku, dan akan kembali ke rumahku. Jadi seharusnya kamu sudah paham tanpa harus aku jelaskan, hentikan sikapmu ini dan carilah pria lain yang jauh lebih baik untukmu."Setelah puas mengatakannya, aku langsung berbalik meninggalkannya masih dengan menggandeng tangan Ara. Entah apa yang dipikirkan oleh Pricill sekarang, tapi aku berharap dia bisa sadar sedang melakukan hal yang percuma. Sepertinya Pricill masih meneriakkan namaku, tapi aku tidak berbalik lagi dan terus berjalan keluar.Bima dan Eli yang melihat tontonan tadipun, langsung mengikutiku keluar dari restoran. Karena mereka membawa mobil sendiri, jadi tidak ada pertanyaan dari mereka untukku. Mereka hanya pamit untuk tidak mampir ke rumahku, dan langsung pulang ke rumah mereka sendiri."Deff, kami langsung pulang ya. Terima kasih traktirannya malam ini, kalau butuh teman cerita nanti
"Deffa, kamu lihat tadi?""Lihat apa? Yang aku lihat hanya kamu yang berdiri mematung sebelumnya."Aku bingung dengan apa yang dimaksud olehnya, karena saat ini aku hanya melihatnya menatap kotak yang jatuh dengan wajah pucat."Bukan aku, tapi kotak itu! Kotak itu tadi sempat membuka, dan gerbang dimensi sempat terlihat sedikit disana!"Aku sangat terkejut mendengar penuturan Ara, tentang kotak itu yang kembali berfungsi. Dengan sigap aku langsung mengambil kotak yang dijatuhkan oleh Ara tadi, dan melihat apakah yang dikatakan olehnya benar atau tidak. Tapi setelah aku kembali membuka dan membolak-balik kotak itu, gerbang dimensi tetap tidak terlihat di sana. Kotak itu masih terlihat kosong, sama seperti terakhir kali aku melihatnya."Kotak ini masih kosong, Ara. Mungkin kamu salah lihat?""Tidak, Deffa. Aku tidak mungkin salah lihat. Tadi kotak itu bercahaya, dan gerbang dimensi terlihat walaupun belum terbuka sepenuhnya.""Lalu kenapa kotak ini jatuh?""Aku ingin mengambilnya untuk
(Dimensi Bumi)Dua sosok berpakaian hitam bersembunyi di dalam bayangan, yang bergerak dengan sangat cepat. Hingga mereka tertangkap oleh sepasang mata, dari seorang pria paruh baya yang berjalan dengan sempoyongan. Tanpa aba-aba salah satu sosok hitam mengeluarkan pedang dari sarungnya, dan langsung menodongkan kearah pria itu.Pria asing itu langsung tersadar dari mabuknya, dan seketika ekspresinya berubah menjadi pucat pasi. Dia tidak bisa mengeluarkan suara sedikitpun, karena rasa takut yang dia rasakan. Dan dia hanya melihat ujung pedang, beserta sosok hitam di hadapannya yang sedang menodongkan pedang itu secara bergantian. Rasa takutnya semakin menjadi, saat dia menatap mata sosok hitam itu yang berbentuk api menyala."Tolong ampuni saya! Jangan bunuh saya!""Sudah sewajarnya kamu hilang dari dunia ini, setelah melihat sosok kami. Jangan salahkan kami yang mengambil nyawamu, tapi salahkan keberuntungan yang tidak berpihak padamu.""Ampunnnnn.....!!!! Tolong...tolong jangan bunu
"A-a-apakah Pangeran memiliki sesuatu dari tempat asal? Mungkin yang Pangeran banyak miliki, jadi kehilangan satu tidak terlalu berpengaruh?"Pria itu mencoba mengorek kekayaan yang dimiliki oleh Kenzo, tanpa dia sadari itu akan menjadi senjata yang berbalik untuk dirinya nanti. Namun saat ini Kenzo yang belum mengetahui apapun, mencoba memikirkan apa yang dikatakan oleh pria itu.Kenzo tampak membuka inventori yang tidak terlihat oleh pria itu, sambil mencari barang yang dia pikirkan. Tidak beberapa lama tangan Kenzo keluar, sambil memegang sebuah batu zamrud merah. Batu itu yang biasa dia gunakan untuk campuran ramuan, ataupun untuk menambah energi saat menyerap kandungan batu itu."Apakah ini bisa dijual di dimensi ini?"Melihat bongkahan batu zamrud merah, mata pria itu langsung berbinar. Walaupun dia orang miskin tapi dia sudah lama berkecimpung di pasar gelap, jadi dia tahu harga jual untuk sebuah bongkahan batu zamrud merah itu. Dia sudah membayangkan bisa menjadi kaya raya, han
Kenzo langsung bertanya tanpa berbasa-basi, sambil mendekat kearah pria paruh baya bernama Beno itu. Sebenarnya Kenzo tahu apa yang telah terjadi sebelumnya, karena ramuan yang telah diminum Beno akan tersambung dengan inderanya.Jadi semua preman itu terbunuh, karena kekuatan magic milik Kenzo. Namun dia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi, untuk memastikan pria ini akan mengkhianatinya atau tidak. Walaupun pada akhirnya pria itu juga akan kehilangan nyawanya di tangan Kenzo, setelah dia sudah tidak berguna lagi nanti."Saya sudah membawakan yang Pangeran minta."Beno mengatakannya sambil bersimpuh dihadapan Kenzo, dengan wajah yang kembali pucat karena cemas. Dia bahkan tidak berani mendongakkan kepala sedikitpun, karena apa yang terjadi sebelumnya, dia yakin kalau itu berhubungan dengan kedua sosok itu."Sebelumnya apakah saya boleh bertanya, Pangeran?""Apa Pangeran tahu apa yang tadi saya alami? Apakah itu perbuatan Pangeran?"Kenzo hanya berdecak, mendengan pertanyaan Beno