Share

Bab 5 Pemuda Malu-malu Kucing

Universitas Bulak Sumur, Yogyakarta

Dentingan jam di tangan Anya menunjukkan pukul 7 malam. Masih ramai, sih jalanan depan kampusnya yang berada di Bulak Sumur itu. Namun, suasana sepi dan suasana kampus yang mulai sepi membuat Anya bergidik merinding. "Duh, kemana sih tu orang!? Lama amat, ga tau apa gue udah capek dan ... hiiiyyyy." Anya melihat sekeliling kampus yang mulai sepi dari mahasiswa.

Anya yang menyelorohkan matanya ke kiri dan kanan, terkejut ketika ponselnya berdering dan bergetar di kantong jeans-nya. Secepat kilat, Anya merogoh kantongnya dan mengambil ponsel miliknya.

"Hah, baru diomong, dia telepon," ucap Anya mengangkat telepon dari sang kakak, Raquela Danisa Baskoro.

"Di mana? Aku udah nunggu sejam di sini!"

[Iya, maaf. Tadi nyiapin teh buat ayah dulu. Beliau udah pulang kerja.]

"Hah! Ya udah ... ya udah!! Cepetan deh Kakak ke sini! Serem tau ga, sih!"

[Hahaaha, iya adikku sayang.]

Danisa dan Anya sama-sama mematikan ponselnya. Langit Jogja semakin malam, udara pun semakin dingin. Meskipun agak jauh dari kata gunung, namun tetap saja udara gunung yang dingin menusuk hingga tulang. Anya yang memang tak tahan dengan udara dingin segera merapat ke dinding kampus bak cicak merayap di dinding. Semakin lama kampus semakin hening. Membuatnya semakin berpikir macam-macam.

"Anya?" suara seorang laki-laki dengan sangat jelas memanggilnya dari arah samping kiri Anya.

Tak langsung menoleh, karena lampu kampus yang ada di sebelah kiri Anya padam. Matanya dia pejamkan seraya komat-kamit membaca entah apa yang dia baca. Suara derap langkah kaki terdengar mantap menghampiri Anya! Seketika itu pula, keringat dinginnya langsung mengucur dan tangannya gemetar.

"Anya, ini aku. Diaz," ucap laki-laki itu sambil menepuk pelan bahu Anya.

Perlahan, Anya membuka matanya dan melihat seorang laki-laki tampan dan tinggi berdiri di depannya dan itu memang Diaz, pemuda kampung yang dikenal malu-malu terhadap perempuan.

"Elo eh, kamu!!" seru Anya tak kuasa menahan takut sekaligus malu.

"Kamu kenapa masih di sini? Kok ndak pulang?" tanya Diaz heran.

"Sapa juga yang masih betah di sini! Aku tadinya mau pulang, terus motorku kempes ... jadi, ya ..." Anya menunjukkan motor matic warna hitam dengan gambar salah satu kartun Jepang favoritnya.

"Walah, kebanan (ban bocor), tho ... lha, terus kamu kenapa ndak cari tukang tambal ban? 'Kan banyak tukang tambal ban di sekitar kampus, An." Sahut Diaz seraya memeriksa ban motor Anya dan mencari tahu penyebab ban temannya itu bocor.

"Males!!" sahut singkat Anya.

Diaz langsung melirik gadis itu dan hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Kenapa senyum-senyum? Ada yang aneh ato lucu?" tanya sedikit sinis gadis tomboy itu sambil melihat ke arah Diaz. 

"Iya, lucu. Orang banyak tukang tambal ban, kamu malah ga mau ke sana. Kalo malas, kamu sampai kapan pun ga akan maju-maju, An." Celetuk Diaz masih memeriksa ban motor Anya.

"Hnnnn, mulai deh keluar wejangan (nasihatnya)!" balasnya dengan bibir yang sedikit dimajukan.

Diaz hanya tersenyum geli melihat tingkah laku Anya seperti anak kecil. Diam-diam, Anya tersenyum manis melihat dirinya dan Diaz bisa sedekat ini di bawah rintik hujan yang walaupun dingin tapi memberi kehangatan di hatinya. "Gue harap gue bisa terus kaya gini. Dekat dan semakin ...."

"Anya!!!" suara seorang wanita seraya melambai-lambaikan tangan ke arah parkiran sepeda motor dan membuyarkan lamunan indah Anya. 

"Hnnn, kenapa dia mesti dateng di saat Diaz lagi di sini, sih!? Bikin mood gue ancur!!" dengus Anya kesal.

"Anya," sesosok perempuan dengan rambut hitam sebahu menyambangi mereka berdua smbil membawa payung putih. "Maaf, ya, Kakak terlambat," tambah Danisa diikuti senyum gingsulnya dan surai hitam miliknya yang basah karena rintik hujan.

"Hnnn." balas Anya dengan wajah masam.

Diaz yang sedang berada di bawah dan memeriksa ban motor Anya, tampak konsen sehingga tak mengetahui kedatangan sang tetangga idaman. Anya yang sekilas melirik Diaz bergumam, "Bagus, Diaz ga tahu kalo Danisa di sini!" Dan dia mengajak Danisa pergi ke menjauh dari motornya.

"Lho, An. Kenapa kita malah menjauh dari motor kamu?" tanya Danisa bingung.

"Mmmm ... enggak apa-apa kok, Kak. Anya cuma lihat rambut Kak Danis basah, bukan? Nanti masuk angin lagi. Kan perjalanan ke kampus Anya dari rumah lumayan jauh," alasan Anya menarik sedikit kasar pergelangan tangan Danisa.

"Ouch, An, sakit. Kenapa Kakak ditarik-tarik, sih!" Danisa mulai kesal dengan sang adik.

"Udah, ayo Kak, cepet! Nanti hujannya tambah lebat." Belum sampai Anya membawa Danisa pergi menjauh, tiba-tiba Diaz berteriak ke arah Anya dan sedikit membuat Danisa terkejut 

"An ... An ... Anya! Mau ke mana kamu? Iki, lho banmu ternyata bocor kena paku. Aku udah raba-raba ternyata memang iyo, kena paku." Jelas Diaz netranya kemudian teralihkan ke arah Danisa yang berdiri di sebelah Anya.

"Aduhhhh, kenapa ni cowok mesti sekarang, sih sadarnyaaaa!!" kesal Anya dalam hati.

Danisa segera melepaskan genggaman tangan Anya di pergelangan tangan miliknya dan langsung menghampiri pemuda yang tadi bicara pada sang adik.

"Kamu, siapa?" tanya Danisa ramah.

"Ampuuuunnnnnn deh gue!!" kesal Anya melihat sikap sang kakak yang SKSD (sok kenal sok dekat) langsung menghampiri Diaz.

"Saya Diaz Asmadibrata, teman satu kampus Anya tapi beda jurusan." Balas Diaz sambil tersenyum ramah.

"Hai, aku Danisa, kakak Anya." Balasnya sambil tersenyum.

"Ehem, Az, ini ujan lho. Kamu ga pulang aja. Bukannya tadi kamu buru-buru?" sahut Anya ketus.

"Eh, e---enggak, kok. Aku lagi ga buru-buru. Sapa juga yang mau pulang cepet? Iki lho, motormu dandakke, sek (motornu benerin dulu ini)," celetuk Diaz sambil melirik Danisa.

Danisa hanya tersenyum geli melihat dua remaja yang sedang beranjak dewasa berperilaku seperti anak kecil.

"Tapi kami akan pulang. Di mana rumah kamu, Diaz?" tanya Danisa lagi.

"Itu, Kak, di ...."

"Kepo banget, sih Kakak! Udah, ah! Ayo pulang!" ajak Anya langsung menarik tangan Danisa paksa.

"E ...." teriak Danisa.

"Katanya suruh pulang cepet!? Giliran udah cepet, Kakak yang lambat kaya kura-kura!" kesal Anya.

Danisa hanya diam mendengar ocehan sang adik yang tak biasanya. Dirinya pun pasrah Anya menarik pergelangan tangannya kasar hingga sakit. Sementara itu, Diaz yang melihat sikap Anya terhadap sang kakak hanya bisa mengelus dada sembari berujar, "Apa seperti itu sikap seorang adik terhadap kakaknya, ya? Melasi tenan nasib e Danisa (kasian banget nasib Danisa)."

Membalikkan badan, Diaz melihat sepeda motor Anya yang masih terparkir di halaman kampus, "An ..." netra Diaz tak lagi dapat melihat Anya dan Danisa di sekitaran kampus. "Hah, ya sudahlah, mungkin besok akan diambil. Tapi ...." Tanpa sepengetahuan Anya, Diaz membawa sepeda motor milik temannya itu ke bengkel dekat kampus dan menambalnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status