Share

2. Risa Evan

Tidak pernah terpikirkan oleh para jajaran direksi bawah mereka mendapatkan pemimpin perempuan yang sangat ambisius seperti Berlian. Pasalnya dulu saat dipimpin oleh Dario Evan, kakak Berlian, tidak terlalu menegangkan seperti ini. Suara tapakan kaki membuat wajah-wajah di ruang rapat menegang, mereka sebagai operasional perusahaan tentu mempunyai alasan untuk menolak merek baru. Namun tetap saja mereka tegang dan was-was kalau berhadapan dengan Berlian. 

Tiga tahun ini Berlian selalu menjadi penakluk dimanapun berada. Saat bekerja sama dengan perusahaan lain, dan perusahaan lain ketahuan melakukan kecurangan, tanpa ampun Berlian membabat habis perusahaan itu. Jangankan sama perusahaan lain, sama perusahaannya sendiri pun demikian. Kalau ada yang berlaku curang, jangan harap satu hari bisa lolos. Belum dua puluh empat jam, sudah pasti kecurangan akan tercium oleh Berlian. 

Berlian memasuki ruang rapat, perempuan itu duduk di tempatnya. Tatapan Berlian menatap satu persatu orang di sana yang semuanya laki-laki. 

Tangan Berlian yang berada di paha gadis itu mencengkram erat. Tatapan tajam menusuk dan telapak tangan yang berkeringat dingin. Saat di depan umum begini, Berlian lebih tersiksa daripada sendirian. Berlian menjaga mati-matian bibirnya agar tidak berceletuk menegur mereka yang penampilannya acak-acakan. 

Kalau mata orang normal memandang, tidak akan ada yang salah dengan penampilan mereka. Namun bila Berlian yang memandang, penampilan mereka sangat berantakan, dasi miring, rambut tidak disisir rapi, dan kemeja yang lusuh meski sedikit. 

“Bu, ini,” bisik Bian memberikan squisi pada Berlian. Berlian menerimanya dan meremas-remas squisi itu. 

Cara sederhana itu lumayan bisa mencegah bibir Berlian agar tidak menegur mereka, minimal saat tangannya gerak, tidak akan berkeringat lebih banyak lagi. 

“Kita mulai rapat hari ini. Seperti yang kalian ketahui, saya ingin membuat merek baru selain merek Captans. Proposal yang saya tulis juga sudah jelas bagaimana rencana ke depan saya untuk membuat merek baru ini. Jadi alasan apa yang membuat kalian tidak setuju?” Berlian membuka rapatnya, mata perempuan itu tidak lepas menyorot lawan bicaranya. 

Hanya tatapan saja sudah membuat mereka gentar, padahal jelas kalau Berlian itu perempuan yang seharusnya masih bisa dilawan. 

“Begini, Bu. Menurut saya kalau membuka merek baru tidak akan tepat karena Saham Captans saat ini menurun, penjualan pun tidak lebih banyak dari bulan sebelumnya,” ucap Pak Kenan, orang yang memiliki saham dua puluh persen di perusahaan Indah Jaya. Berlian sendiri memiliki lima puluh dua persen saham. 

“Data penjualan sudah saya cek semua dari tiga tahun belakangan ini. Memang dua bulan ini penjualan menurun, tapi itu hanya dua persen penurunan. Itu tidak mempengaruhi Captans,” jelas Berlian. 

“Tapi ada beberapa investor yang dinvestasi dengan produk Captans. Ini nama investornya, silahkan dicek!” 

“Bagaimana bisa ada yang dinvetasi?” tanya Berlian yang kaget. 

“Mereka tidak yakin dengan Captans. Meski penurunan hanya dua persen, mereka sudah dalam keputusan final tidak mau mempertahankan investasinya.” 

Berlian menerima dokumen yang Pak Kenan berikan, perempuan itu membuka dan membacanya dengan seksama. Setelahnya Berlian membuang dokumen itu ke meja dengan asal. 

Brakk!

Berlian menggebrak meja dengan kencang, gadis itu berdiri menatap tajam seluruh orang yang hadir dalam rapat. Skuisi yang tadi sempat ia pegang jatuh tepat mengenai kaki Keenan yang berada paling dekat dengan Berlian. 

“Bagaimana saya tidak mengetahui pencabutan investasi itu, hah? Selama ini hampir sepuluh jam lebih per harinya saya di perusahaan, tapi tidak ada satu pun yang bilang sama saya soal dinvestasi ini. Siapa juga yang menyetujuinya?” tanya Berlian dengan wajah yang sudah memerah. 

Ia sudah bertekad sejak awal, siapapun yang menanam modal di merk Captans tidak akan ia biarkan mencabut investasinya. Namun kali ini tanpa sepengetahuannya, pencabutan itu disetujui. 

“Maafkan saya, Bu. Keadaannya sudah mendesak. Pihak investor takut kalau Captans merugi.” 

“Kalau Captans merugi, masih ada Indah Jaya yang sahamnya naik. Siapa yang mengijinkan pencabutan itu?” 

Semua orang terdiam, mereka menundukkan kepalanya dalam. Begitu pun dengan Pak Kenan, orang yang sudah terlibat dalam pencabutan investasi beberapa investor. 

“Pak Kenan, saya selalu mempercayai Anda mengurus masalah investasi yang masuk. Namun masalah ini Pak Ken tidak membicarakannya dengan saya,” kata Berlian. 

“Tanda tangan di bawah atas nama Risa Evan,” jawab Pak Keenan. 

Berlian menjatuhkan tubuhnya ke kursi dengan lemas. Nama Risa Evan sebagai direktur kembali disebut. Risa Evan adalah ibu kandung Berlian, tapi sudah tiga tahun ini hubungan mereka tidak baik-baik saja. Risa Evan selalu menjadi dalang ketidak beresan di perusahaan Indah Jaya. 

“Rapat ditutup!” ucap Berlian menyuruh mereka pergi. 

Saat Kenan ingin pergi, kakinya terasa menginjak sesuatu. Pria berusia dua puluh sembilan tahun itu menundukkan kepalanya. Skuisi kecil menarik perhatiannya. Belum sempat ia mengambilnya, Bian sudah mengambilnya terlebih dahulu. 

“Silahkan keluar!” titah Bian pada Kenan. Ken menatap Berlian sebentar sebelum melenggang pergi. 

Napas Berlian naik turun, gadis itu yang tadi wajahnya sempat memerah pun kian memerah. Sejak tiga tahun lalu, ibunya selalu menyalahkan kematian kakaknya pada Berlian. Seja kecil Dario adalah anak kesayangan Risa, Dario yang beruntung selalu dimanjakan oleh Risa hingga Dario mendirikan perusahaan. Saat perusahaan berada di titik kesuksesan, Dario mengajak istri dan adiknya untuk liburan yang mana Berlian lah yang menyetir. Namun kejadian naas menimpa mereka. Mobil yang dikemudikan Berlian kehilangan kendali karena rem blong, yang mengakibatkan mereka kecelakaan. Dario serta istrinya meninggal di tempat, sedangkan Berlian selamat meski mengalami luka berat di kakinya. 

Sampai sekarang ibunya tidak pernah memaafkannya, selalu melimpahkan kesalahan padanya, tidak jarang juga Risa akan menyebut anaknya sendiri seorang pembunuh. Risa Evan masih memegang saham perusahaan dua puluh tujuh persen, membuat perempuan paruh baya itu selalu semena-mena. Apapun yang akan dilakukan Berlian, selalu digagalkan oleh ibunya. 

Tidak mudah membangun semangat Berlian di kala produknya tengah mengalami penurunan. Namun saat ia berusaha agar tidak terjadi penurunan drastis, ibunya malah menyetujui investor mencabut investasinya. 

Ternyata benar kalau musuh terbesar adalah orang terdekat. Tiga tahun ini Berlian jarang melihat sang ibu, ibunya yang masih menjabat sebagai direktur juga tidak pernah mau ke kantor pusat. 

“Bu, Nyonya menelpon,” ucap Bian yang sejak tadi setia berdiri di samping Berlian. Bian menyerahkan hp pada atasannya. 

Panggilan itu sudah tersambung, sepatah kata pun Berlian enggan mengeluarkannya. Berbicara dengan ibunya sudah tahu hasil akhirnya bagaimana, yaitu sakit hati. 

“Berlian, ibu tahu kamu marah sama ibu. Kalau kamu mau protes, silahkan datang temui ibu,” ucap Risa tanpa rasa bersalah sama sekali. 

“Anda bekerja di bawah perusahaan Indah Jaya, tapi Anda tidak pernah mau datang ke kantor. Anda pikir Anda siapa sampai membuat CEO repot-repot menemui Anda?” tanya Berlian dengan sinis.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sea dewa
Jahat banget
goodnovel comment avatar
Sea dewa
Ibunya bangsat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status