Dua musim sudah Berlian dan Azka lewati beberapa kali. Saat ini musim penghujan yang ke sekian kali telat tiba. Berlian dan Azka tengah berdiri di bawah payung yang sama sembari menatap lurus ke depan. Hujan turun dengan sangat deras, Berlian berusaha keras memegang payungnya agar tidak terbang diterpa hujan yang sangat dasyat.
Lima belas menit sudah ibu dan anak itu berteduh di bawah payung yang sama sembari pandangannya lurus ke depan. Tiga tahun sudah berlalu, kini usia Azka sudah menginjak sembilan tahun. Azka sudah duduk di bangku kelas tiga sekolah dasar, setiap semester dan kenaikan kelas, Azka tidak pernah luput dari juara satu. Bocah itu tumbuh menjadi bocah yang aktif dan sangat pintar. Terkadang kepintarannya bisa membuat guru-gurunya kuwalahan."Sudah lebih dari lima belas menit kita di sini. Mama gak mau menunggu di ruang tunggu sambil berteduh?" tanya Azka. Berlian menggelengkan kepalanya.
Berlian tetap keukeuh untuk menunggu di lua
Empat tahun sudah Berlian lalui dengan singkat, satu bulan pun juga terasa sangat singkat untuk Berlian. Setelah ibunya mengatakan satu bulan lali mereka akan menikah, kini Berlian benar-benar sudah menikah dengan Bara. Semua terjadi layaknya mimpi singkat. Di mana Bara mengucapkan janji pernikahan. Saat ini Berlian sudah memakai gaun pengantin berwarna putih dengan hiasan di kepalanya. Berlian sudah resmi menjadi istri Bara, saat ini pesta pernikahan akan dilangsungkan.Beberapa kali Berlian mencubit tangannya sendiri untuk meyakinkan dirinya bahwa yang ia alami ini bukanlah sebuah mimpi. Tetapi tangannya terasa sakit, artinya ia tengah berada di dunia nyata. Berlian berjalan membawa bunganya menuju ke tempat di mana Bara dan Azka tengah berdiri memakai jas yang senada. Suara ricuh tepuk tangan dari tamu undangan terdengar nyaring. Risa membuat pernikahan putri semata wayangnya dengan mewan dan tamu yang diundang pun sangat banyak.Langkah kaki Berlian tam
Bara mendorong tubuh Berlian sampai gadis itu telentang di ranjang, tanpa basa basi Bara mencium bibir Berlian. Berlian menerima ciuman suaminya, bunga yang ia pegang pun sudah teronggok di ranjang. Ciuman ini pernah Berlian rasakan tepat pada empat tahun lalu sebelum Bara pergi ke luar negeri. Pertama kali mendapat ciuman dari Bara sungguh membuat candu untuk Berlian. Bahkan Berlian sangat mendambakan ciuman suaminya. Kini ciuman itu bisa Berlian rasakan kembali. Meski sudah empat tahun berlalu, tapi Berlian masih ingat jelas rasa ciuman itu. Berlian mengalungkan tangannya di leher suaminya. Ciuman Bara semakin lama semakin intens, tidak hanya ciuman di bibir, melainkan ciuman Bara turun sampai ke leher Berlian. Harum tubuh Berlian bagai candu untuk Bara. "Berlian, aku mencintaimu," aku Bara dengan jujur. Bara menarik tangan Berlian yang mengalung di lehernya, pria itu menautkan jari jemarinya dengan jari jemari Berlian. "Aku juga," jawab Berlian. "Apa kita harus melakukannya seka
Seorang perempuan cantik berjalan dengan langkah tegap, dagu diangkat ke atas terkesan angkuh dan menenteng tas dengan brand terkenal, yang selalu dipakai bintang internasional. Gadis yang memakai pakaian formal itu menapaki lantai mewah perusahaan Indah Jaya. Gadis itu adalah Berlian Kamarisa Evan, CEO perusahaan Indah Jaya. Di umurnya yang masih dua puluh lima tahun, Berlian sudah menjabat tahta tertinggi perusahaan. Setidaknya sudah tiga tahun ini ia mengemban tugas yang diamanahkan oleh kakak serta kakak iparnya.Langkah kaki Berlian dan suara ketukan sepatu hak tinggi membuat beberapa karyawan yang berpapasan menundukkan kepalanya dan menyapa sopan. Berlian balas menganggukkan kepalanya. Meski Berlian bukan tipe bos yang ramah dan berbaur dengan karyawan, setidaknya Berlian bukan CEO dingin dan angkuh pada karyawannya.Hanya denga
Tidak pernah terpikirkan oleh para jajaran direksi bawah mereka mendapatkan pemimpin perempuan yang sangat ambisius seperti Berlian. Pasalnya dulu saat dipimpin oleh Dario Evan, kakak Berlian, tidak terlalu menegangkan seperti ini. Suara tapakan kaki membuat wajah-wajah di ruang rapat menegang, mereka sebagai operasional perusahaan tentu mempunyai alasan untuk menolak merek baru. Namun tetap saja mereka tegang dan was-was kalau berhadapan dengan Berlian.Tiga tahun ini Berlian selalu menjadi penakluk dimanapun berada. Saat bekerja sama dengan perusahaan lain, dan perusahaan lain ketahuan melakukan kecurangan, tanpa ampun Berlian membabat habis perusahaan itu. Jangankan sama perusahaan lain, sama perusahaannya sendiri pun demikian. Kalau ada yang berlaku curang, jangan harap satu hari bisa lolos. Belum dua puluh empat jam, sudah pasti kecurangan akan tercium oleh Berlian.
Suara gemericik air terdengar mengalun lembut di ruangan CEO milik Berlian. Tidak hanya ada alunan gemericik air, tapi alunan piano lembut juga terdengar. Di kursinya, Berlian tengah memejamkan matanya sembari menikmati alunan musik itu yang dia putar dari audio speaker yang terletak di meja. Saat ia merasa stres, itulah salah satu obat yang manjur digunakan.Setelah dari rapat, Berlian sudah mengerjakan tugas-tugasnya. Jam makan siang selalu dia gunakan tidur walau hanya satu jam. Kopi di mejanya masih utuh belum tersentuh, juga satu bungkus roti di sana belum jua ia makan.Berlian masih memikirkan ibunya, ia tidak paham lagi apa keinginan ibunya. Saat ia tidak mau menemui ibunya, ibunya selalu melakukan berbagai hal yang membuatnya marah. Ibunya selalu berpikir, kalau ia marah maka ia akan menemui ibunya itu. Namun ibunya sudah melak
Berlian terjatuh, tubuh gadis itu luruh ke lantai. Mata Berlian terasa berkunang-kunang dengan kepala yang sangat berat, melihat darah segar miliknya sendiri membuatnya mual bukan main. Namun untuk menyangga tubuhnya sendiri ia merasa tidak sanggup. Sedangkan Risa, perempuan paruh baya itu menatap anaknya dengan bibir yang bergetar, kakinya turut lemas. Karena ulahnya, kini darah segar anaknya bercucuran di lantai.“Berlian, kamu baik-baik saja?” tanya Risa dengan bodohnya.Ceklek!Suara pintu terbuka membuat Risa menolehkan kepalanya. Bian dan dua orang lainnya bergegas masuk.“Bukan aku pelakunya,” ucap Risa menggelengkan kepalanya. Bian tidak menanggapi, pria itu segera menolong atasannya.
“Dokter Bara, mau kopi rasa apa?” tanya Berlian menyodorkan menu pada Bara. Yang ditawari pun hanya bisa menggaruk tengkuknya yang sama sekali tidak gatal. Bara celingak-celinguk, kini Bara seperti artis yang tengah menjadi bahan sorotan. Namun anehnya, Berlian sama sekali tidak peduli dengan tatapan orang-orang.“Pacar baru Bu Berlian, kah? Lebih tampan yang ini.”“Kayaknya memang iya. Sama Pak Deon tidak pernah begini.”“Pak Deon kalah jauh sama pria itu.”Bara menggaruk telinganya yang panas tatkala mendengar ocehan-ocehan dari orang-orang di sekitarnya. Mereka tidak berbisik-bisik, melainkan berbicara terang-terangan. Bara menutup wajahnya dengan buku menu. Mimpi apa ia semalam hing
Berlian duduk tenang di tempatnya, sedangkan Dokter Bara juga mengambil duduk di samping Berlian seraya memangku Azka. Bara merasa tidak enak hati dengan Berlian yang kepalanya mendapatkan tendangan bola dari Azka. Azka adalah keponakan Bara yang sudah tidak punya orang tua dari Azka bayi. Karena Bara tidak bisa mengawasi setiap dua puluh empat jam, Azka tumbuh menjadi anak yang sangat usil. Setiap membawa bola, pasti korbannya adalah kepala orang yang terdiam.“Berlian, maafkan keponakan saya, ya,” ujar Bara yang sudah lama bungkam.“Om, aku mau minta tanda tangan Tante Berlian.” Azka merengek seraya memeluk leher omnya dengan erat. Tadi Azka sudah merengek pada Berlian agar Berlian mau memberikan tanda tangan padanya, tapi dengan angkuhnya Berlian tidak mau memberikannya. Berlian keukeuh tidak mau memaafkan Az