Semalaman Noah tidak bisa tidur. Dia memilih merokok dan menikmati kopi untuk mengusir penatnya. Sudah sejak lama Noah tidak merokok, terutama ketika anaknya lahir. Tak mau bawa nikotin yang menempel di tubuhnya terhirup oleh anaknya.
Noah terus merutuki kesalahannya. Dia begitu menyesal karena telah melakukan banyak kesalahan dalam hidupnya. Termasuk dengan menyakiti orang yang begitu dicintainya.Andai waktu bisa diputar kembali Noah ingin memperbaikinya. Sayangnya, waktu terus saja berputar dan tak akan pernah kembali.“Bagaimana caranya aku menyakinkanmu jika aku benar-benar mencintaimu?” Noah menyandarkan tubuhnya pada sofa berbahan kulit yang terdapat di kamarnya. Melihat tempat tidur yang begitu sepi membuat Noah begitu sedih ketika hanya tinggal dirinya seorang saja yang ada di apartemen.Noah sadar, tumpukan kesalahan yang dilakukannya tak akan bisa dimaafkan begitu saja. Terlebih lagi ada hati yang begitu terluka dengaFreya berusaha menenangkan Cia. Isak tangis yang terdengar begitu menyesakkan, membuatnya bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Cia. Dia mengerti bagaimana luka yang dirasakan adiknya. “Kenapa harus dia?” tanya Cia yang masih tidak terima dengan kenyataan yang ada. Rasanya begitu sakit ketika mengetahui jika ternyata Noahlah yang melakukan semua itu. Saat Lora lahir, Freya sempat terkejut ketika melihat bola mata biru milik anaknya. Dia memang sudah yakin jika Ken bukan ayah dari Lora. Namun, yang tak pernah Cia duga adalah jika Noah adalah ayah dari Lora.Freya tidak bisa mengatakan apa-apa. Dia hanya bisa menenangkan adiknya yang begitu terluka. “Kenapa mereka yang begitu dekat dengan kita, yang harus menyakiti? Apakah mereka tidak sadar, jika mereka akan menyakiti lebih dalam dibanding orang lain.”Apa yang dilakukan Noah memang membuat Cia begitu terluka. Noah yang melakukan hal keji itu, bak penolong ketika menawarkan diri b
Cia berlalu ke kamarnya. Sekuat tenaga dia menahan tangisnya. Tak mau anaknya kembali melihatnya menangis. Cia menyusui Lora. Menemani anaknya itu sampai tertidur. Melupakan sejenak kesedihan yang dirasakannya. Dengan lembut tangannya membelai rambut Lora. Mendaratkan kecupan di sana. Sekali pun membenci ayah dari Lora, tetapi tetap saja cintanya untuk Lora tidak dihilangkan. Baginya, Lora adalah hasil perjuangannya yang harus dihargainya. Lora adalah alasannya bertahan hidup kala itu. Jadi kini Lora pula yang jadi alasannya bertahan juga dari kesedihan.Sekarang memang jam tidur Lora. Jadi wajar jika bayi kecil itu langsung tertidur pulas ketika sang mommy menidurkannya. Suara ketukan pintu terdengar. Cia hanya memutar kepalanya untuk melihat siapa yang ke kamarnya. Ternyata papa dan mamanyalah yang berada di balik pintu. “Sayang,” panggil Mama Chika pada Cia. Cia mengembuskan napasnya. Berusaha menahan sakit
Hari ini Cia akan pergi ke pengadilan. Berharap jika semua akan cepat selesai ketika dia datang. Tak akan banyak drama dan semuanya bisa segera usai. Cia memandangi wajahnya di depan cermin. Menguatkan dirinya yang akan pergi ke pengadilan. Bukan perceraian yang tak ingin dihadapinya, tetapi Noahlah yang sebenarnya tak ingin dihadapinya. Bagi Cia, masih terasa berat baginya bertemu dengan Noah. Terlebih lagi pria itu kini menjadi sumber kebenciannya. “Kamu sudah siap?” Pintu kamar yang terbuka membuat sang mama dapat masuk begitu saja. Dengan menggendong Lora, dia menghampiri anak bungsunya itu. “Iya.” Cia berdiri. Meraih tas miliknya yang berada di atas meja riasnya. Menguatkan dirinya yang akan menghadapi hari berat kali ini. Cia mengayunkan langkahnya keluar dari kamarnya. Menemui sang papa yang sudah menunggunya. Rencananya Papa Felix akan menemani anaknya ke pengadilan. Tak hanya Papa Felix, El, dan Freya pun juga ikut
Suara ketukan pintu terdengar ketika Noah menikmati tidurnya. Semalam setelah lembur kerja, dia tertidur di sofa. Masih dengan pakaian kerjanya-lengkap. Padahal kemarin adalah hari Sabtu dan harusnya dia libur, tetapi sengaja Noah bekerja untuk mengisi kebosananyaMendengar suara pintu yang diketuk, membuat Noah mengerjap. Sambil masih mengembalikan kesadarannya, matanya melihat ke sekeliling. Noah baru mengingat jika semalam tidur di sofa. Pantas saja tidurnya terasa tidak nyaman. Suara ketukan pintu yang semakin kencang dan berirama membuat Noah bergegas berdiri. Berniat untuk membuka pintu. Ingin tahu siapa yang datang pagi-pagi sekali. Seingatnya, dia tidak punya janji dengan siapa pun kemarin. Noah membuka pintu. Alangkah terkejutnya dia ketika melihat siapa gerangan yang berada di depan apartemennya. Matanya yang tadinya masih sipit, seketika membola sempurna. “Kalian.” Noah tidak percaya jika yang datang adalah anak d
Sekali pun berada dalam satu rumah, tak banyak interaksi antara Noah dan Cia. Di kala Noah bermain dengan Lora, Cia akan memilih pergi atau mungkin mengerjakan sesuatu. Begitu seterusnya. Hingga tak ada saat mereka berdua. Namun, pagi ini saat Lora belum bangun, Cia harus berhadapan dengan Noah ketika keluar dari kamarnya. Berpapasan dengan suaminya itu, yang juga sedang melintas di kamarnya. “Lora belum bangun?” tanya Noah. “Belum.” Noah berlalu menuju ke dapur. Berniat membuat secangkir kopi. Dia membuka semua lemari untuk mencari kopi dan gula, tetapi entah ada di mana benda itu, tiba-tiba saja tidak ada. Seingatnya dia menaruh di tempat yang mudah dilihatnya. “Cari apa?” Melihat apa yang dilakukan Noah, membuat Cia tergelitik untuk bertanya. “Aku mencari gula dan kopi.” Cia langsung membuka lemari yang belum dibuka Noah. “Tempat gula, teh, dan kopi ada di sini,” ucapnya sambi
Semua orang yang memakan kue buatan Cia mengatakan jika kue buatan Cia begitu enak. Hal itu membuat Noah ikut senang. Dengan beberapa catatan dari orang-orang yang didapatnya, Noah pulang dengan semangat. Tepat saat masuk ke apartemen, aroma manis kembali tercium. Noah sudah menduga jika Cia sedang membuat kue lagi. Benar saja dari kejauhan, dia melihat Cia yang sedang asyik membuat kue di dapur. “Kamu sudah pulang?” Cia yang sedang berbalik untuk meletakkan kue, melihat suaminya yang baru saja datang. “Iya,” jawabnya seraya menghampiri Cia.“Lihat, aku mengumpulkan komentar mereka yang makan kuemu.” Noah menunjukkan kertas yang didapatnya. “Wah ... Coba aku lihat.” Cia begitu antusias ingin membaca komentar mereka yang makan kue miliknya. Cupcake begitu enak. Manisnya pas.Rasanya enak dan warnanya menarik. Ini cupcake yang terenak yang ada.Deretan pesan itu membuat
Di depan toko sudah begitu ramai orang. Cia tidak menyangka jika banyak yang begitu antusias dengan pembukaan toko baru Cia. Promo yang menarik memang membuat semua orang ingin mencicip kue dari toko Cia. Tepat di jam sepuluh, akhirnya toko dibuka juga. Cia membuka toko dengan memotong pita yang berada di depan toko yang sudah disiapkan. Hadir juga keluarga Cia. Semua datang untuk mendukung usaha Cia yang baru. Riuh tepuk tangan menyambut ketika pita dipotong. Semua begitu senang sekali akhirnya toko impian Cia dibuka juga. Para pengunjung pun langsung masuk memesan kue di dalam toko. Beberapa tester yang diberikan untuk pembeli pun di coba oleh mereka sebelum membeli. Para karyawan disibukkan dengan melayani pengunjung toko. Cia dan Noah pun juga ikut serta dalam acara ini. Mereka berdua saling membantu melayani para pembeli. “Selamat Sayang, akhirnya toko impian kamu jadi juga.” Mama Chika yang sedang menggendong Lora, m
Waktu bergulir dengan cepatnya. Setahun sudah Cia membesarkan anaknya sendiri. Di kala bisnis yang dibangunnya baru berjalan, dia harus bisa membagi waktu antara anak dan pekerjaanya. Namun, Cia menikmati setiap proses yang ada. Karena baginya, selalu saja ada hal yang indah yang terjadi setiap hari. Terlebih anaknya begitu mengemaskan. “Mommy, bangun!” Suara merdu yang terdengar membuat Cia yang menikmati tidurnya harus bangun. Suara itu sudah seperti alarm yang selalu berbunyi untuknya. “Anak Mommy sudah bangun.” Cia mendaratkan kecupan di pipi gembul anaknya. Gemas sekali dengan anaknya yang sudah mulai tumbuh besar itu. Cia yang begitu gemas mendaratkan kecupan di pipi sang anak. “Mommy.” Suara tawa Lora terdengar begitu renyah. Dia merasa geli sekali karena mommy-nya menggelitik. “Mommy gemas sekali denganmu,” ucapnya seraya mendaratkan kecupan bertubi-tubi di pipi Lora. “Mommy, Lola mau cekolah.” Lora m