Pagi ini Cia berolah raga. Memilih untuk berjalan-jalan di komplek rumahnya. Usia kandungan yang sudah mencapai sembilan bulan, membuatnya harus olah raga agar dapat membantu proses melahirkan.
Hangatnya sinar matahari, membuat tubuh begitu nyaman. Sesekali Cia menengadah agar sinar matahari pagi menerpa wajahnya. Terasa hangat sekali ketika sinar matahari menerpa kulitnya.Cia terus berjalan. Mengatur napasnya yang terasa lelah. Maklum, rasa lelah ibu hamil dua kali lipat dari orang biasa.Langkahnya terhenti ketika melihat tali sepatunya terlepas. Ada banyak hal yang terkadang tidak bisa dilakukan oleh ibu hamil. Termasuk mengikat tali sepatu. Dengan perut yang membesar, mereka para ibu hamil kesulitan menunduk. Kini, Cia pun kesulitan untuk mengikat sepatunya. Dia hanya bisa memandangi tali sepatunya. Rasanya kesal sekali ketika tidak bisa menunduk.Saat sedang memandangi tali sepatunya, tiba-tiba seorang pria datang. MeSesuai dengan rencana kemarin, hari ini diadakan pesta di rumah Daddy Bryan. Semua keluarga hadir, termasuk Noah, karena kebetulan mereka masih tinggal di rumah Cia. Semua yang hadir begitu ramai, apalagi ada Kean, Lean, Rigel, Anka. Mereka berempat membuat suasana menjadi lebih hidup lagi. “Jadi kapan kamu kembali, Noah?” tanya Papa Felix menatap Noah. “Wah … sepertinya kamu mau mengusirnya,” cibir Daddy Bryan, “Noah, jika ditempat Felix sudah tidak ada tempat-tenanglah. Di rumahku masih bisa menampungmu.” Daddy Bryan menatap Noah. “Aku hanya bertanya, Bry, kenapa kamu menuduhku mengusirnya?” Papa Felix mencebikkan bibirnya. Kesal dengan temannya itu. “Kalian tidak ingat umur. Selalu saja berdebat!” Daddy Regan pun ikut menimpali.“Sudahlah, Kak. Katakan kamu mendukung aku atau Bryan?” Papa Felix menatap Daddy Regan penuh intimidasi. Paling tidak dapat pendukung jika Daddy Regan mendukungnya. “
Pagi ini Mama Chika harus pergi menengok Kean dan Lean yang demam. Karena Cia sudah hamil besar sulit untuk dia pergi begitu saja. Untungnya masih ada Noah di rumah. Jadi dia bisa pergi sebentar saja mengunjungi cucunya.“Mama akan pergi sebentar. Jadi kamu baik-baik di rumah. Ada bibi jika kamu butuh bantuan,” ucap Mama Chika pada Cia.Kemudian, menatap gantian pada Noah. “Titip Cia sebentar,” ucapnya.“Baik.” Noah tersenyum.“Ma, aku akan baik-baik saja.” Cia merengek merasa mamanya memperlakukannya seperti anak kecil. “Jaga dirimu baik-baik. Kabari jika ada apa-apa.” Mama Chika berangkat ke rumah Freya bersama dengan besannya. Mendengar cucunya sakit, benar-benar membuatnya cemas. Kini tinggal Cia dan Noah saja yang berada di rumah. Tentu saja bersama asisten rumah tangga. Tak ada kegiatan Noah hari ini, membuatnya berkesempatan menunggui Cia. Cia berjalan ke arah sofa. Noah sudah seperti m
Perawat membawa anak Cia ke ruang bayi. Keluarga yang berada luar melihat bayi perempuan yang begitu cantik. Ada Nenek Liana yang sudah hadir di sana. Senyum mereka merekah ketika melihat bayi kecil Cia. Freya, Mama Chika dan Nenek Liana ikut mengekor perawat yang membawa anak Cia ke ruang bayi. Mereka ingin melihat dari dekat wajah cucu dan keponakan mereka. El masih berdiri di depan ruang persalinan. Tidak beranjak sama sekali. Dia menunggu Noah yang belum kunjung keluar dari ruang persalinan. Amarahnya sudah berkumpul. Tak kuasa untuk segera dilampiaskan.“Ayo!” ajak Papa Felix.“Aku harus di sini dulu, Pa.”Dahi Papa Felix berkerut dalam. Merasa jika ada yang aneh dengan menantunya. Namun, dia ingin melihat cucunya, jadi dia pun memilih untuk menyusul para wanita yang ke ruang bayi. Noah keluar dari ruang persalinan karena Cia harus dibersihkan lebih dulu. Menyelesaikan proses akhir dari persalinan. Ketika b
Akhirnya sampai juga Noah di London. Perjalanan kali ini jauh lebih nyaman dibanding lima bulan lalu. Dia ingat betul bagaimana penerbangan lima bulan lalu, harus kewalahan karena mual. Sepanjang perjalanan pulang dan pergi rasanya sungguh menyiksanya. Saat memeriksakan pada dokter, tidak ada penyakit yang dideritanya. Hingga akhirnya dia mendengar jika Cia tidak mengalami mual sama sekali selama hamil. Noah menduga jika mual yang dirasakannya karena Cia tidak merasakannya. Ini semacam sindrom kehamilan simpatik. Jadi rasa mual yang dirasakan ibu hamil, dirasakan oleh para suami, dan itu terjadi pada Noah. Noah sampai di rumahnya. Tubuhnya begitu lelah, karena perjalanan. Tak mau berlama-lama, dia segera mengistirahatkan tubuhnya. Sambil memandangi langit-langit kamarnya, dia memikirkan apa yang terjadi padanya selama ini. Sudah sembilan bulan kejadian ini, tetapi semua serasa masih seperti mimpi. Sembilan bulan yang lalu. Noah terus men
Di sudut tea house Noah menikmati secangkir tehnya. Teh yang disajikan hangat pun perlahan dingin ketika sang empunya tidak segera meminumnya. Seminggu kepulangan Cia, Noah masih dengan pikirannya. Rasa bersalahnya begitu menghantui, hingga membuatnya benar-benar kacau. “Hai,” sapa Albert seraya menarik kursi dan mendudukkan tubuhnya. Dilihatnya temannya itu sudah sebulan belakangan ini terlihat murung sekali. “Kamu lama sekali!” keluh Noah. Sudah satu jam dia menunggu temannya itu, tetapi sang teman tak kunjung tiba. “Maaf, ada beberapa pekerjaan yang harus aku kerjakan.” Noah memanggil pramusaji. Meminta untuk mengganti teh hangat baru. Teh dingin tidak terlalu enak ketika diminum. “Bagaimana, berhasil?” tanya Albert. “Tidak,” jawab Noah seraya menggeleng. “Aku sudah sampai menghilangkan barang bukti dan kamu tidak berhasil!” Albert hanya bisa menggeleng. Ternyata usahanya sia
Kebenaran yang ada, membuat El benar-benar frustrasi. Dia merasa jika apa yang menimpa Cia adalah kesalahannya. Mempercayakan pada Noah adalah kesalahan fatal yang dilakukannya. Harusnya dia sadar siapa Noah. Pria yang suka berkencan dengan wanita dan entah berapa wanita yang sudah dijamahnya. Rasanya El tidak rela Cia mendapatkan pria seperti Noah. “Apa kamu lihat anak Cia cantik sekali?” Freya naik ke atas tempat tidur. Menyusul El yang sudah lebih dulu. “Iya, apa setelah melihat anak Cia kamu ingin anak perempuan?” tanya El menggoda. “Aku belum sanggup jika harus tambah lagi. Biarkan Kean dan Lean besar. Lagi pula sudah ada Lora yang akan menjadi adik mereka.” “Panggilannya Lora?” tanya El dan mendapati anggukan dari Freya. “Oh … ya, aku bersyukur sekali Noah ada di rumah. Paling tidak ada yang membawa Cia ke Rumah sakit.” Kemarin Freya mendapatkan cerita jika Noah yang mengantarkan ke Rumah sakit. “Dia su
Sudah dua hari ini Noah mengurung dirinya di kamar. Memikirkan bagaimana ke depan hidupnya. Beberapa hari berada di samping Cia membuatnya merasa ada yang hampa dalam hidupnya ketika jauh dari wanita itu. Terlebih lagi saat melihat anaknya yang baru lahir kemarin, hidupnya seolah lengkap sudah. Pagi ini dia mulai kembali bekerja lagi. Walaupun pikirannya kacau, tetapi tetap saja dia harus menjalankan tanggung jawabnya. Terlebih lagi perusahaan adalah hal berharga miliki yang kini menjadi nomor dua setelah Cia dan anaknya.Noah memulai bekerja dengan beberapa berkas yang harus dicek. Meninggalkan kantornya lebih dari dua minggu memang membuat pekerjanya begitu banyak, dan hal itu harus segera diselesaikannya. Saat sedang mengerjakan pekerjaanya suara telepon di mejanya berdering. Tangan kanannya yang sedang memegang bolpoin, membuatnya mengangkat dengan tangan kirinya. “Maaf, Pak, ada telepon dari Pak Justin.” Suara se
Di tengah malam tidak hanya suara Lora saja yang ramai, tetapi suara Cia dan Noah yang saling bercerita begitu ramai. Cia menceritakan apa saja kegiatannya hari ini bersama Lora. Mendapati cerita itu, membuat Noah begitu senang sekali karena sekali pun jauh dia dapat mendengar kabar anaknya dari Cia. “Kapan Kak Noah ke sini?” tanya Cia. Sebulan sudah Noah kembali dan sebulan sudah usia Lora. Tak terasa sebulan begitu cepat sekali. Pertanyaan itu terlalu sulit untuk Noah jawab. Mengingat dia sudah berjanji pada Papa Felix dan El untuk tidak menemui Cia. “Aku belum tahu.” “Baiklah, kabari jika Kak Noah ke sini. Lora pasti senang melihat Kak Noah.” Bukan hanya Lora yang senang, tetapi aku juga, batin Cia. “Baiklah, aku akan kabari,” jawab Noah. Saat Lora sudah tidak kembali lagi terdengar suaranya, akhirnya Noah pun mengakhiri teleponnya. Meminta Cia untuk beristirahat agar besok bisa dengan segar mengurus anaknya.