Share

Part 08

Aleandra masuk kembali ke dalam ruangan yang cukup hening, diamnya Marvin membuat Aleandra mengerti bahwa pria itu sama sekali tak menyukai wanita yang bernama Anna yang duduk di hadapannya.

"Bagaimana Al?" Marvin menoleh dan bertanya pada Aleandra saat melihat gadis itu masuk kembali.

"Kita akan tau sebentar lagi," jawab Aleandra lalu duduk bergabung dengan Marvin. Sementara wanita bernama Anna itu menatap tajam pada Aleandra. Terlihat dia sangat tak menyukai adanya Aleandra di sana.

Lalu Zach masuk dan melihat Marvin yang juga menatapnya, meminta jawaban.

"Baiklah dad, aku akan pulang dengan Aleandra," ujar Zach, lalu matanya beralih menatap Anna yang terlihat memohon untuk tak melakukan itu.

"Maaf, Anna. Kuharap kau mengerti." Zach menghampiri Anna yang menggeleng tak mengijinkan Zach menuruti Aleandra.

"Tidak Zach. Kau tau, orang tuaku akan membawaku pergi. Kita akan sulit bertemu."

"Aku mengerti, kau tenang saja, ayahku akan membantumu. Kau juga harus mengerti ini semua untuk kebaikanmu juga. Kau tak boleh bermain-main lagi. Begitu juga denganku."

"Tapi Zach...."

"Ku beri kalian waktu untuk bicara, sementara aku dan Aleandra akan keluar sebentar. Jangan terlalu lama Zach. Aleandra harus kembali kuliah sore nanti," ujar Marvin dan mengajak Aleandra untuk menunggu di lobby. Sekaligus dia juga ingin mencari tau apa yang dibicarakan Aleandra, hingga Zach bisa menurut.

Ruang tunggu yang cukup nyaman membuat Marvin dan Aleandra bisa leluasa membicarakan hal yang membuat Marvin tercengang.

Zach yang begitu keras kepala, biasanya tak akan menurut. Sekalipun ibunya sendiri yang bicara pada anak itu.

"Apa yang kau katakan Al, kenapa tiba-tiba Zach menurut padamu?"

"Aku memiliki caraku sendiri, dan ini rahasiaku dan Zach."

"Kau baru berapa lama dengannya? Dan sudah memiliki rahasia?"

"Haha... Apa kau cemburu?" tanya Aleandra menampilkan wajah jahilnya.

"Untuk apa aku cemburu! Kau ini terlalu percaya diri!" ujar Marvin salah tingkah.

"Hei... Ayolah... Jangan cemburu, aku bahkan belum menciumnya," ujar Aleandra semakin menggoda Marvin.

"Apa yang kau bicarakan?! Oh ya ampun... Belum katamu?! Itu artinya kemungkinan akan ada?! Harusnya kau menjawabku tidak akan menciumnya!" ujar Marvin, dia sendiri tak tau apa yang dia bicarakan. Dia hanya merasa tak akan rela jika anaknya itu berciuman dengan gadis di depannya ini.

"Apa yang sebenarnya kau bicarakan? Aku sungguh tak mengerti," ujar Aleandra tak bisa berhenti menertawakan Marvin yang salah tingkah.

"Oh jadi kau tak mengerti? Hem?" seketika tawa Aleandra terhenti karena Marvin mengurungnya dengan kedua tangannya di samping wajah Aleandra.

"A-apa... Yang ingin kau lakukan?"

"Aku ingin membuatmu mengerti ucapanku barusan."

"Aku mengerti, tadi hanya bergurau. Jadi kau tak perlu melakukan apapun untuk membuatku mengerti. Oke?"

"Benarkah? Tapi sepertinya kau salah mengerti, jadi aku akan tetap melakukannya," ujar Marvin terlihat jahil memajukan tubuhnya hingga Aleandra merasa terhimpit dan terpaksa memejamkan matanya.

Marvin menyeringai puas dapat membalas kejahilan Aleandra. Gadis itu terlihat takut. Namun sangat menggemaskan, hingga akhirnya dia menyentil kening Aleandra pelan demi menyadarkan gadis itu.

"Pikiranmu sungguh kotor! Kenapa kau memejamkan mata?!" ujar Marvin sudah duduk ke tempatnya semula dengan santai.

"Oh astaga....!! Harusnya aku yang bertanya itu! Apa yang akan kau lakukan barusan! Kau sungguh menyebalkan!" ujar Aleandra sambil mencubiti Marvin yang terlihat puas menertawakan Aleandra.

"Aleandra...." Suara Zach menghentikan aksi anarkisnya terhadap Marvin. Lalu dia dan Marvin berdiri.

"Kau sudah selesai?" tanya Marvin.

"Ya. Anna ada di foodcourt, dari semalam dia belum memakan apapun. Aku serahkan dia padamu dad. Tolong, tepati janjimu," ujar Zach.

"Baiklah... Berangkatlah sebelum siang," ujar Marvin. Zach mengangguk dan mengajak Aleandra.

"Ya sudah, kami berangkat sekarang. Aku akan mengambil mobil. Kau tunggu sini saja," ujar Zach mendapat anggukkan Aleandra.

Aleandra menatap Marvin yang mengangguk, lalu Marvin memeluknya seakan belum lenyap rasa rindu itu.

"Jaga dirimu, aku titip anak itu. Maaf menyusahkanmu," ujar Marvin.

"Baiklah... Kau juga jaga dirimu, jangan terlalu banyak bekerja. Ingatlah umurmu sudah banyak!" ujar Aleandra membuat Marvin tergelak lalu pria itu mengacak rambut Aleandra gemas, gadis itu mendelik kesal.

"Oh ya ampun... Kenapa wajahmu bertambah duakali lipat lebih cantik saat sedang kesal?" tanya Marvin semakin gemas, "untuk menahan rinduku," lanjut Marvin lalu mengecup bibir Aleandra gemas.

Aleandra terkejut dan langsung memegangi bibirnya. Apalagi mendengar perkataan Marvin sebelum mengecupnya.

Dapat dipastikan wajahnya sudah memerah seperti tomat.

Tak berapa lama suara klakson mobil Zach terdengar. Aleandra membalas perbuatan Marvin walau hanya mengecup pipinya.

"Aku pergi... Bye," ujar Aleandra dan berjalan keluar, Marvin mengantarnya.

"Zach, menurutlah... Jangan menyusahkannya, bekerja-lah dengan baik," ujar Marvin.

"Ya Dad," jawab Zach.

Lalu Aleandra yang sudah berada di sebelah Zach melambai pada Marvin.

Zach mulai menjalankan mobilnya menuju Geraldton.

"Maaf Al." kata Zach.

"Untuk apa?" tanya Aleandra bingung.

"Telah menyusahkanmu."

"Apa yang kau bicarakan? Aku tak masalah, aku senang membantumu. Semoga setelah kejadian ini, kau bisa lebih dewasa." kata Aleandra.

Lalu perjalanan selama empat jam hanya hening yang tercipta, hingga mereka sampai di tujuan.

"Kau yakin tak ingin mampir?" tanya Aleandra.

"Ya, aku sangat lelah, aku akan langsung pulang dan istirahat," jawab Zach.

"Baiklah. Istirahatlah... Hati-hati," ujar lagi Aleandra.

"Ya, sampaikan salam dan maafku pada kakakmu, aku pergi," ujar Zach mendapat anggukan dari Aleandra.

***

Pagi menyambut Aleandra dengan hujan yang cukup deras. Setelah kemarin adalah hari minggu yang melelahkan Aleandra harus tetap bangun untuk bekerja.

Dia sudah rapi dan terlihat cantik dengan terusan bermotif bunga.

Dia mengambil payungnya dan berniat berangkat dengan taksi. Namun baru saja dia memasuki taksinya, dia mendapat telepon dari Zach.

"Ya, halo Zach... Ada apa?"

"Al... Aku akan terlambat hari ini," ujar Zach terdengar lemah dari ujung sambungan telepon.

"Ada apa? Apa kau sakit"

"Ya... Aku sedikit demam, kau tenang saja. Aku sudah meminum obat, nanti siang aku akan ke kantor."

"Kau yakin? Jika tidak, nanti siang setelah menyelesaikan pekerjaan. Aku akan ke tempatmu."

"Baiklah... Kita lihat saja nanti siang."

"Ya sudah... Istirahatlah sekarang." Aleandra hanya mendengar jawaban lemah Zach. Lalu mematikan sambungan telepon. Lalu dia berangkat ke kantor dengan perasaan khawatir.

Setibanya dia di kantor, Aleandra mengerjakan tugasnya yang sempat tertunda. Lalu menyelesaikannya dengan cepat tanpa terasa jam makan siang sudah hampir tiba. Dia berniat menelepon Zach untuk menanyakan keadaan pria itu. Namun baru saja dia memencet tombol teleponnya, Zach sudah ada di hadapannya dengan wajah yang masih pucat.

"Al, ke ruanganku," panggil Zach, Aleandra menengok. Lalu menurut, mengekori Zach.

Pria itu masuk ke ruangannya dan langsung melemparkan tasnya. Dia mengambil duduk di sofa, lalu menyandarkan kepalanya yang sakit sambil memejamkan matanya.

Aleandra sudah curiga bahwa Zach pasti memaksakan dirinya ke kantor. Lalu dia memegang kening Zach yang sangat panas.

"Astaga... Apa kau gila? tubuhmu seperti terbakar dan kau membawa mobil ke kantor dengan keadaan seperti ini?” pekik Aleandra khawatir.

"Aku baik-baik saja, berikan berkas yang harus ku kerjakan," ujar Zach.

"Tidak ada berkas, semua sudah selesai. Kau harus istirahat. tiduranlah di sofa, aku akan mengompresmu." kata Aleandra.

"Aku baik-baik saja Al, aku akan bekerja."

"Jangan membantah!"

"Tapi-" Zach menghentikan ucapannya. Karena melihat tatapan tajam dari Aleandra. Lalu dia memilih menurut.

"Kau berbaringlah dulu. Aku akan menyiapkan semuanya." kata Aleandra yang dkturuti oleh Zach. Lalu Aleandra keluar dari ruangan, dan beberapa menit kemudian dia kembali. Melihat Zach yang masih berbaring dan memejamkan matanya.

Aleandra dengan cekatan mengompres Zach. Dia juga sudah meminta tolong pada office boy untuk membeli bubur.

"Kau pasti belum memakan apapun," ujar Aleandra, Zach hanya menggeleng.

Tak berapa lama pintu ruangan Zach diketuk. Aleandra menyuruh orang itu untuk masuk. Lalu memberikan bubur itu kepadanya.

"Bangunlah Zach, kau harus makan," ujar Aleandra dan lagi-lagi dituruti oleh Zach.

Zach menatap Aleandra yang terlihat khawatir namun tetap tenang saat mengurusnya.

Dia membuka mulutnya dan satu suapan masuk ke dalam mulutnya. Matanya tak henti menatap Aleandra yang entah kenapa membuatnya kagum. Aleandra lalu mendongak dan merasa aneh dengan tatapan Zach.

"Kenapa kau menatapku seperti itu?"

"Kenapa kau peduli padaku?"

"Karena Marvin menitipkanmu padaku," jawab Aleandra jujur.

"Selain itu?" tanya lagi Zach, mengharapkan jawaban lain.

"Hanya itu Zach! Ini makan lagi." Aleandra kembali menyodorkan sesendok bubur pada Zach.

"Satu pertanyaan lagi, baru aku akan makan." Aleandra memutar bola matanya.

"Hei itu tak sopan!" protes Zach.

"Baiklah... Apa? Kau ini seperti sedang mengintrogasi saja!"

"Apa hubunganmu dengan Marvin, maksudku ayahku?” pertanyaan itu akhirnya meluncur. Mata Zach menatap Aleandra dalam, mencari sebuah jawaban.

Namun Aleandra malah menghindar, dia meletakkan bubur itu ke meja dan beranjak.

"Hah! Sudahlah kau selalu bermain-main! Terserah kau ingin makan atau tidak." kata Aleandra mulai melangkah menuju pintu.

"Kenapa kau tak bisa menjawabnya?" tanya lagi Zach. Membuat langkah Aleandra terhenti.

"Bukannya aku tak ingin menjawab Zach, masalahnya aku juga tak tau aku dan Marvin ini apa?" batin Aleandra.

"Al...." panggil lagi Zach membawa Aleandra bangun dari lamunannya. Aleandra berbalik dan kembali melangkah menuju ke arah dimana Zach duduk.

"Pertanyaan macam apa itu?! Haruskah kau menanyakan itu?" Aleandra bertanya balik. Zach tersenyum tak percaya dengan penyangkalan Aleandra yang sangat pandai.

"Aku bertanya agar aku tak tersesat di tengah jalan nantinya," ujar Zach.

Aleandra mengerutkan keningnya bingung.

"Apa yang kau maksud?" tanya Aleandra.

Zach menggelengkan kepalanya sekali, tak percaya jika Aleandra tak mengerti arah pembicaraannya saat ini.

"Jangan terlalu naif Al, pikirkanlah... Kita akan bersama setiap hari. Kita akan bertemu dan berinteraksi sangat sering dan dekat. Jadi menurutmu apa yang akan terjadi antara kita jika hampir disetiap kegiatan, kita akan bersama?" Aleandra terdiam.

Dia tak pernah memikirkan semua itu. Sungguh dia hanya ingin bekerja dan melanjutkan studynya dengan baik tanpa memikirkan perasaan apa yang akan hadir karena kebersamaannya dengan Zach.

Namun perkataan Zach barusan ada benarnya. Dia maupun Zach tak bisa meramalkan apa yang akan terjadi dimasa depan.

"Jika kau tak ingin tersesat, maka jangan berjalan terlalu jauh. Dan jangan mencari yang belum pasti kau temukan." kata Aleandra lalu berbalik dan keluar dari ruangan Zach. Meninggalkan Zach yang termenung dengan perkataan Aleandra barusan.

"Sekalipun aku tak berjalan jauh, aku sudah tersesat Al. Dan sekalipun aku tak mencari, aku sudah menemukannya, menemukan sebuah cinta tulus. Hanya saja... Aku belum tau untuk siapa cinta itu ada." Zach bergumam dan memilih kembali berbaring, kepalanya semakin sakit karena perkataan Aleandra barusan.

**

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status