Home / Romansa / Perfect Partner in Life / 4- Kehilangan Harapan

Share

4- Kehilangan Harapan

Author: adwlstr28
last update Last Updated: 2020-10-20 04:37:57

Kevin terus menggenggam tangan Camelia yang terasa dingin bahkan pasca dua jam kuretase yang ke sekian kalinya. Kuretase itu mengeluarkan harapan yang tumbuh dalam diri Camelia tanpa tersisa. Sudah hampir tujuh tahun ini dan mereka masih sering mengalaminya. Karena tumor jinak yang Camelia miliki di rahimnya membuat wanita itu tak bisa hamil. Atau tepatnya, kehamilannya sulit berkembang. Terkalahkan oleh tumor yang besarnya sekepalan tangan balita.

Perlahan kedua kelopak mata Camelia mengerjap. Wanita itu kemudian membuka matanya perlahan. Tatapannya tampak kosong, tangannya memegangi perutnya yang terasa rata seperti kehilangan sesuatu yang beberapa bulan ini menemaninya dari dalam sana, hingga setitik air mata jatuh dari sudutnya. "Maaf." Hanya kata itu yang bisa Camelia ucapkan saat kepalanya menoleh dan mendapati Kevin menatapnya dengan rasa bersalah." Dia kalah lagi."

Kevin menggelengkan kepalanya, berusaha kuat di atas rasa sakit dan kecewanya." Tidak apa-apa. Dia sudah tenang dengan saudaranya yang lain di sana."

Camelia terdiam, menggenggam balik tangan Kevin yang sedari tadi menggenggamnya.

"Dokter bilang tumormu semakin besar. Apa tak sebaiknya kita melakukan operasi? Aku bisa saja menandatangani surat ijin operasi saat kamu tak sadar tadi. Tapi aku tak melakukannya karena masih menghargai keinginan juga rasa takutmu, sayang." Kevin menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah istrinya.

Camelia terisak. Bukan tanpa alasan ia takut dengan operasi apalagi operasi besar. Pengangkatan tumor bukanlah operasi yang mudah. Resikonya besar. Ia jadi teringat dengan sahabatnya yang pernah menjalani operasi pengangkatan tumor payudara dan akhirnya meninggal. Ia takut jika dirinya juga tak kuat dan malah kalah dalam operasi itu. Meninggalkan Kevin-- suaminya sendirian di dunia ini rasanya begitu berat.

Melihat Indira-- sahabatnya dulu yang sangat tersiksa dengan penyakitnya juga pasca operasi yang membuat kondisinya sangat drop bahkan kritis. Menimbulkan trauma tersendiri di benak Camelia. Ia sangat takut jika operasi itu dilakukan hanya akan menimbulkan penderitaan dan rasa sakit yang lain. Meski dengan operasi itu ia bisa memiliki kesempatan besar untuk hamil normal. Tapi entah kenapa rasa takutnya malah lebih besar dibanding keinginannya untuk melengkapi keluarga kecilnya. Ia terlalu egois.

"Jika kamu gak operasi juga. Bisa-bisa nyawamu terancam, sayang. Aku mungkin bisa kehilangan calon anak-anak kita karena aku masih punya kamu. Tapi jika aku kehilangan kamu juga, kepada siapa lagi aku berharap?"

"Maaf, Mas. Maaf. Aku memang sepengecut itu. Aku benar-benar takut."

"Aku juga sangat takut kehilangan kamu sayang. Mengertilah. Semua ikhtiar ini bukan hanya demi kelancaran kehamilan kamu nanti, tapi yang paling utama adalah untuk kesehatan kamu. Aku tidak tahu bagaimana cara untuk membujukmu lagi agar mau dioperasi. Setiap detik yang terus bertambah, aku terus khawatir jika semuanya akan memburuk. Bukan aku bersuudzon dengan takdir Allah, tapi jika kita tidak berikhtiar ... apa bisa semua sesuai harapan yang kita inginkan?"

"Tolong biarkan aku berpikir, Mas. Aku butuh waktu. Aku janji aku akan melakukannya tapi tidak dalam waktu dekat ini," ucap Camelia yang makin merasa bersalah karena membuat suaminya selalu dilanda rasa khawatir ketika kondisinya sedang drop.

"Aku akan menunggunya. Aku harap semua tidak akan terlambat. Aku tahu kamu akan melakukannya di saat yang tepat dan saat kamu siap. Aku tidak mau memaksa kamu. Tapi tolong pikirkan kesehatanmu sendiri. Jangan pikirkan soal aku."

,..........

Haidar langsung menuju cafe yang berada di sebrang rumah sakit setelah mendapat pesan dari Meta. Sudah beberapa hari ini hubungan mereka merenggang. Ia tak lagi mengantar jemput wanita itu karena penolakan keluarganya berkali-kali seakan merusak harga dirinya. Anggaplah ia mudah menyerah dan pengecut. Tapi ia hanya tak ingin melakukan hal yang sia-sia. Di usianya ini ia butuh kepastian dalam sebuah hubungan. Juga  hubungan jangka panjang untuk teman hidupnya. Jika hubungan yang ia jalani hanya stuck di situ saja, lantas untuk apa dilanjutkan? Jika hanya pasangan yang ingin melanjutkan tanpa restu keluarganya, itu adalah percuma dan berakhir sia-sia. Haidar tak mau lagi membuang waktu.

Di sudut cafe, Meta tampak menunduk sambil mengaduk-aduk minumannya. Haidar pun menarik kursi kosong di depan Meta dan duduk di sana.

Meta seketika mengangkat wajahnya saat kursi di depannya berpindah dan seseorang yang ia tunggu dari tadi sudah duduk di depannya. Seseorang yang ia rindukan selama beberapa hari ini." Mas Haidar. Apa kabar?"

Haidar tersenyum kecut. Pertanyaan seperti itu seperti pertanyaan yang dilontarkan dari orang asing yang baru dipertemukan kembali." Alhamdulillah baik. Kamu sendiri?"

Meta hanya tersenyum kecut, membuat hati Haidar semakin nelangsa." Diriku baik tapi tidak dengan hatiku."

"Ada masalah?"

Meta hanya mengangguk kecil," masalah yang sama seperti beberapa bulan yang lalu. Dan entah kapan masalah ini bisa terselesaikan. Aku sudah mencoba dengan segala cara membujuk mereka, tapi percuma."

Haidar menghela nafas. Seharusnya ia sadar dari beberapa bulan yang lalu jika semua yang ia lakukan sia-sia. Tapi ia masih terus berharap adanya keajaiban. Mungkin esok Allah akan membalikkan hati orangtua Meta agar menyukainya dan menerima statusnya juga merestui hubungannya dengan anak mereka. Tapi hingga hari berganti minggu, dan minggu berganti bulan ... semua tetap sama. "Lalu bagaimana?"

Meta memainkan jari-jarinya, terlihat gugup. Wajahnya tak secerah biasanya. Ada gurat kesedihan dan keputus asaan yang tergambar jelas di wajahnya." Mereka ingin menjodohkanku," ucapnya membuat petir-petir di dalam hati Haidar di detik berikutnya.

"Dijodohkan?" Haidar mengulangi inti ucapan wanita di depannya." Dengan siapa?"

Meta mendesah pelan," entahlah, Mas. Aku belum mengenalnya dan sama sekali tidak berminat. Kamu tahu, meski hubungan kita masih baru ... tapi harapanku terlalu besar bersama kamu, Mas."

Haidar menghela nafas. Bukan hanya Meta yang memiliki harapan besar, tapi juga Haidar sendiri. Tak perlu ia katakan pun harapannya sungguh besar, sebesar rasa sakit terhadap berita buruk yang Meta bawa hari ini." Harapan besar tanpa restu dari orangtua adalah sebuah kesia-siaan, Ta."

Meta menunduk dengan segala rasa bersalah dan beban yang ditanggungnya." Kita harus berusaha lagi, Mas."

"Bukan aku tidak ingin, Ta. Tapi semakin diusahakan, semua ini semakin terasa semu. Hampa. Seakan memang semua tak digariskan untuk kita."

"Lalu bagaimana, Mas?" tanya Meta dengan keputus asaannya. Matanya sudah memerah dan nyaris menumpahkan isinya.

"Kamu sudah dewasa. Kita sama-sama sudah dewasa dan bisa memutuskan ke jalan mana kita akan menuju. Ketika jalan yang kita inginkan sudah buntu," ucap Haidar yang tak kalah terluka.

Meta menatap Haidar tak percaya dengan ucapan pria itu. Haidar yang biasanya akan tetap mempertahankan hubungan ini mendadak seakan pasrah dengan semua yang terjadi." Mas mau kita pisah? Mas mau aku menerima perjodohan itu?" tanyanya seakan minta penjelasan.

Haidar mendesah pelan." Bukan aku tidak serius dengan hubungan kita. Tapi restu orangtua adalah aspek terpenting. Dan aku gagal mendapatkannya, Ta. Aku tidak ingin memaksa. Mungkin memang aku bukan pria yang baik untuk mendampingimu. Berpikir positiflah dengan keputusan orangtuamu."

Seketika air mata Meta luruh, tak tertahankan lagi. Wanita itu menunduk di tempatnya. "Apa aku bisa bahagia dengan pria yang bahkan aku tidak mengenalnya? Apa aku bisa melupakanmu dan kisah cinta kita yang singkat ini?"

"Sebelum kita sampai di tahap ini, bahkan kamu jauh lebih baik dari sekarang. Kita tidak perlu saling melupakan, hanya mengikhlaskan rasa yang tak kesampaian."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perfect Partner in Life   34- Be Happy Ending

    Terkadang waktu menjadi obat yang paling ampuh untuk melupakan. Seiring berjalannya waktu dan kelapangan hati untuk mengikhlaskan seseorang yang telah bahagia, maka hati pun ikut merasa lega. Seolah segala beban dan sesak itu menghilang.Haidar menikmati kopi amerikanonya sembari menatap ke luar jendela. Hujan baru saja reda setelah hampir dua jam membasahi bumi. Ia pun telah menghabiskan dua gelas kopi demi membunuh waktu secara perlahan. Sudah beberapa bulan ini, menghabiskan waktu di kafe menjadi kegiatan libur kerjanya. Walau sendirian, ia merasa nyaman. Terlihat menggenaskan memang, tak jarang Keanu mengejeknya... tapi ia tidak peduli.Matanya menangkap sosok yang baru saja turun dari mobil. Lalu pria yang dilihatnya itu berjalan menuju pintu penumpang dan membukakaknnya. Dia memapah wanita dengan perut yang membuncit dan tampak kesusahan untuk berjalan sendirian. Keduanya saling melempar senyum sebelum berjalan masuk ke dalam kafe. Mereka duduk tak jauh dari meja

  • Perfect Partner in Life   33- Baby Ar

    “ Istri lo mau melahirkan, kenapa lo malah pingsan di sini sih?” Haidar mengguncang- guncangkan tubuh Keanu yang limbung setelah mendapat panggilan dari ruang UGD soal istrinya yang mengalami kontraksi sebelum jadwal operasi dilakukan. Tapi setelah menjelaskan telepon yang diterimanya, dia malah jatuh ke lantai dan hampir tak sadarkan diri.“ Gue kok takut ya?”Haidar mendengus geli melihat wajah sahabatnya saat ini. Keanu sungguh menyebalkan dengan wajah konyolnya itu. “ Dokter bakal ngasih Tiara obat pereda kontraksi. Operasinya akan dilakukan sebentar lagi. Mending lo bersiap deh,” ucapnya yang sempat menelpon bagian UGD dan menanyakan soal kabar Tiara.Keanu hanya mengangguk dan kembali duduk di kursinya dengan tatapan kosong. “ Gue harus masuk ke dalam juga nggak menurut lo?” tanyanya dengan wajah polos.“ Lo udah diskusiin sama istri lo soal itu belum?” tanya Haidar balik. Entah kenapa ia m

  • Perfect Partner in Life   32- Menjadi Ayah

    “ Istri lo mau melahirkan, kenapa lo malah pingsan di sini sih?” Haidar mengguncang- guncangkan tubuh Keanu yang limbung setelah mendapat panggilan dari ruang UGD soal istrinya yang mengalami kontraksi sebelum jadwal operasi dilakukan. Tapi setelah menjelaskan telepon yang diterimanya, dia malah jatuh ke lantai dan hampir tak sadarkan diri.“ Gue kok takut ya?”Haidar mendengus geli melihat wajah sahabatnya saat ini. Keanu sungguh menyebalkan dengan wajah konyolnya itu. “ Dokter bakal ngasih Tiara obat pereda kontraksi. Operasinya akan dilakukan sebentar lagi. Mending lo bersiap deh,” ucapnya yang sempat menelpon bagian UGD dan menanyakan soal kabar Tiara.Keanu hanya mengangguk dan kembali duduk di kursinya dengan tatapan kosong. “ Gue harus masuk ke dalam juga nggak menurut lo?” tanyanya dengan wajah polos.“ Lo udah diskusiin sama istri lo soal itu belum?” tanya Haidar balik. Entah kenapa ia m

  • Perfect Partner in Life   31- Penantian

    Jika kamu menginginkan sesuatu di dunia ini, maka berdoalah dan minta pada Yang Maha Kuasa. Lalu Tuhan akan memberikan dua opsi, Tuhan selalu mengabulkan doa para hamba- Nya di waktu yang tepat atau menggantikan permintaanmu dengan sesuatu yang jauh lebih tepat.Setelah ratusan hari, ratusan sepertiga malam dan ribuan kali bersujud... kini Tuhan pada akhirnya mengabulkan permintaan dari hamba- Nya. Permintaan yang jelas mudah bagi Tuhan untuk berikan, tapi mungkin Tuhan senang mendengar doa kita pada- Nya. Sehingga kini waktunya Shanum mencecap kebahagiaan dari apa yang dia usahakan dan berdoa selama ini.Abizar tak henti- hentinya mengucap rasa syukur melihat kantung janin yang sudah terbentuk di layar USG. Tangannya menggenggam jemari istrinya dengan erat dan mengecupnya sesering mungkin, seolah berterima kasih dengan semua pertahanan istrinya selama ini.Dokter Rebeca sampai mengusap air di sudut matanya, melihat kebahagiaan pada pasien serta suaminya yang ju

  • Perfect Partner in Life   30- Feeling Suami

    Saat siang Tiara dan Keanu baru pulang dari rumah Shanum dan Abizar. Keanu berkali- kali meminta maaf karena sudah mengganggu hari libur keduanya dan Shanum juga berkali- kali bilang jika ia tidak keberatan sama sekali.“ Lucu ya mereka berdua,” ucap Shanum setelah Tiara dan Keanu pulang.“ Iya. Serasi banget mereka berdua tuh. Keanu yang konyolnya nggak ketolongan dan Tiara yang galak.”“ Padahal dulu Tiara wanita yang manis loh, Mas.” Shanum ingat betul dengan Tiara yang juga pernah beberapa minggu mendampinginya praktek, sebelum akhirnya menjadi perawat untuk Keanu.“ Ya, mungkin dengan kegalakannya jadi dia bisa menghadapi suaminya itu.” Abizar tertawa membayangkan bagaimana keduanya yang sering bertengkar mulut, walau tak jarang juga keduanya bersikap sangat manis. Membuat siapapun iri pada mereka.Shanum mengangguk lalu mengajak Abizar membereskan dapur yang agak berantakan. Padahal tadi Keanu m

  • Perfect Partner in Life   29- Keinginan Bumil

    Seperti biasa, setiap pagi Keanu menemani istrinya untuk berjalan- jalan di sekitar komplek perumahan mereka. Tiara pun sudah resmi mengambil cuti lahiran sejak satu minggu yang lalu. Sekarang istrinya tengah mempersiapkan diri untuk operasi caesar yang akan dilaksanakan dalam waktu dua minggu lagi. Karena tekanan darah istrinya selalu tinggi, jadi melahirkan secara pervaginaan bukan pilihan yang tepat. Jalan satu- satunya adalah operasi caesar. Lagipula, mau melahirkan dengan cara apapun... perjuangannya pun sama. Semuanya sama- sama butuh pengorbanan. Jadi jangan pernah menjudge wanita yang melahirkan secara caesar maupun normal, keduanya sama- sama adalah calon ibu.Terkadang omongan orang di luar sana memang menyakitkan, seolah mereka sangat mengerti apa yang tengah orang lain rasakan. Padahal mereka hanya menilai dari luarnya saja. Keanu seringkali mengingatkan istrinya untuk cuek dengan ucapan orang- orang, terutama soal fisik Tiara yang memang jauh lebih berisi dibandi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status