Share

Keinginan Kyra

Kyra meneguk habis segelas air minum setelah menyelesaikan satu mangkuk sup rumput laut dengan disuapi oleh Richard. Lelaki di hadapannya itu tersenyum gemas saat Kyra berserdawa.

“Ma—af, tidak sengaja,” lirih Kyra, biasanya dia tidak melakukan hal sekonyol itu.

“Tidak masalah, Sayang. Itu berarti kau menikmati sup buatanku, ‘kan?” timpal Richard, senyuman masih bertahan pada bibir tebalnya.

“Hm … Sangat nikmat. Kalau saja aku belum kenyang, aku ingin minta dibuatkan lagi.” Kyra tidak membual soal rasa masakan yang dibuat oleh Richard, itu benar-benar nikmat.

“Masih ada banyak hari untuk kita lalui bersama, Sayang. Aku akan lebih sering memasak untukmu,” ucap Richard.

Richard lantas membenahi piranti makan.

“Biar aku saja yang mencuci.” Kyra menahan mangkuk yang akan Richard bawa ke wastafel.

Biasanya memang Kyra yang memasak dan mencuci piring bekas mereka makan, tetapi kali ini Richard melarang wanita itu melakukannya.

“Aku saja. Kau tidak boleh melakukan apa-apa mala mini,” larang Richard.

Selesai dengan urusan di wastafel, Richard mengeringkan tangan. Kemudian beranjak duduk pada kursi di sebelah Kyra lagi. Kyra serta-merta menyenderkan kepala pada bahu Richard.

“Maaf, aku tidak sempat membeli hadiah yang layak untukmu, Sayang, “ ujar Richard. “Sepanjang perjalanan ke sini, aku sudah memikirkan hadiah paling istimewa, tetapi sepertinya harus ditunda sampai beberapa bulan ke depan,” imbuhnya sedikit kecewa.

Kyra mengernyit heran. “Memang hadiah macam apa sampai harus ditunda?”

“Malam panjang tanpa jeda,” bisik Richard seduktif, tidak lupa kedua alis yang bergerak naik turun untuk menggoda.

Decakan lirih terlontar dari bibir Kyra mengiringi tangan yang memukul lengan Richard, membuat lelaki itu tergelak.

Namun, sepertinya lelaki tampan itu benar-benar berniat melalui malam panjang bersama Kyra tanpa jeda. Dia menolak saat Kyra mengajaknya beristirahat. Richard terus saja mengobrol ini dan itu, seolah tidak ada lagi hari esok untuk dijalani bersama.

Richard begitu senang dengan kabar kehamilan Kyra. Bahkan dia sudah merencanakan beberapa hal yang akan dilakukan bersama anaknya kelak, merancang masa depan si jabang bayi, mulai dari pendidikan sampai semua hal sudah dipikirkan matang-matang.

“Baiklah, Tuan Richard Parker. Apa pun yang kau rencanakan, akan kita wujudkan. Sekarang ayo tidur. Ini sudah malam,” ajak Kyra.

Richard melirik pada jam yang tergantung di dinding. Tidak terasa sudah hampir tengah malam. Dia lantas membopong tubuh mungil Kyra menuju kamar dan membaringkannya perlahan di ranjang. Richard menyusul berbaring di samping Kyra, saling berhadapan. Richard tersenyum manis memandangi paras ayu wanita terkasih.

“Sayang, apa yang sangat kau inginkan untuk hadiah ulang tahunmu?” tanya Richard. “Aku akan memberikan apa pun yang kau mau.”

Kyra mengigit bibir bawah, kebiasaan saat dilanda kegamangan. Wanita itu menimbang keinginan terbesar dalam hidupnya. Ada satu hal yang sangat ingin Kyra pinta sejak lama, tetapi urung dia ungkapkan. Mungkin tidak saat ini. Atau tidak akan pernah sama sekali.

“Cukup peluk aku saja malam ini,” pungkas Kyra.

===!!===!!===

Kyra menghela napas dengan berat ketika tidak mendapati Richard pada sisi ranjang di sebelahnya. Bukan kali pertama Kyra terbangun tanpa keberadaan Richard seperti saat ini. Acap kali pekerjaan menjadi alasan kepergian Richard di pagi buta. Kyra maklum, Richard adalah pebisnis andal dengan berbagai bisnis yang dikelola. Terkadang, setumpuk berkas membuat Richard tidak mengenal akhir pekan atau hari libur nasional yang lain.

Jarak antara Kota Midtown dengan South East juga menjadi salah satu rintangan bagi hubungan dua insan yang saling mencintai itu. Richard seringnya berkunjung ke South East setiap akhir pekan. Jika sedang beruntung, dia bisa datang 2 kali dalam satu minggu. Bisa juga hanya datang sekali pada pertengahan bulan. Tergantung bagaimana tingkat kepadatan rutinitasnya di Midtown.

Sejak awal Richard datang dan mereka menyepakati komitmen, Kyra sudah tahu risiko yang harus ditanggung olehnya. Untuk itu, dia tidak banyak memberi tuntutan kepada Richard. Lagi pula, lelaki itu benar-benar memperlakukan Kyra dengan sangat baik selama ini.

”Selamat pagi, Sayang.” Suara berat dari arah pintu mengagetkan Kyra.

Wanita itu pikir Richard sudah pergi dari apartemen mereka.

”Kau masih di sini?” tanya Kyra heran.

”Memangnya aku harus di mana?” Richard balik bertanya. “Kau tidak suka bersamaku, hm?”

Langkah jenjang Richard dibawa mendekati Kyra yang masih terduduk di tepian ranjang.

”Kupikir kau sudah pulang ke Midtown.” Kyra mencebikkan bibir tebalnya. 

Richard menundukkan pandangan pada wajah yang terlihat sendu itu. Dia lantas mendekap tubuh Kyra dan memberi kecupan pada pucuk kepala.

”Aku belum mendapatkan morning kiss-ku. Bagaimana bisa aku pergi tanpa itu?” Richard tersenyum penuh arti.

Sejurus kemudian kedua belah keping bibir tebal mereka saling beradu dalam kecupan lembut nan intim. 

”Ayo bangun. Aku sudah menyiapkan sarapan,” ajak Richard.

Kyra sedikit malu. Seharusnya dia yang memasak untuk Richard. Bukan terbalik seperti ini.

Lantaran Kyra masih saja bergeming, Richard berinisiatif membopong wanita mungil tersebut. 

Kyra memekik terkejut. “Kau mengagetkanku,” gerutunya, seraya melingkarkan kedua tangan pada leher Richard.

Si lelaki tampan terkekeh menimpali gerutuan Kyra, “Kau berpikir terlalu lama, Sayang. Aku sudah kelaparan,” timpalnya.

Begitu mereka sampai di dapur, Richard menurunkan Kyra dengan hati-hati.  Dua mangkuk nasi campur dengan lauk tumisan daging, sayur rebus, rumput laut, irisan sayur dan telur setengah matang, sudah tersaji di meja makan.

”Aku hanya bisa menyiapkan ini. Atau kau mau makan yang lain?” Richard menawari.

Gelengan beriring senyum semringah menjadi pertanda jika Kyra tidak masalah dengan pilihan menu dari Richard. Pada dasarnya, apa pun yang Richard berikan, Kyra pasti akan menerima dengan suka cita tanpa protes.

Kyra segera duduk berdampingan dengan Richard. Di sela menikmati sarapan bersama, Richard kembali mengungkit soal rencana kunjungan ke dokter kandungan hari ini.

”Kurasa aku pergi sendiri saja besok,” ucap Kyra.

”Kenapa begitu? Aku juga ingin tahu keadaan bayi kita.” Richard meletakan sendok sejenak hanya untuk mengelus perut datar Kyra. 

Wanita itu menggigit bibir bawah. Kyra tidak bermaksud membuat Richard kecewa, tetapi ada hal lain yang ingin dilakukannya hari ini.

“Kau ingin pergi ke tempat lain?” Richard cukup peka jika itu menyangkut Kyra.

”Aku ingin berkunjung ke rumah ibu,” lirih Kyra.

Kegiatan sarapan mereka terhenti, Richard bahkan menunda kunyahan pada mulutnya, kemudian terdiam dalam hening. Sementara itu, Kyra mengaduk-aduk makanannya. Sama-sama terdiam.

Debas lirih terhela dari lubang hidung Richard. Dia sangat tahu tidak mudah bagi Kyra untuk mengungkapkan keinginan tersebut.

”Habiskan dulu sarapanmu, Sayang. Setelah itu, kita baru mengunjungi ibu. Lalu ke dokter kandungan,” pungkas Richard mengambil keputusan.

Kyra serta-merta menatap lelaki jangkung itu, seolah tidak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar. Akan tetapi, senyum tulus yang terbit pada bibir tebal Richard, meyakinkan Kyra bahwa lelaki terkasihnya tersebut tidak sedang membual.

Dengan semangat Kyra menghabiskan sarapannya cepat-cepat.

“Uhuk!” Kyra tersedak.

“Pelan-pelan saja, Sayang.” Richard dengan sigap menyodorkan gelas berisi air minum dan menepuk-nepuk punggung Kyra perlahan. 

Sejak pindah ke apartemen yang Richard beli, Kyra hanya sekali mengunjungi ibunya. Jadi, ini adalah momen yang sangat dia tunggu dari dulu.

-to be continued-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status