Share

Menagih Janji

Kyra melepaskan diri dari pelukan Richard. Dia mengurai langkah tanpa tenaga menuju ke arah Nyonya Amber. Richard menatap waspada lalu tersentak ketika Kyra tiba-tiba menekuk kedua lutut, dan bersimpuh di hadapan Nyonya Amber.

“Ibu ….“ Suara Kyra terdengar begitu nelangsa.

Richard masih menahan diri untuk tidak menarik Kyra dari posisi berlututnya. Mungkin saja apa yang dilakukan oleh Kyra saat ini, bisa meluluhkan hati Nyonya Amber.

“Kumohon … maafkan aku,” pinta Kyra seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada.

Wajah Kyra basah, kedua matanya sembab dan merah. Akan tetapi, itu tidak cukup untuk membuat Nyonya Amber menaruh rasa iba. Alih-alih memberikan maaf, Nyonya Amber justru melengoskan muka. Enggan menatap putri semata wayang yang sedang meratap.

Richard tidak bisa menahan diri lebih lama untuk menyaksikan Kyra diperlakukan seperti itu, meskipun oleh ibunya sendiri. Dengan segera, Richard menghampiri Kyra dan memaksanya untuk berhenti berlutut.

“Kyra … ayo bangun,” ajak Richard beribisk tepat di telinga kanan Kyra.

Kyra sempat menolak, bertahan pada posisinya sampai Nyonya Amber memberikan maaf. Richard tahu betul Kyra terkadang bisa bersikap bebal seperti itu. Namun, sekarang bukan waktu yang tepat untuk Richard membiarkan Kyra terus bersimpuh. Richer mengkhawatirkan kondisi janin dalam kandungan Kyra.

“Sayang, kita pulang sekarang, ya. Kumohon … demi bayi kita,” ucap Richard masih dengan suara berbisik.

Nyonya Amber mendengar bisikan Richard itu. Dia lantas menarik diri menjauh.

“Kalian tahu di mana pintu keluarnya. Silakan pergi dan jangan pernah kembali lagi!” hardik Nyonya Amber, lantas meninggalkan Richard dan Kyra yang masih berlutut.

“Sayang … ayo kita pergi.”

Kali ini Kyra tidak lagi menolak ajakan Richard. Nyonya Amber tidak akan memberi maaf dengan mudah.

Richard lantas menuntun Kyra keluar dari rumah Nyonya Amber menuju mobil. Rencana untuk mengunjungi dokter kandungan pun dibatalkan. Mereka pulang dengan megantongi kekecewaan yang sejak semula memang sudah menjadi bagian dari prediksi kedua orang itu. Untuk memperbaiki hubungan dengan Nyonya Amber, memang bukan persoalan mudah bagi Richard dan Kyra.

Baik Richard maupun Kyra, sama-sama tidak menyalahkan Nyonya Amber atas penolakan yang mereka dapatkan. Richard dan Kyra sangat memaklumi jika Nyonya Amber merasa hatinya hancur akibat dari keputusan yang diambil oleh mereka berdua. Akan tetapi, semua yang sudah terjadi tidak mungkin bisa dikembalikan seperti sedia kala. Mereka hanya perlu berdamai dengan keadaan.

”Sayang ….“ Richard menoleh ke arah Kyra yang duduk di sebelah kirinya.

Kyra tidak menyahut. Dia terus menunduk dengan tangis yang sejak tadi tertahan.

“Maafkan aku. Tidak seharusnya aku memaksamu untuk bertemu ibu tadi,” ucap Richard penuh sesal.

Richard pikir masalah mereka harus diselesaikan dan tidak dibiarkan terus berlarut-larut. Akan tetapi, ternyata Nyonya Amber masih menutup hati untuk memberi pengampunan kepada Richard dan Kyra.

Tidak. Sebenarnya Richard sudah menyerah untuk mendapatkan maaf dari Nyonya Amber. Richard tahu diri bahwa kesalahannya terlalu fatal di mata ibu Kyra itu. Richard hanya bisa berharap Nyonya Amber masih mau membuka hati untuk menerima Kyra kembali. Bagaimanapun, Kyra adalah darah daging Nyonya Amber. Dan mereka berdua hanya memiliki satu sama lain.

“Sayang ….” Richard kembali memanggil Kyra dengan lembut, jemarinya mengusap punggung tangan wanita itu.

Jujur saja, Richard tidak nyaman melihat Kyra membungkam diri seperti sekarang ini. Itu membuat Richard merasa sangat buruk karena gagal menepati janji untuk selalu membahagiakan Kyra.

“Aku sungguh-sungguh minta maaf.” Richard harap dia bisa memutar waktu ke beberapa jam lalu dan menolak permintaan Kyra untuk datang ke rumah Nyonya Amber.

Lebih baik Kyra marah karena permintaannya ditolak, daripada Richard harus menyaksikan Kyra terbelenggu kesedihan yang berlarut-larut. Richard yakin, kali ini rasa sedih itu akan bertahan lebih lama.

”Semua salahku,” ucap Kyra dengan suara sengau.

“Tidak, Sayang. Kau tidak salah.” Richard lebih rela dituduh bersalah, daripada Kyra menyalahkan dirinya sendiri.

“Kemarin aku tidak sengaja melihat ibu berbelanja banyak di supermarket. Aku pikir ibu melakukan itu untuk membuatkan beberapa masakan yang kusukai untuk merayakan hari ulang tahunku,” ungkap Kyra lirih.

Richard tidak tahu kalau Kyra acap kali keluar dari apartemen untuk membeli sesuatu. Padahal Richard sudah memenuhi segala kebutuhan Kyra, supaya dia tidak perlu repot-repot pergi ke mana pun.

“Ternyata … aku keliru karena terlalu berharap. Ibu masih tidak mau memaafkanku.” Kyra masih menunduk, tangan kirinya sesekali menyeka cairan yang nyaris terjatuh dari lubang hidung.

Richard menepikan mobilnya di tepian jalan. Dia tidak membagi fokus untuk mengemudi sekaligus menenangkan hati Kyra. Demi menghindari risiko terjadinya kecelakaan, Richard lebih baik berhenti. Richard menarik tubuh mungil Kyra untuk masuk ke dalam dekapan. Dia membelai surai hitam wanita tercinta itu penuh kasih sayang.

“Aku ….” Kyra tidak sanggup melanjutkan kalimatnya. Dia merasa terlalu bersalah kepada Nyonya Amber.

Andai saja Kyra berada di posisi Nyonya Amber, dia pun mungkin tidak akan memaafkan kesalahan yang telah diperbuat. Namun, Kyra masih meninggikan harapan bahwa suatu saat nanti, hubungannya dengan Nyonya Amber akan kembali menjadi baik seperti dulu. Nyonya Amber tidak memiliki siapa pun lagi selain Kyra di dunia ini.

“Sayang ….” Tidak ada yang bisa Richard lakukan selain mengusap punggung Kyra untuk menenangkannya.

Sejenak kemudian, Kyra melepaskan diri dari dekapan Richard dan menatap sepasang mata bulat meruncing milik lelaki itu dengan lekat. Richard mulai was-was.

”Apa tawaran tadi malam masih berlaku?” tanya Kyra tiba-tiba.

Richard mengerutkan kening, kedua alisnya nyaris bertaut satu sama lain. Firasat Richard mengatakan kalau perbincangan mereka setelah ini, tidak akan baik-baik saja.

 ”Permintaan. Kau bilang akan mengabulkan apa pun yang kuinginkan.” Kyra mengulangi perkataan Richard tadi malam, sebagai hadiah ulang tahun.

Meskipun Richard sudah mengabulkan keinginan untuk megunjungi Nyonya Amber, Kyra berharap masih memiliki kesempatan untuk satu permohonannya lagi agar terkabul.

 Richard menelan ludah gugup. Jujur saja dia akan berusaha menyanggupi apa pun permintaan Kyra. Hanya satu hal yang Richard takutkan akan diminta oleh wanitanya itu. Dan saat ini Richard benar-benar belum siap jika Kyra menginginkan apa yang dia takuti tersebut.

 Sepertinya Richard harus membuat batasan tentang kata 'apa pun' yang sempat dia ucap tadi malam. Richard terlalu bahagia hingga begitu mudah melontarkan janji untuk memenuhi semua permintaan, tanpa berpikir konsekuensi yang mungkin saja terjadi.

Kyra masih menatap Richard penuh harap,  membuat lelaki itu pada akhirnya harus menghela pasrah.

“Apa yang kau inginkan, Sayang?”

Meskipun berusaha untuk tetap tenang, Richard tidak menampik perasaan was-was yang melanda. Jantung Richard berdegup tidak karuan, menanti kalimat yang akan meluncur dari bibir Kyra. Richard berharap yang Kyra inginkan tidak sama seperti ketakutan yang sedang menguasai pikirkannya saat ini.

“Aku ingin ….”

-To be continued-

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status