Share

BAB 2

Penulis: Ciaz
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-29 23:22:32

Dua keluarga yang di satukan dalam rangka makan malam itu telah menyelesaikan makanan mereka masing-masing, terlihat raut kedua pasangan suami istri itu yang ingin menyampaikan suatu hal penting dari inti malam ini.

"Jadi bagaimana menurutmu Harris? Kamu setuju 'kan, jika anak kita di satukan dengan cara menikahkan mereka, agar hubungan pertemanan kita semakin erat." Ucap Daniel dengan lugasnya. Membuat Leanne yang sedari tadi diam melihat ke arahnya begitu pun Damian.

"Ya, aku setuju kapan pernikahannya akan di laksanakan." Ucap Harris.

"Lebih cepat lebih bagus. Iya 'kan Anita?"Tanya Rose.

"Bagaimana kalau dua minggu dari sekarang. Kita akan mulai mempersiapkannya Rose." Ucap Anita begitu bersemangat.

Para orangtua itu sibuk dengan pembicaraan mereka seolah orang yang berada di meja itu hanya mereka.

Membuat anak mereka bertanya-tanya siapa yang mereka bicarakan dan pernikahan siapa yang akan di laksanakan dengan waktu secepat itu.

"Apa yang kalian bicarakan? Siapa yang akan kalian nikahkan, Ma?" Tanya Damian pada ibunya.

Rose tersenyum lembut pada Damian. "Kamu dan Anne, Say—"

"Aku tidak mau, Ma!!"

Perkataan Rose terpotong begitu saja saat Damian menolak tegas ia marah pada Rose seraya berdiri dari duduknya.

"Jaga sopan santunmu Damian. Apakah pantas berteriak pada Mama mu sendiri." Ucap Daniel tegas dengan memandang anaknya begitu tajam.

"Mama ingin yang terbaik untukmu sayang. Lagi pula Mama mengenal Anne gadis yang baik dan juga cantik apa yang salah?" Tanya Rose seraya menenangkan anaknya.

"Mama mohon oke, ini permintaan Mama yang terakhir sayang. Kita tidak tahu kalau suatu saat nanti Mama di panggil cepat oleh sang Kuasa tanpa bisa melihatmu menikah terlebih dahulu." Lirih Rose dengan raut sedihnya.

"Ma, Mama akan selalu sehat jadi jangan bicara seperti itu." Ucap Damian menghela napas pelan.

"Oke aku akan terima perjodohan ini. Apa Mama senang?" Lanjutnya yang membuat Rose tersenyum dan mengangguk.

"Jadi Anne kamu setujukan, Nak? Dua minggu lagi kalian akan segera menikah." Tanya Anita pada anaknya.

"Apa aku punya pilihan lain selain setuju." Jawaban Leanne yang datar membuat suasana menjadi canggung. Apalagi saat ini hati Leanne sudah muram.

"Hahaha." Tawa paksa dari Anita. "Bagaimana dengan pertunangannya." Alih Anita cepat mencairkan suasana.

"Lusa cukup untuk kita mempersiapkan semuanya, dengan mengundang keluarga dan teman dekat saja." Ucap Rose menanggapi dengan semangatnya.

"Baru di hari pernikahan kita akan mengundang relasi bisnis kita, serta karyawan di perusahaan juga. Apalagi nanti ada wartawan media yang akan meliput pernikahan anak-anak kita, jadi kita harus membuat pernikahan yang mewah dan megah, iya 'kan besan?" Lanjut Rose pada semuanya dan menyentuh pelan tangan Anita.

"Apa itu tidak berlebihan, Ma?" Sela Damian.

"Tidak sayang ini semua satu kali seumur hidup untuk kalian." Ucap Rose dengan hangatnya.

"Bisakah tidak ada media? Bagiku itu terlalu merepotkan" Ucap Leanne yang kini mengeluarkan pendapatnya.

"Kenapa sayang? Justru itu bagus untuk kalian biar semua orang tahu jika kalian telah menikah serta untuk semua orang lain tahu bahwa kamu menantu kami. Itu sama sekali tidak merepotkan kok." Ucap Rose lembut.

"Bagus juga apa yang kamu pikirkan Rose, tapi jika itu kemauan anak-anak kita aku setuju saja. Dengan mereka menikah pun aku senang, dengan sendirinya semua orang pasti akan tahu." Ucap Anita yang menyetujui keinginan putrinya.

"Ya sudah kalau begitu, aku setuju dengan kemauan kalian." Ucap Rose yang di angguki semua.

Mereka pun melanjutkan perbincangan mereka seputar pernikahan, larut dalam lamunannya membuat Leanne tidak sadar bahwa Damian terus memandanginya, penuh arti.

*****

"Apa kalian akan terus mengatur hidupku." Ucap Leanne datar pada Anita dan Harris yang berada di belakangnya.

Saat ini mereka baru saja tiba di rumah dan kini berada di ruang tengah.

"Kami melakukan ini semua demi dirimu, Nak. Percayalah kami menyayangimu." Ucap Anita yang melihat anaknya dengan sendu.

Leanne membalikkan tubuhnya, menatap Harris dan Anita.

"Demi diriku?! Atau demi perusahaan?!!" Ucap Leanne sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Tidak bisakah kalian memberiku pilihan hidupku sendiri atau kalian abaikan saja aku seperti dulu." Lanjutnya.

"Kenapa kalian tidak menggunakan anak kesayangan kalian yang lain, dan malah aku yang harus di tumbalkan untuk perusahaan. Haruskah selalu aku, AKU DAN AKU!! Yang selalu di korbankan!!" Ucap Leanne di tengah-tengah kalimatnya dengan suara kerasnya.

Emosinya mulai tidak terkendali.

"Jaga suaramu Anne!" Ucap Harris memandang anaknya tajam yang di balas tak kalah tajam oleh Leanne.

Leanne mengepalkan tangannya, lalu ia berbalik. Namun sebelum melangkah Leannne berkata.

"Cukup hanya ini permintaan terakhir kalian!! Sebaiknya ke depannya jangan pernah lagi mengurusi kehidupan ku." Ucap Leanne dingin yang penuh penekanan, lalu ia berjalan ke arah tangga ke arah kamarnya.

Ucapan Leanne membuat kedua paruh baya itu bungkam meninggalkan rasa sesak di hati mereka. Kapan anaknya itu akan memaafkan mereka, batin Harris dan Anita yang penuh penyesalan.

"Apa kita tidak terlalu memaksakannya, Yah?" Tanya Anita pada Harris.

"Tenanglah semua akan baik-baik saja." Jawab Harris yang melihat istrinya gelisah.

"Kesalahan kita padanya dulu, membuat ia jauh dari kita, Yah. Aku menyesal telah membuat anak kita sendiri membenci kita sebagai orangtuanya." Jedanya.

"Perasaan bencinya masih ada walaupun Anne ada bersama kita." Lanjut Anita dengan tangisnya, usapan halus dari Harris tidak membuatnya merasa tenang.

Tanpa mereka sadari sepasang mata tajam melihat interaksi mereka dingin dengan tangan mengepal.

Dia Leanne yang masih belum masuk ke dalam kamarnya.

*****

Memandang tajam ke arah luar jendela, membuat hati Leanne hampa. Begitu banyak yang ia pikirkan berkecamuk di kepalanya.

Sebuah notifikasi membuat handphone Leanne yang berada di atas meja menyala. Ia mengambil dan membaca sebuah pesan masuk.

Dari: 08XX XXX XXX

Kita perlu bicara dan bertemu di Cafe X

Besok jam makan siang.

Damian.

Seulas senyum sinis terbit di bibir Leanne. Leanne tidak berniat untuk membalas pesan itu. Ia mengetik sebuah pesan dan mengirimkannya pada seseorang.

*****

Esok harinya.....

Sebuah lonceng ketika Leanne masuk ke dalam Cafe tempatnya bertemu Damian. Tatapan mereka bertemu dan Leanne menghampirinya.

"Menunggu lama?" Tanya Leanne seraya duduk di hadapan Damian.

"Tidak. Lagi pula saya baru saja datang." Jawab Damian yang melihat penampilan Leanne sama seperti kemarin memakai kemeja kebesaran dan skinny jeans. Beda dari wanita yang lainnya selalu pakai dress juga sepatu Hills tidak dengan Leanne yang memakai sepatu convers.

"To The Point saja, saya tidak menerima perjodohan ini. Namun demi Mama saya dengan terpaksa harus menerimanya, dan saya juga memiliki seorang kekasih." Jeda Damian yang melihat respon Leanne yang datar-datar saja.

"Dan perlu saya ingatkan, pernikahan ini hanya sebentar, dalam satu tahun saya harap kita bercerai dengan baik-baik, dan selama kita menikah tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing.

Namun di hadapan para orangtua. Saya harap kamu bisa bekerja sama dengan saya untuk terlihat normal seperti pasangan suami istri lainnya itupun saat di depan mereka saja." Lanjutnya tegas.

"Tentu. Apa perlu kita membuat surat perjanjian?" Tanya Leanne yang masih menatap Damian datar.

"Ya, akan saya buat setelah kita menikah." Balas Damian.

Damian menatap Leanne, wanita di hadapannya sulit untuk ia tebak pikirannya.

"Karena tidak ada yang perlu di bicarakan lagi, saya permisi." Lanjut Damian berdiri seraya membenarkan jas kerjanya yang tidak terlihat kusut dan berlalu keluar Cafe, meninggalkan Leanne yang termenung dalam lamunannya sendiri.

*****

Sementara itu....

Damian yang sudah ada di dalam mobil yang masih berada di parkiran Cafe, belum juga menyalakan mesin mobilnya, termenung sesaat apa yang di lakukan olehnya sudah benar, tidak ingin memberi harapan lebih pada wanita itu dalam sebuah pernikahan yang akan mereka jalani.

Sebuah panggilan telpon dari handphone membuat ia mengerjapkan matanya dan mengangkat siapa yang tengah menelponnya.

"Halo Sarah?" Ucapnya pada Sarah yang berada di seberang sana.

"Bisakah kamu ke apartemen ku, Sayang?" Tanya Sarah dengan suara manjanya.

"Hm, aku sedang di jalan menuju kesana dan ada yang ingin aku bicarakan juga denganmu." Ucap Damian dan ia segera melajukan mobil berlalu dari parkiran Cafe.

▪️▪️▪️▪️▪️

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perfect Wife (Dangerous)   BAB 134

    ***** Leanne dan bayinya sudah di pindahkan di ruang rawat. Tentunya dengan kelas VVIP, ruang rawat Leanne di hias begitu indahnya dengan pernak-pernik warna biru keemasan. Leanne tengah menggendong bayinya dan Damian duduk di atas brankar di samping Leanne. Merangkul bahu Leanne dengan mesra. Untuk saat ini hanya ada mereka. Orang tua Leanne maupun Damian mereka yang tengah di luar kota sedang dalam perjalanan pulang dan menuju rumah sakit. "Sudah ada nama untuk anak kita, Regan." Mendengar istrinya menyebut 'anak kita' membuat perasaan Damian selalu menghangat. "Ya." Sahut Damian dengan ibu jarinya yang mengusap pipi merah anaknya. Leanne menatap Damian. "Apa?" Tanyanya. Damian menatap istrinya. "Leander Ergan Alpha Romanov. Putra kita yang akan menjadi pemimpinnya Romanov." Ucapnya. Leanne tersenyum. "Bagus sekali." Ucapnya, lalu tatapan Leanne mengarah kembali pada bayinya yang sudah di beri nama Leander Ergan Alpha Romanov. "Sangat cocok untukmu, Sayang."

  • Perfect Wife (Dangerous)   BAB 133

    ***** NAKARI HOSPITAL UNIVERSITY Damian yang berada di depan pintu ruangan persalinan terus saja mondar-mandir. Bukan tanpa alasan kenapa Damian seperti itu dengan suasana hatinya yang terus cemas. Sebab hari ini Leanne akan segera melahirkan. Satu jam lalu lebih tepatnya sebelum Leanne di bawa ke rumah sakit. Leanne yang berada di rumah bersama dengan damian yang sudah mulai cuti untuk tidak ke kantor semenjak kandungan Leanne sudah memasuki HPL. Mereka berdua menghabiskan waktu bersama dengan berjalan-jalan menyusuri halaman belakang. Awalnya Leanne baik-baik saja saat mereka masih mengelilingi halaman, namun saat Damian masuk kembali ke mansion untuk mengambilkan topi untuk Leanne pakai di kamarnya. Tiba-tiba saja Leanne merasakan sakit di perutnya. Ada dua orang pelayan yang menemani Leanne, namun melihat Leanne yang kesakitan mereka di buat panik. Hingga harus Leanne 'lah yang mengingatkan mereka jika mereka harus memanggil Damian. Salah satu dari mereka berlar

  • Perfect Wife (Dangerous)   BAB 132

    ***** Damian yang baru saja selesai meeting, masuk ke dalam ruangannya. Ia segera mengecek ponselnya yang tadi ia tinggalkan sebab ia charger. Damian melihat ada beberapa notifikasi yang masuk. Di antaranya sebuah pesan dari bawahannya yang selama ini ia perintahkan untuk menjaga dan mengawasi istrinya secara diam-diam. "Apa ini?!!" Damian terlihat marah saat melihat potret istrinya yang di kirimkan oleh mata-matanya. Foto pertama di mana foto itu berisi istrinya yang tengah memasuki mobil hendak pergi keluar. Damian marah karena saat ini pakaian istrinya begitu sexy sekali. Gaun pendek berwarna maroon yang sebatas paha dengan sebuah blazer hitam menutupi bahunya, namun tetap saja istrinya sangat terlihat sexy apalagi dengan perutnya yang sudah membesar. Kandungan Leanne saat ini sudah memasuki trimester ketiga. Dalam beberapa bulan ini begitu banyak perubahan pada istrinya semenjak hamil. Selain moodnya yang sering berubah- ubah, cara berpakaian istrinya pun selalu me

  • Perfect Wife (Dangerous)   BAB 131

    ***** Damian menuntun Leanne dengan hati-hati sebab mata Leanne masih tertutup kain dasi. Masuk ke dalam sebuah ruangan besar. Di mana di dalam ruangan itu sudah di hias indah sedemikian rupa. Bukan hanya itu saja, akan tetapi ada Rose dan Daniel serta Anita dan Harris. Dari arah lain ada Joshua yang baru saja datang sambil membawa popper party di tangannya. Damian membawa Leanne ke tengah-tengah mereka. Damian berdiri di belakang tubuh Leanne, lalu ia berkata. "Kamu sudah siap Love?" Tanya Damian berbisik pelan pada telinga Leanne. "Ya." Sahut Leanne yang sudah tidak sabar agar ikatan di matanya di lepaskan. Damian melepaskan ikatan itu dan dengan perlahan menjauhkan kain dasi itu dari Leanne. POP!!! Suara letusan keras itu terdengar disertai dengan keluarnya confetti ke udara. "SURPRISE!!!!" Seruan dari sekitarnya membuat Leanne melihat siapa-siapa saja yang ada. Bukan hanya kedua mertuanya saja, kedua orangtuanya pun ada. "Happy anniversary untuk kalian

  • Perfect Wife (Dangerous)   BAB 130

    ***** Beberapa bulan kemudian..... Hari ini weekend, Leanne dan Damian berencana pergi ke pusat perbelanjaan. Damian tengah menerima telepon di lantai bawah sambil menunggu Leanne yang belum selesai bersiap-siap. "Jo kamu harus pastikan semuanya sempurna sesuai dengan rencana." Ucap Damian mewanti-wanti Joshua di seberang sana. Damian melihat kehadiran istrinya yang tengah menuruni tangga. "Jangan ada kesalahan apapun." Tandas Damian sekali lagi ia memperingati Joshua. Belum sempat Joshua membalas ucapan Damian, sambungan telepon sudah di putuskan sepihak oleh Damian. Damian menghampiri Leanne dengan tatapan penuh pemujaan. Sebab Leanne hari ini tampil sangat cantik dengan riasannya. Bukan hari ini saja setiap hari pun istrinya selalu tampil cantik. Leanne yang biasanya tidak terlalu sering memakai dress entah kenapa sudah beberapa bulan ini selalu memakai dress dengan juga selalu merias diri. Bahkan Damian selalu di buat heran saat berada di rumah pun istrinya

  • Perfect Wife (Dangerous)   BAB 129

    ***** Venesia, Italia. Ya, mereka berdua Leanne dan Damian kini sudah berada di kota romantis itu. Kedatangan mereka tak lain adalah untuk bulan madu. Seperti apa yang sudah mereka rencanakan setelah urusan Leanne selesai mereka akan berbulan madu dan Damian menyerahkan semua tujuan mereka pada Leanne. Dan pada akhirnya Leanne memilih Venesia. Leanne dan Damian baru saja check-in kamar hotel. Sebenarnya keinginan Damian dirinya ingin tinggal di apartemen, bukan hanya menyewanya melainkan membeli salah satu apartemen di sana yang pastinya memiliki nilai tinggi dari segi kualitas dan kuantitasnya. Namun keinginan itu harus pupus karena Leanne sendiri menolak tegas, sebab mereka tinggal di Venesia hanya beberapa hari. Bagi Leanne itu pemborosan, akan tetapi berbeda dengan pemikiran bisnis Damian. Membeli apartemen di Venesia sama saja untuk investasi. Namun apalah daya karena terlalu cinta mungkin sudah masuk level budak cinta Damian pun mematuhi perkataan istrinya. Setibany

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status