Majandra refleks bergerak mundur. Namun, di belakangnya ada seorang pria lain yang tertawa pelan, saat wanita itu menabrak tubuhnya dari depan. “Hati-hati, Sayang,” ucap pria di belakang Majandra, yang berusaha menyentuh kedua lengan wanita itu. Bau alkohol menguar dari mulut si pria.
“Jangan menyentuhku!” sergah Majandra tegas.“Ow, galak sekali.” Pria itu tertawa sambil mengangkat kedua tangannya. “Gadis latin yang sangat cantik. Berteriaklah padaku, tapi jangan di sini,” ujarnya setengah berbisik.“Menjauh dariku!” sentak Majandra. Dia menepiskan tangan si pria yang kembali berusaha menyentuhnya.Ketiga pria yang rupanya dalam kondisi mabuk tersebut, tertawa bersamaan. Entah apa yang lucu, tapi mereka terus melakukan itu.“Aku selalu ingin mengencani gadis latin. Lihatlah kulitnya yang eksotis,” tunjuk salah seorang dari mereka dengan senyum nakal.“Kau ingin mencicipinya, Kawan?” tawar rekan si pria tadi.“Ya,Beberapa saat kemudian, Majandra telah tiba di bandara. Dia sengaja datang mendekati waktu keberangkatan, karena dirinya malas harus menunggu seorang diri. Sambil duduk di ruang tunggu khusus, wanita dua puluh lima tahun tersebut memeriksa pesan masuk di ponselnya. Majandra mendapati nomor baru, yang mengirimkan beberapa foto saat tengah berada di pantai. Tentu saja, dia sudah tahu bahwa nomor itu milik Damien Curtis. Majandra tersenyum manis. Namun, senyuman wanita cantik tersebut seketika memudar, ketika dia membuka pesan teks yang dikirimkan paling akhir. [Sampai bertemu lagi di Perancis]“Astaga, Damien.” Majandra menggeleng pelan. Pria itu memang seorang pemaksa dan pantang menyerah. Kembali terbayang dalam benak Majandra, kebersamaan terakhir antara dirinya dengan pria tampan pemilik beberapa tato tersebut. Majandra memejamkan mata saat meresapi setiap sentuhan si pemilik mata abu-abu, yang diterimanya kemarin malam. Harus dia akui, bahwa
Majandra terdiam memperhatikan selembar foto. Di sana, terlihat dirinya tengah duduk di cafe, bersama pria yang tak lain adalah Damien. Namun, karena foto itu diambil diam-diam dari belakang, sehingga tak terlihat secara jelas wajah pria itu. “Siapa yang memberikan foto ini padamu?” tanya Majandra. Dia menoleh sekilas kepada Alexandre, yang tetap fokus pada jalanan di depan. “Seorang teman. Dia kebetulan sedang berlibur di sana,” jawab Alexandre tanpa mengalihkan pandangan kepada Majandra, yang menanggapi ucapannya dengan tawa renyah. Alexandre awalnya hanya fokus ke depan. Sesaat kemudian, pria itu menoleh. “Kenapa tertawa? Apanya yang lucu?” tanyanya seraya memicingkan mata karena tak mengerti.Majandra menghentikan tawanya. Dia menatap sang suami dengan sorot yang sulit diartikan. “Seorang teman? Jangan katakan jika kau mengirim seseorang untuk menguntitku dengan sengaja,” tukas wanita cantik bermata abu-abu itu. Alexandre menyunggingkan senyuman sama
Majandra menatap pria berambut gelap yang baru selesai mencium punggung tangan Estelle. Ini merupakan kiamat baginya. Tak pernah diduga, bahwa dia akan kembali melihat sosok tampan bermata abu-abu, yang kali ini melirik ke arahnya sambil tersenyum kalem. “Selamat malam, Nyonya,” sapa pria itu sopan. Majandra balas tersenyum. Tak sulit bagi dirinya untuk bersandiwara. Berpura-pura, sudah menjadi bagian dari bakatnya setelah menikah dengan Alexandre. “Selamat malam, Tuan,” balas wanita itu seraya mengangguk pelan. Gestur tubuhnya begitu indah dan tampak sangat tertata, menandakan bahwa dia merupakan wanita terdidik dan memiliki tata krama. Padahal, itu juga hanyalah kedok. Kenyataannya, Majandra tidak selembut itu. Wanita cantik tersebut bahkan membenci senyuman hambar, yang selalu menjadi penghias paras menawannya di hadapan keluarga besar LaRue. Terlebih, saat ini. Bagaimana mungkin Majandra melihat Damien Curtis ada di sana? Pria tampan tersebut ada di
“Kau di sini?” Alexandre menaikkan sebelah alisnya. “Ya, sayang. Kebetulan aku lewat ….” Alexandre tidak membiarkan Lea melanjutkan kata-katanya. Dia langsung menutup sambungan telepon, lalu berjalan keluar dari aula. Pria itu tak tahu bahwa Majandra yang telah kembali dari toilet, memperhatikan gerak-geriknya sejak tadi. Majandra yang tengah bersama Estelle dan dua adik perempuan Alexandre, langsung berpamitan kepada mereka. Wanita cantik bergaun merah tersebut melangkah cepat, agar bisa menyusul Alexandre yang lebih dulu meninggalkan aula. Majandra bahkan sampai menaikkan bagian bawah gaun pestanya, agar tidak menghambat langkah. Dari jarak beberapa meter, tampak Alexandre yang tengah berjalan gagah melintasi koridor cukup lebar, dengan ornamen dan ukiran-ukiran dinding khas eropa. Majandra tak tahu pria itu akan ke mana atau menemui siapa. Namun, pertanyaannya terjawab, saat Alexandre berjalan keluar halaman. Majandra sempat berse
Majandra menoleh ke arah suara tadi berasal. Sementara, Damien masih dalam posisi menghadap padanya. Pria tampan tersebut seakan tak ingin berpaling, dari paras cantik wanita di hadapannya. Namun, Majandra lebih memilih bergerak mundur. Dia memberi jarak antara dirinya dengan putra dari Julien Curtis tersebut. Terlebih, karena Alexandre berjalan mendekat kepada mereka.“Sudah kuduga bahwa pria itu adalah dirimu,” ucap Alexandre setelah berdiri di dekat Majandra serta Damien. Damien yang awalnya tak menoleh kepada Alexandre, kali ini membalas tatapan tajam pria yang baru ditemuinya malam itu. Dia tetap menunjukkan sikap kalem, seakan tak merasa terintimidasi oleh sorot tajam suami Majandra tersebut. Damien bahkan menyunggingkan senyuman menawan, terhadap sulung dari Keluarga LaRue tadi. “Memangnya apa yang kau ketahui, Tuan LaRue?” tanya Damien tenang. “Tidak banyak,” jawab Alexandre dingin. “Aku hanya melihat dari selembar foto, bahwa Majandra menemukan
“Ada apa ini?” seru Phillipe, saat melihat Alexandre yang baru bangkit sambil mengusap sudut bibir. “Apa yang kau lakukan, Damien?” sentak Julien. Pria itu terbelalak tak percaya, sambil menghampiri putranya yang berdiri dengan raut menakutkan. Kedua tangan Damien masih terkepal sempurna, hingga urat-urat di tangannya terlihat jelas. “Biarkan aku menghabisi bajingan ini, Ayah!” geram Damien dengan sorot tajam, yang terus tertuju kepada Alexandre. “Kau pikir aku takut padamu?” Alexandre bergerak maju. Dia bermaksud untuk meladeni ucapan Damien. Namun, dengan segera Phillipe dan beberapa pria lain menahannya. Begitu juga terhadap Damien. Mereka tak membiarkan kedua pria dari dua keluarga pebisnis ternama Perancis tadi saling mendekat, apalagi sampai baku hantam. “Hentikan!” sergah Philippe tegas. “Aku tidak akan membiarkan kalian merusak jalannya pesta malam ini!” Phillipe yang terkenal tegas, memperlihatkan kharismanya. Dia menatap Al
“Masalah seberat apa yang sedang kalian hadapi, sampai-sampai Alexandre harus berkelahi dengan putra Tuan Julien Curtis?” tanya Estelle. “Sudah kukatakan bahwa ini hanya salah paham,” sahut Alexandre dengan gaya bicaranya yang khas. “Aku tidak bertanya padamu. Aku bertanya pada menantuku,” ujar Estelle seraya mengarahkan perhatian sepenuhnya kepada Majandra. “Katakan sesuatu, Sayangku. Apa kau menyembunyikan hal penting dari kami berdua?” selidik wanita paruh baya tersebut. Majandra tidak segera menjawab. Lidahnya tiba-tiba kelu untuk mengungkapkan apa yang terjadi sebenarnya. Berat rasa hati mengatakan, bahwa rumah tangga yang dijalaninya bersama putra sulung dari Keluarga LaRue memang tidak baik-baik saja sejak dulu. Terlebih, karena mereka memang sudah terbiasa melakukan sandiwara di hadapan semua orang. Begitu juga dengan Alexandre. Pemegang jabatan tertinggi di Perusahaan La Bougenville, tersebut memilih tidak banyak bicara. Situasi yang
“Majandra?” Julien menaikkan alisnya yang telah bercampur dengan warna putih, setelah mendengar Damien menyebutkan nama itu. “Dari mana kau mengetahui nama istri Alexandre LaRue?” tanyanya penuh selidik.“Dari ….” Damien menggaruk, lalu mengacak-acak rambut gelapnya yang sudah sedikit berantakan, karena insiden tadi. “Aku mengetahui nama istri Alexandre LaRue dari media sosialnya ….” Damien menjeda kata-katanya, lalu mengembuskan napas pelan. Dia tahu bahwa dirinya telah bertindak bodoh dengan menyebutkan nama Majandra di hadapan sang ayah.Raut gelisah Julien tiba-tiba berubah menjadi ekspresi tak mengerti. Pria paruh baya itu memilih duduk sambil menyilangkan kaki. “Ya, dari media sosial,” ujarnya bernada sindiran, “dan kau menyebutkan nama itu dengan pelafalan yang sa