Menjalani rumah tangga bersama pria tampan dan kaya raya, ternyata tidak membuat Majandra merasa bahagia. Terlebih, hubungan mereka sebatas pernikahan bisnis tanpa cinta dan sang suami berselingkuh dengan wanita lain. Oleh sebab itu, Majandra memutuskan berlibur ke Maldives untuk menjaga kewarasan. Namun, siapa sangka, dia justru bertemu dan melakukan dosa sesaat dengan Damien Curtis--pria asing yang Majandra kira tak akan dijumpai lagi... Sayangnya, ia salah! Di tengah penyesalan, Majandra pun akhirnya tahu bahwa Damien adalah putra dari sahabat dekat ayah mertuanya...!
View More“Aku akan pulang terlambat hari ini," ucap Alexandre. Pria tampan yang tengah berdiri gagah di depan cermin setinggi dirinya. Alexandre bersiap-siap sebelum berangkat ke kantor, untuk acara penting di sana.
Majandra terdiam sembari memperhatikan sang suami yang memasang rapi dasinya. “Apa kau juga tidak akan makan malam di rumah?” tanya perempuan itu seraya mengikuti langkah Alexandre keluar dari kamar.“Kau sudah dengar bahwa aku akan pulang terlambat. Haruskah kujabarkan dengan detail?” Alexandre tertegun sejenak. Dia menoleh sekilas kepada Majandra, lalu kembali melanjutkan langkah tanpa berkata apa pun lagi.“Jadi, jam berapa kau akan pulang?” tanya Majandra kembali bertanya pada suami yang sudah dinikahinya tiga tahun lalu. Dia mengikuti langkah tegap pria itu keluar kamar, bagai anak kecil yang tengah merengek minta uang jajan kepada ayahnya.Lagi-lagi suaminya itu diam. Alexandre seakan malas memberikan penjelasan kepada Majandra.Setibanya di meja makan, Alexandre justru meneguk minuman yang tersedia di sana. Dia mengambil satu buah croissant, lalu memakannya sambil berjalan ke pintu.“Kau bahkan tidak ingin sarapan bersamaku?” Lirih Majandra pedih.Alexandre sempat tertegun di depan pintu. Dia menoleh kepada wanita cantik bermata abu-abu, yang berada beberapa langkah di belakangnya.Hanya saja, pria itu justru memperlihatkan sorot aneh yang sulit diartikan.Drrt!Ponsel Alexandre tiba-tiba berbunyi. Sang pemilik perusahaan property nomor satu di kota itu lantas mengambil handphonenya. “Ya, Louisa,” sapanya hangat pada sang sekretaris pribadi.Perlakuan suaminya tampak jelas berbeda pada Majandra.Perempuan itu diam-diam mengepalkan tangan. Terlebih, ia kembali mendengar pria tampan itu berbicara dengan lembut, “Baiklah. Aku akan tiba dalam setengah jam.”Setelah beberapa saat, telepon itu terputus.Alexandre kembali mengarahkan perhatian kepada Majandra, yang masih memandang ke arahnya. “Kau sudah terbiasa sarapan dan makan malam sendiri. Kenapa tiba-tiba bertanya macam-macam?” ucapnya dingin.Menahan emosi, Majandra menghela napas. “Kau masih mempekerjakan wanita itu sebagai sekretaris pribadimu?” tanyanya menahan tangis. Sorot kecewa bahkan tergambar jelas dari sepasang matanya yang bercahaya. “Apa kau juga lupa sekarang tanggal berapa?”Majandra menunggu beberapa saat. Ia berharap Alexandre memberikan jawaban yang dia inginkan.Akan tetapi, Alexandre justru hanya diam dan melihat arloji di pergelangan kirinya. “Aku sudah terlambat. Kau hanya membuang waktuku," gerutunya diiringi decakan pelan.Tanpa ada ucapan selamat jalan dan kecupan mesra khas suami-istri, pria tampan dengan setelan jas rapi tadi pergi begitu saja meninggalkan Majandra yang semakin dilanda rasa kecewa.Di ambang pintu, Majandra berdiri dan menyaksikan kepergian sang suami dengan tatapan kosong. Sebenarnya, hal seperti itu sudah biasa terjadi dalam kurun waktu selama tiga tahun pernikahan mereka. Majandra dituntut untuk tak merasa aneh lagi dengan sikap tak acuh sang suami. Namun, ada kalanya wanita cantik tersebut mengharapkan haknya sebagai seorang istri. “Bagus, Majandra. Teruslah mengharapkan sesuatu yang tak mungkin kau dapatkan,” gumam wanita yang masih mengenakan kimono tidur tersebut.Baru saja ia akan masuk, sebuah sedan merah berhenti di halaman depan rumahnya.Majandra mengenal betul siapa pemilik mobil tersebut.Benar saja, seorang wanita cantik berambut pirang sebahu keluar dari mobil. Dia melangkah anggun dalam balutan mini dress press body, yang memperlihatkan lekuk indah tubuhnya. Wanita itu menaikkan kacamata hitam sambil berjalan ke hadapan Majandra. “Apa kabar, Sayang?” sapanya, sembari memberikan pelukan hangat dan akrab.“Biasa saja,” balas Majandra. Dia membalas pelukan wanita cantik yang tak lain adalah Agathe Lavigne, sahabat dekatnya.“Kau sibuk sekali akhir-akhir ini.” Majandra mengajak sahabatnya tersebut masuk. Mereka sama-sama duduk di ruang tamu.“Tidak juga. Lebih tepatnya menyibukkan diri,” ujar Agathe tak acuh. Dia duduk sambil menyilangkan kaki, lalu mengeluarkan sebungkus rokok. “Aku sengaja datang kemari untuk menyampaikan titipan dari Mary-Anne.” Agathe mengeluarkan selembar kartu undangan mewah dari dalam tas tangannya. Dia menyodorkan benda tadi kepada Majandra.“Apa ini?” tanya Majandra seraya mengernyitkan kening. “Dia akan menikah?” Ekspresi tak percaya terlihat jelas dari paras cantiknya.“Ya, Sayang,” jawab Agathe. “Mary-Anne akan melangsungkan pesta pernikahannya di resort mewah milik Alexandre. Apakah suamimu tidak mengatakan apapun?” Agathe mengambil sebatang rokok, kemudian menyulutnya. “Kau mau?” tawar wanita itu.“Tidak. Aku sedang berusaha berhenti merokok,” tolak Majandra tanpa menoleh, karena dirinya tengah sibuk membaca kartu undangan tadi. “Alexandre tak mengatakan apapun padaku. Entah dia mengetahui atau tidak. Kurasa, dia tak mengurusi hal-hal seperti itu,” ujarnya seraya meletakkan kartu undangan tadi. Dia mengarahkan perhatian sepenuhnya kepada Agathe. “Aku tidak yakin jika kau kemari hanya untuk ini.”Agathe tertawa renyah sambil mengepulkan asap tipis dari mulutnya. Dia lalu membuang abu rokok di dalam asbak. “Tentu saja. Kartu undangan itu tidak terlalu penting. Aku ….” Agathe menjeda kata-katanya. Dia terdiam beberapa saat, sambil terus memandang Majandra yang terlihat penasaran.Namun, Agathe tampak ragu untuk melanjutkan kata-katanya tadi. Akhirnya, wanita cantik bertubuh sintal tadi mengambil telepon genggam dari dalam tas. Dia membuka layar ponsel, lalu menggerakkan jarinya seakan tengah mencari sesuatu. Sesaat kemudian, Agathe memberikan telepon genggamnya kepada Majandra. “Lihatlah.”Majandra menerima alat komunikasi canggih berharga ribuan euro milik sahabatnya tersebut. Di layar, dia melihat foto seorang wanita cantik dalam balutan bikini two piece keluaran brand ternama dunia. Foto tadi sepertinya diambil untuk promosi produk tersebut. “Siapa wanita ini? Apakah dia seorang model?” tanya Majandra, seraya mengalihkan perhatiannya dari layar ponsel kepada Agathe.“Bagaimana menurutmu? Apakah dia cantik?” Agathe balik bertanya.Majandra kembali mengamati foto wanita berambut pirang sebatas punggung yang ada di layar ponsel. Harus dirinya akui, bahwa wanita itu memang sangat cantik serta memiliki bentuk tubuh yang terlihat sempurna. “Cantik. Seksi. Um … siapa dia?” Majandra kembali melayangkan pertanyaan yang sama kepada Agathe.Agathe mengembuskan asap rokok sekali lagi. Sesaat kemudian, dimatikannya rokok tadi di dalam asbak. “Sialan! Kau bahkan tidak menyuguhkan minuman untukku,” gerutunya.Majandra tertawa renyah. “Salahmu sendiri karena datang tanpa membuat janji terlebih dulu,” cibir Majandra.“Menyebalkan!” Agathe menggerutu pelan. Dia menyibakan rambutnya ke belakang. “Akan kuberitahukan sesuatu yang penting padamu,” ucap Agathe lagi seraya membetulkan posisi duduknya. “Wanita itu bernama Lea Farez. Dia merupakan salah satu model kenamaan Perancis. Namun, kuyakin kau pasti tidak mengenalnya. Lea Farez biasa membawakan merk-merk ternama dunia. Ah, dia sangat bersinar dalam dunia modelling,” terang Agathe, yang membuat Majandra seketika mengernyitkan kening.“Oh ya? Lalu, apa hubungannya denganku?” tanya Majandra tak mengerti.Agathe memicingkan mata. “Kau tahu? Dia adalah kekasih gelap suamimu,” jawabnya begitu yakin.Deg!Langit cerah menaungi Kota Paris, ketika Damien dan Majandra keluar dari bandara. Mereka langsung memasuki mobil jemputan yang sengaja Alexandre siapkan. “Selamat siang, Nyonya,” sapa sopir yang tak lain adalah Felix. Majandra menanggapi sapaan tadi dengan anggukan pelan. Dia tak mengatakan apa pun, karena dirinya tak lagi mengenali Felix. Namun, Felix sudah mengetahui kondisi Majandra. Dia tetap bersikap ramah seperti biasa. “Kita akan langsung ke kantor pengacara. Tuan Alexandre sudah menunggu Anda di sana,” ucap pria yang sudah mengabdi sekian lama kepada Alexandre. “Iya,” sahut Majandra pelan. Dia menoleh kepada Damien, yang menatapnya penuh arti. Majandra tersenyum, sambil meremas pelan jemari pria yang sengaja menemani dirinya ke Perancis. Majandra mengalihkan pandangan ke luar jendela. Dulu, dia kerap menjelajahi setiap sudut jalanan Kota Paris. Namun, semua itu sudah terhapus dari ingatannya. Majandra juga tak menyangka, bahwa dirinya akan bercerai dari Alexandre, dal
“Damien …,” desah Majandra pelan, setelah pria tampan bermata abu-abu itu melumat mesra bibirnya. “Oh ….” Desahan manja meluncur begitu saja, ketika Damien menjalarkan ciuman lembut penuh godaan ke leher. Geli dan nikmat bercampur menjadi satu, membuat Majandra memejamkan mata sambil menggigit pelan bibirnya. “Berbaliklah,” bisik Damien setelah puas mencium mesra Majandra. Majandra tersenyum. Dia membalikkan badan. Wanita itu menebak apa yang akan Damien lakukan. Majandra mengangkat tangan lurus ke atas.Perlahan, Damien menaikkan T-Shirt longgar yang Majandra kenakan. Dia melepas, lalu melempar kaos polos berwarna putih tadi ke lantai. Begitu juga dengan tali bra berwarna hitam yang melintang di sana. Kini, Majandra hanya mengenakan pakaian dalam, masih dalam posisi membelakangi pria tampan tersebut. “Aku menyukai warna kulitmu,” ucap Damien pelan sambil mengecup pundak Majandra. Perlakuan sederhana, yang seketika menimbulkan desiran aneh dalam dada wanita berambut panjang itu. Ma
Majandra sudah bersiap untuk meninggalkan rumah sakit. Penampilannya terlihat jauh lebih rapi dan segar, meski masih ada beberapa sisa luka di wajahnya. Namun, itu tak sedikit pun mengurangi kecantikan wanita asal Meksiko tersebut. Sementara, Alexandre juga sudah melunasi seluruh biaya administrasi. Dia bahkan telah kembali ke kamar rawat Majandra. Alexandre begitu terpesona, melihat kecantikan sang istri yang tak lama lagi akan dirinya ceraikan. Namun, sesaat kemudian pria itu tersadar. Sang pemilik La Bougenville tadi harus membuang jauh segala ketertarikan serta perasaan indah, yang baru dia persembahkan terhadap Majandra. “Kita pergi sekarang?” tanya Damien yang sudah datang menjemput, sambil mendorong kursi roda ke dekat sofa di mana Majandra berada.“Untuk apa kursi roda ini?” tanya Majandra dengan tatapan heran, kepada Damien yang berdiri di dekatnya. “Tentu saja untukmu,” jawab Damien enteng, diiringi senyuman kalem. Majandra menautkan alisnya. Dia menatap semua yang ada d
Majandra terdiam beberapa saat, setelah mendengar penuturan Alexandre. Dia menatap Miguel sekilas, lalu beralih kepada Amelia. “Tolong tinggalkan kami bertiga,” pinta wanita cantik itu. Meski dalam keadaan hilang ingatan, ternyata tak membuat Majandra kehilangan aura tegasnya.“Sayang ….” Amelia seakan hendak melakukan protes.Namun, Miguel memberi isyarat. Pria itu menggeleng samar. Dia langsung meraih tangan sang istri, lalu mengajaknya keluar kamar.Kini, di dalam sana hanya ada Majandra bersama dua pria tampan yang mencintainya. Wanita berambut cokelat itu awalnya memandang lekat Alexandre, lalu beralih kepada Damien. Lagi-lagi, dia seperti tak kuasa mengalihkan pandangan dari sosok berparas rupawan dengan warna mata sama seperti dirinya.
“Ya, Tuhan.” Amelia langsung menghambur ke dalam pelukan Miguel. Dia tak mampu membayangkan, andai Majandra mengalami amnesia secara permanen. “Apa dosaku, Sayang? Kenapa Tuhan menegurku dengan cara seperti ini?” Amelia tak kuasa menyembunyikan kepedihannya. “Tenangkan dirimu, Sayang,” ucap Miguel seraya menepuk-nepuk punggung sang istri. “Apa yang terjadi pada Majandra, bukanlah karena kesalahanmu atau siapa pun. Tak ada hukuman dari dosa seseorang, yang dialihkan pada orang lain,” ucap pria paruh baya itu lembut. Sementara, Alexandre hanya diam. Terlebih, karena dia tak mengerti apa yang mertuanya itu bicarakan. Alexandre baru bereaksi, saat dirinya menerima satu pesan masuk. Dia langsung membalas pesan tadi.[Kemarilah]Sesaat kemudian, Alexandre berdiri. Dia menyambut kehadiran seseorang yang sedang dirinya tunggu. “Kupikir kau tak akan datang,” ucap pria berambut cokelat tembaga itu, pada seseorang yang tak lain adalah Damien. “Itu sudah merupakan satu jawaban bagiku,” ucapnya
Damien menyambut kedatangan Alexandre. Dia bahkan mengarahkan tangannya ke kursi, agar suami Majandra tersebut duduk. “Aku sudah memesankan kopi untukmu. Kuharap, kau menyukainya,” ucap Damien tenang. “Kita satu selera,” balas Alexandre. Ucapannya menyiratkan banyak makna.“Ya. Kau benar.” Damien tersenyum samar. Pria itu terdiam sejenak, saat seorang pelayan menghampiri mereka. Dua cangkir kopi pesanan Damien tersaji di meja. Tanpa dipersilakan, Alexandre langsung mencicipi kopi yang Damien pesan tadi. Entah karena haus, atau sekadar untuk menanggulangi gugup yang tiba-tiba menyergap. Alexandre bahkan beberapa kali mengembuskan napas pendek, demi menetralkan perasaan.“Jadi, untuk apa kau mengajakku bertemu?” tanya Damien membuka percakapan. “Aku ingin membahas sesuatu tentang Majandra,” jawab Alexandre datar.Raut wajah Damien seketika berubah. Kali ini, gilirannya yang merasa gugup. Damien meraih gagang cangkir, lalu meneguk kopi yang sama. Sesaat kemudian, barulah pria tampan b
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments