Majandra menaikkan sebelah alisnya yang berbentuk indah bak lengkungan pelangi. Dia menatap ragu kepada Agathe, yang justru terlihat sangat percaya diri dengan apa yang dirinya katakan tadi. Majandra tersenyum kecil seraya menggeleng tak percaya. “Jangan mengada-ada, Agathe. Setahuku, Alexandre menjalin hubungan istimewa dengan sekretaris pribadinya yang bernama Louisa. Bukan model yang kau sebutkan tadi,” sanggahnya.
Agathe tertawa renyah. “Kurasa, itu hanya permainan suamimu. Alexandre menjadikan sekretarisnya sebagai tameng, untuk menyamarkan sosok wanita selingkuhan dia yang sebenarnya. Itu bukan tidak mungkin. Kecuali, jika suamimu yang tampan memang mengencani mereka berdua bersamaan,” celetuk wanita berambut pirang tersebut begitu enteng, seakan tak memikirkan perasaan Majandra.“Sialan! Jangan bicara sembarangan kau!” sergah Majandra tak suka. Wanita itu melipat kedua tangan di dada sambil menautkan alis. Sepertinya, dia tengah memikirkan sesuatu.“Sudahlah, Sayang. Sebaiknya, kau persiapkan dirimu untuk pergi ke acara pesta pernikahan sahabat lama kita. Berharaplah bisa menemukan sesuatu yang menyenangkan di sana.” Agathe beranjak dari sofa sambil merapikan rambut. Dia juga kembali mengenakan kacamata hitamnya. “Aku harus pergi sekarang,” pamit wanita bertubuh sintal tersebut.“Tunggu sebentar,” cegah Majandra yang juga ikut berdiri. Dia melangkah ke hadapan sahabat dekatnya tadi, sambil terus melipat tangan di dada. “Bagaimana kau bisa begitu yakin, bahwa Alexandre menjalin hubungan istimewa dengan model seksi itu?” tanyanya penasaran.Agathe membetulkan posisi tas yang menggantung di lengan kirinya. “Kau tidak akan suka saat mendengarnya, Majandra,” jawab wanita cantik berpakaian seksi tersebut.“Katakan saja. Suka atau tidak, jika memang itu kenyataannya maka harus kuterima. Bukankah begitu?” Majandra berusaha tetap terlihat tenang, meski dalam hati ada gejolak perasaan tak menentu, yang siap meledak dan mungkin akan membuat seluruh tubuhnya hancur berkeping-keping.“Ah, baiklah. Aku akan sedikit bercerita padamu. Antarkan aku ke mobil.” Agathe melangkah anggun lebih dulu ke arah pintu keluar. Sedangkan, Majandra mengiringinya dari samping kanan.“Beberapa malam yang lalu … kau ingat kapan terakhir kali Alexandre pulang terlambat?” tanya Agathe.“Ah! Dia selalu pulang terlambat,” keluh Majandra seraya mengibaskan tangan di depan wajah.“Pulang terlambat atau mungkin tidak pulang sama sekali. Aku sudah dua kali melihatnya berada di tempat yang sama, dengan wanita yang sama pula, ” tutur Agathe, seakan memaksa Majandra untuk berpikir dan mengingat-ingat.Majandra menopang tangan kanan menggunakan tangan kiri. Dia mengetuk-ngetuk kening perlahan. “Um … sebenarnya, nanti malam pun dia mengatakan akan pulang terlambat,” ujar wanita cantik berambut cokelat tersebut. Keluhan pendek meluncur dari bibir merah muda meski tanpa polesan lipstik. Majandra menggigit pelan bibir bawahnya. Sementara, sepasang mata abu-abu istri Alexandre tersebut bergerak ke kiri dan kanan secara beraturan.“Hm.” Agathe menggumam pelan. “Jangan katakan jika kau memikirkan apa yang aku pikirkan,” terka si pemilik rambut pirang tersebut.Majandra menatap sahabat dekatnya tersebut, lalu menaikkan sebelah alis. “Kita sudah terbiasa satu pemikiran,” ujarnya.“Baiklah. Akan kujemput kau pukul delapan nanti malam. Kau harus siap, Sahabatku sayang. Semoga kita beruntung malam ini.” Agathe mencium pipi kiri dan kanan Majandra, sebelum masuk ke mobilnya. Sesaat kemudian, sedan putih itu pun melaju pelan meninggalkan halaman rumah Alexandre yang megah.Sementara, Majandra masih berdiri di tempatnya. Wanita dua puluh lima tahun tersebut sebenarnya teramat gelisah. Akan tetapi, rasa penasaran mengalahkan segalanya. Jika Alexandre memang benar-benar telah berselingkuh, maka dia mengerti kenapa pria itu selalu bersikap dingin padanya. Namun, entah mengapa ada sisi hati yang lain mengatakan bahwa Alexandre tak mungkin tega melakukan hal demikian.Alexandre berasal dari keluarga baik-baik serta terpandang. Phillipe dan Estelle LaRue merupakan pasangan yang harmonis. Mereka membimbing ketiga anaknya dengan pendidikan yang sangat mumpuni, baik secara akademis maupun kepribadian. Mungkinkah jika Alexandre terpeleset dalam perbuatan tidak bermoral seperti yang dikatakan oleh Agathe? Apakah benar jika pria tampan tiga puluh empat tahun tersebut sudah berselingkuh? Jawabannya, akan Majandra dapatkan malam ini.Sesuai dengan yang sudah dijanjikannya bersama Agathe tadi pagi, kedua wanita cantik yang merupakan sahabat dekat tersebut sudah berada di sebuah cafetaria yang biasa menjadi tongkrongan orang-orang kelas atas.“Kau pikir Alexandre akan datang kemari? Bagaimana dirimu bisa merasa yakin?” bisik Majandra ragu.“Kau akan tahu nanti,” jawab Agathe sambil menyulut rokok, lalu mengepulkan asapnya ke udara.Beberapa saat kemudian, lampu di ruangan itu mulai dimatikan. Suasana menjadi temaram, dan hanya menyorot ke arah panggung tempat para pemain musik berada. Di sana, telah duduk seorang wanita cantik berambut pirang dengan stand mic di hadapannya.“Dia ….” Sepasang mata Majandra melotot sempurna, melihat model cantik yang disinyalir menjadi wanita idaman lain sang suami.“Tenanglah, Sayang,” cegah Agathe seraya mencekal lengan Majandra yang tampak mulai tak tenang. “Ini baru pembukaan,” ujar wanita itu lagi.“Apa maksudmu?” tanya Majandra tak mengerti.“Nikmati saja dulu. Lea Farez memiliki suara yang sangat bagus. Bayangkan jika dirinya mendesah saat bercinta.” Agathe tertawa renyah. Kata-kata yang dilontarkannya begitu enteng, tapi terdengar sangat berat di telinga Majandra. Alhasil, Majandra memilih tak menanggapi segala ocehan sahabatnya tersebut.Satu lagu telah diselesaikan oleh wanita cantik di belakang stand mic, yang tak lain memang model seksi bernama Lea Farez. Wanita bertubuh indah itu kemudian turun dari bangku bulat tempat dirinya duduk. Lea memilih berdiri saat membawakan lagu kedua.Sementara, Majandra harus benar-benar sabar mengikuti arahan dari Agathe. Beruntung, lagu kedua akhirnya selesai. Namun, justru itu seakan menjadi kesialan yang tak pernah terbayangkan sebelumnya, bagi wanita bermata abu-abu tersebut.Tepat saat Lea meninggalkan panggung, Agathe langsung mengajak Majandra keluar dari cafetaria tadi. Agathe mengajak Majandra untuk menuju mobilnya, lalu masuk dan menunggu di sana hingga beberapa saat. Tak berselang lama, Lea tampak keluar dari cafetaria itu. Dia berdiri seakan tengah menunggu seseorang.“Semoga seperti yang kuharapkan,” ujar Agathe tanpa mengalihkan pandangannya dari wanita berpostur semampai tadi. Sedangkan, Majandra hanya memijat kening yang berdenyut. “Ah! Lihatlah, Sayang. Apa kau tahu itu mobil siapa?” tunjuk Agathe pada sedan mewah yang berhenti tepat di depan Lea.“Astaga! Itu …” Majandra melotot tajam kepada Agathe yang tengah menyalakan mesin mobil. “Mereka akan ke mana?”Agathe tidak menjawab. Dia menginjak pedal gas, lalu mengikuti mobil milik Alexandre yang telah pergi lebih dulu melewati jalanan malam Kota Paris. Agathe terus mengikuti laju kendaraan tadi, meski tetap menjaga jarak aman.Beberapa saat kemudian, mobil milik Alexandre berhenti di depan bangunan apartemen mewah, yang merupakan tempat tinggal pria itu sebelum menikah. "Gotcha!"Langit cerah menaungi Kota Paris, ketika Damien dan Majandra keluar dari bandara. Mereka langsung memasuki mobil jemputan yang sengaja Alexandre siapkan. “Selamat siang, Nyonya,” sapa sopir yang tak lain adalah Felix. Majandra menanggapi sapaan tadi dengan anggukan pelan. Dia tak mengatakan apa pun, karena dirinya tak lagi mengenali Felix. Namun, Felix sudah mengetahui kondisi Majandra. Dia tetap bersikap ramah seperti biasa. “Kita akan langsung ke kantor pengacara. Tuan Alexandre sudah menunggu Anda di sana,” ucap pria yang sudah mengabdi sekian lama kepada Alexandre. “Iya,” sahut Majandra pelan. Dia menoleh kepada Damien, yang menatapnya penuh arti. Majandra tersenyum, sambil meremas pelan jemari pria yang sengaja menemani dirinya ke Perancis. Majandra mengalihkan pandangan ke luar jendela. Dulu, dia kerap menjelajahi setiap sudut jalanan Kota Paris. Namun, semua itu sudah terhapus dari ingatannya. Majandra juga tak menyangka, bahwa dirinya akan bercerai dari Alexandre, dal
“Damien …,” desah Majandra pelan, setelah pria tampan bermata abu-abu itu melumat mesra bibirnya. “Oh ….” Desahan manja meluncur begitu saja, ketika Damien menjalarkan ciuman lembut penuh godaan ke leher. Geli dan nikmat bercampur menjadi satu, membuat Majandra memejamkan mata sambil menggigit pelan bibirnya. “Berbaliklah,” bisik Damien setelah puas mencium mesra Majandra. Majandra tersenyum. Dia membalikkan badan. Wanita itu menebak apa yang akan Damien lakukan. Majandra mengangkat tangan lurus ke atas.Perlahan, Damien menaikkan T-Shirt longgar yang Majandra kenakan. Dia melepas, lalu melempar kaos polos berwarna putih tadi ke lantai. Begitu juga dengan tali bra berwarna hitam yang melintang di sana. Kini, Majandra hanya mengenakan pakaian dalam, masih dalam posisi membelakangi pria tampan tersebut. “Aku menyukai warna kulitmu,” ucap Damien pelan sambil mengecup pundak Majandra. Perlakuan sederhana, yang seketika menimbulkan desiran aneh dalam dada wanita berambut panjang itu. Ma
Majandra sudah bersiap untuk meninggalkan rumah sakit. Penampilannya terlihat jauh lebih rapi dan segar, meski masih ada beberapa sisa luka di wajahnya. Namun, itu tak sedikit pun mengurangi kecantikan wanita asal Meksiko tersebut. Sementara, Alexandre juga sudah melunasi seluruh biaya administrasi. Dia bahkan telah kembali ke kamar rawat Majandra. Alexandre begitu terpesona, melihat kecantikan sang istri yang tak lama lagi akan dirinya ceraikan. Namun, sesaat kemudian pria itu tersadar. Sang pemilik La Bougenville tadi harus membuang jauh segala ketertarikan serta perasaan indah, yang baru dia persembahkan terhadap Majandra. “Kita pergi sekarang?” tanya Damien yang sudah datang menjemput, sambil mendorong kursi roda ke dekat sofa di mana Majandra berada.“Untuk apa kursi roda ini?” tanya Majandra dengan tatapan heran, kepada Damien yang berdiri di dekatnya. “Tentu saja untukmu,” jawab Damien enteng, diiringi senyuman kalem. Majandra menautkan alisnya. Dia menatap semua yang ada d
Majandra terdiam beberapa saat, setelah mendengar penuturan Alexandre. Dia menatap Miguel sekilas, lalu beralih kepada Amelia. “Tolong tinggalkan kami bertiga,” pinta wanita cantik itu. Meski dalam keadaan hilang ingatan, ternyata tak membuat Majandra kehilangan aura tegasnya.“Sayang ….” Amelia seakan hendak melakukan protes.Namun, Miguel memberi isyarat. Pria itu menggeleng samar. Dia langsung meraih tangan sang istri, lalu mengajaknya keluar kamar.Kini, di dalam sana hanya ada Majandra bersama dua pria tampan yang mencintainya. Wanita berambut cokelat itu awalnya memandang lekat Alexandre, lalu beralih kepada Damien. Lagi-lagi, dia seperti tak kuasa mengalihkan pandangan dari sosok berparas rupawan dengan warna mata sama seperti dirinya.
“Ya, Tuhan.” Amelia langsung menghambur ke dalam pelukan Miguel. Dia tak mampu membayangkan, andai Majandra mengalami amnesia secara permanen. “Apa dosaku, Sayang? Kenapa Tuhan menegurku dengan cara seperti ini?” Amelia tak kuasa menyembunyikan kepedihannya. “Tenangkan dirimu, Sayang,” ucap Miguel seraya menepuk-nepuk punggung sang istri. “Apa yang terjadi pada Majandra, bukanlah karena kesalahanmu atau siapa pun. Tak ada hukuman dari dosa seseorang, yang dialihkan pada orang lain,” ucap pria paruh baya itu lembut. Sementara, Alexandre hanya diam. Terlebih, karena dia tak mengerti apa yang mertuanya itu bicarakan. Alexandre baru bereaksi, saat dirinya menerima satu pesan masuk. Dia langsung membalas pesan tadi.[Kemarilah]Sesaat kemudian, Alexandre berdiri. Dia menyambut kehadiran seseorang yang sedang dirinya tunggu. “Kupikir kau tak akan datang,” ucap pria berambut cokelat tembaga itu, pada seseorang yang tak lain adalah Damien. “Itu sudah merupakan satu jawaban bagiku,” ucapnya
Damien menyambut kedatangan Alexandre. Dia bahkan mengarahkan tangannya ke kursi, agar suami Majandra tersebut duduk. “Aku sudah memesankan kopi untukmu. Kuharap, kau menyukainya,” ucap Damien tenang. “Kita satu selera,” balas Alexandre. Ucapannya menyiratkan banyak makna.“Ya. Kau benar.” Damien tersenyum samar. Pria itu terdiam sejenak, saat seorang pelayan menghampiri mereka. Dua cangkir kopi pesanan Damien tersaji di meja. Tanpa dipersilakan, Alexandre langsung mencicipi kopi yang Damien pesan tadi. Entah karena haus, atau sekadar untuk menanggulangi gugup yang tiba-tiba menyergap. Alexandre bahkan beberapa kali mengembuskan napas pendek, demi menetralkan perasaan.“Jadi, untuk apa kau mengajakku bertemu?” tanya Damien membuka percakapan. “Aku ingin membahas sesuatu tentang Majandra,” jawab Alexandre datar.Raut wajah Damien seketika berubah. Kali ini, gilirannya yang merasa gugup. Damien meraih gagang cangkir, lalu meneguk kopi yang sama. Sesaat kemudian, barulah pria tampan b