Kayla memandang layar presentasi di depannya.Tangannya sedikit bergetar tetapi matanya dipenuhi tekad.para pengusaha senior, investor,dan beberapa rekan bisnis menunggu ide yang akan dia sampaikan.
“Proyek ini bukan hanya tentang keuntungan," kata Kayla dengan suara yang mantap. “Ini tentang menciptakan peluang berkelanjutan yang dapat meningkatkan kesejahteraan banyak orang.Saya Ingin menunjukkan bahwa bisnis ini bisa berkembang tanpa mengabaikan sisi kemanusiaan." Ruangan itu hening,lalu terdengar tepuk tangan kecil dari beberapa peserta.seorang pria paruh baya, salah satu investor mencondongkan tubuhnya. “Luar biasa,Nona Kayla . Ide anda berani dan segar.Namun apakah Anda benar-benar yakin bisa melaksanakan proyek sebesar ini?" Kayla menatapnya langsung.“Saya yakin.karena saya tidak hanya menjual mimpi,pak. Saya sudah menyiapkan tim, strategi,dan model bisnis yang sangat jelas.ini bukan sekedar ide,ini adalah rencana nyata." Ibunya,Bu Yuliana duduk di barisan belakang.Air mata hampir menetes saat melihat putrinya berbicara dengan percaya diri.dia tahu betul luka yang dibawa Kayla dari pernikahannya, tetapi dia juga menyadari bahwa kini anaknya sedang bangkit. Setelah presentasi, Kayla keluar ruangan dan langsung disambut pelukan hangat dari ibunya. “Ibu sangat bangga padamu," ujar Bu Yuliana dengan senyum haru. “Aku hanya ingin membuktikan bahwa aku bisa ,Bu. aku tidak ingin orang orang melihatku hanya sebagai perempuan cantik yang lemah."kata Kayla sambil menunduk dan memeluk ibunya. “Dan kamu berhasil," balas Bu Yuliana. “Orang orang tadi menatapmu bukan karena penampilanmu, tetapi karena kecerdasan ide-ide yang kamu sampaikan." Kayak tersenyum tipis, matanya bersinar. “Aku akan terus maju,Bu.Aku tidak akan menoleh ke belakang lagi." Namun di sudut hatinya, bayangan Arvino masih sering muncul. *** Sementara itu,di gedung lain yang di dekorasi mewah,Arvino duduk di meja rapat bersama tim event organizer pertunangannya.dia memijat pelipisnya, berusaha untuk fokus. “Jadi,tema Acaranya tetap klasik Elegan, sesuai permintaan Cassandra," jelas salah satu panitia. Arvino hanya mengangguk tanpa semangat. Cassandra, yang duduk di sampingnya, melirik dengan kesal. “Aku perhatikan tadi,kamu tidak memperhatikan detail Acaraku,Vin.Apa sebenarnya yang ada di pikiranmu?" “Acaramu?" Arvino menoleh dengan nada dingin. “Bukankah ini pertunangan kita?" “Kau menyebutnya kita, tetapi sejak awak kau tidak menunjukkan antusiasme," balas Cassandra dengan suara meninggi. “ Aku yang sibuk mengatur semuanya, sementara kau seperti mayat hidup." Arvino menghela napas. “Aku capek, Cassandra.banyak untuk urusan kantor yang harus aku selesaikan." ”Urusan kantor atau urusan lain?" Cassandra menyipitkan matanya. “Jangan kira aku tidak tahu,Arvino. Sejak Kayla menghilang, perilakumu semakin aneh.kau tampak gelisah, mudah marah,dan bahkan tidak perduli dengan acara sebesar ini." Namun Arvino hanya diam saja. “Jawab Aku! Apakah perempuan itu masih ada di pikiranmu?" teriak Cassandra sambil mengetuk meja dengan keras. “Kau tidak mengerti, Cassandra! Dia ... dia istriku." balas Arvino suara meninggi. Ruangan mendadak hening. Cassandra terkejut, matanya membelalak. “Apa yang baru saja kau katakan?" Arvino tersadar, tetapi sudah terlambat.kata katanya terucap begitu saja. “Aku ... aku tidak bisa berbohong. Kayla bukan hanya perempuan biasa. Dia ... Istriku." Cassandra tertawa sinis. “Jadi selama ini aku hanya dianggap sebagai cadangan? Kau gila ,Arvino! Kau telah merusak hidupku!" Arvino berdiri, wajahnya terlihat kusut. “Aku tidak pernah bermaksud mempermainkanmu Cass.Aku hanya ... terjebak dalam situasi yang rumit." “Rumit?" Cassandra mendekat, menatapnya dengan penuh kemarahan. “Kau lebih memilih perempuan itu daripada aku?" Arvino menunduk, suaranya berat. “Aku tidak pernah ingin menyakitimu.Tapi hatiku ... tidak bisa lepas darinya." Cassandra menggerakkan gigi,air matanya mulai mengalir. “Kalau begitu, jangan pernah kembali padaku.Anggap saja pertunangan ini batal,Arvino.kau akan menyesal." Dia pun berlari keluar ruangan, meninggalkan Arvino yang terdiam, terpaku di kursinya, memandang cincin pertunangannya dengan tatapan kosong. “Kayla ..." bisiknya. “Di Mana pun kau berada, jangan lupakan aku.Aku tidak bisa tanpamu." *** Di sisi lain,Kayla sedang memandangi dokumen baru ketika ponselnya bergetar.reyhan menelepon. “Kamu tampil luar biasa tadi " suara Reyhan terdengar hangat."Semua orang kagum." “Terima kasih.tapi aku tahu jalan ini masih panjang," balas Kayla dengan senyuman tipis. “Kamu sudah membuktikan satu hal penting, kayla.kamu bukan hanya Istri tersembunyi seseorang.kamu bisa berdiri dengan namamu sendiri." Kayla terdiam.kata kata itu membuat dadanya hangat, tetapi juga menyakitkan. “Rey ..." serunya dengan suara lirih. “Kalau dia benar benar mencintaiku, kenapa dia membiarkanku merasa sendirian selama ini ?" Reyhan tidak langsung menjawab. " Mungkin karena dia bodoh.atau mungkin dia baru menyadari setelah kehilanganmu." Kayla menutup mata , hatinya berperang.dia ingin melanjutkan hidup, tetapi bayangan Arvino tetap menghantuinya. *** Sementara itu ,Arvino baru menyadari betapa terkejutnya dia saat melihat Cassandra berjalan cepat menuju pintu keluar.Napasnya terasa sesak.dia tahu betul bahwa jika Cassandra benar benar meninggalkannya,maka semua rencana yang telah dia buat,baik dalam bisnis maupun reputasi,bisa hancur. Dengan tergesa-gesa,Arvino bangkit dari kursinya. “ Cassandra!Tunggu!" teriaknya dengan suara keras. Cassandra tidak menoleh.suara tumit sepatunya yang menghantam lantai marmer terdengar keras, seolah mencerminkan kemarahan yang tak tertahan. Arvino hampir berlari mengejarnya.begitu sampai di lorong depan gedung,dia berhasil meraih pergelangan tangan Cassandra. “Cass,dengar aku dulu,"ujarnya dengan nada mendesak. Cassandra menoleh dengan mata yang basah, penuh amarah. “Lepaskan aku,Arvino!Aku sudah muak dengan semua kebohonganmu!" Arvino menahan napas dan berusaha menenangkan suaranya. “Aku memang bodoh tadi.kata kata itu keluar begitu saja tapi tolong,jangan langsung membuat keputusan saat emosimu masih meluap." Cassandra menepis tangannya dengan kasar. “Bodoh? Kau menyebut perempuan itu istrimu di depanku! itu bukan bodoh, Arvino, itu pengkhianatan!" Arvino menatapnya tajam,lalu berusaha merendahkan nada suaranya. “Aku tidak bermaksud menyakitimu.kau tahu, aku lelah ,semua tekanan ini membuatku salah bicara.kau yang selalu ada untukku,Cass.kau tahu aku tidak mungkin melepaskanmu." Cassandra terdiam,air matanya jatuh, tetapi wajahnya tetap keras. “Kau pikir aku bisa begitu saja percaya setelah kau menyebut nama perempuan itu?" Arvino mendekat selangkah, menatap dalam ke matanya. “Cass, dengar aku.jika aku tidak menganggapmu penting, aku tidak akan ada di sini sekarang.aku tidak akan berlari mengejarmu dan memohon padamu.kau adalah masa depanku." Cassandra terisak. “Lalu perempuan itu? Apa dia bukan siapa-siapa bagimu?" Arvino menelan ludah.dalam hatinya dia ingin berteriak bahwa Kayla tetap ada di hatinya,bahwa dia tidak pernah bisa menghapusnya.Namun lidahnya memilih untuk tidak mengatakannya. “Dia masa lalu Cass.hanya masa lalu.aku bahkan tidak mengerti mengapa namanya masih menghantuiku,tapi sekarang ... Aku sadar.yang nyata di depanku hanyalah kamu." Cassandra menggeleng, setengah tidak percaya. “kamu hanya berkata begitu karena takut aku pergi." Arvino mendekat lagi,kali ini memegang kedua bahunya. “Jika kau pergi,aku akan hancur,Cass. Kau mengerti?Aku sudah membayangkan semua ini bersamamu.pertunangan kita,masa depan kita, rencana besar yang akan kita bangun.semua itu hanya berarti jika kau ada di sisiku." Cassandra menunduk,terisak semakin keras. ” Kamu tahu aku benci jika dibandingkan dengan perempuan lain,Vin.Aku bukan pilihan kedua." Arvino mengusap pipinya yang basah dengan hari, berpura-pura lembut. “Kamu bukan pilihan kedua,kamu adalah satu satunya yang bisa membuatku bertahan di tengah kekacauan ini.kamu adalah alasan aku tetap berdiri." Cassandra menatapnya dengan mata berair. “Benarkah? Atau itu hanya gombalan murahanmu supaya aku luluh?" Arvino tersenyum tipis, berusaha menahan rasa muak yang menggelora di dalam dadanya. ”Jika ini hanya gombalan murahan, kenapa jantungku terasa seperti mau meledak sekarang? Kenapa aku merasa takut kehilanganmu lebih dari segalanya?" “Kau memang pandai merayu,Arvino.tapi hatiku masih terluka," keluh Cassandra suaranya mulai lembut meski dia masih menahan tangisnya. Arvino menariknya ke dalam pelukan. ”Biarkan aku memperbaiki semuanya.aku tidak akan mengurangi cintaku padamu,aku tidak akan meninggalkanmu.aku ... Butuh kamu, Cassandra." Casandra terdiam dalam pelukannya, bahunya bergetar. ”Aku benci saat kamu membuatku menangis seperti ini " Arvino mengusap rambutnya, berpura-pura penuh kasih sayang. ”Jangan menangis lagi.kau cantik saat tersenyum, bukan saat air matamu jatuh." “Sebenarnya,aku ingin pergi tadi, Aku ingin meninggalkan semuanya.tapi ..." bisik Cassandra suaranya melemah. “Aku terlalu mencintaimu,Vin.Aku tidak bisa."Cassandra perlahan melepaskan diri dan menatap wajah Arvino. Arvino menatapnya dengan senyum pahit. “Dan Aku terlalu takut kehilanganmu." Cassandra akhirnya menyandarkan kepala di bahu Arvino, mengeluarkan rengekan manja. “Jangan pernah buat aku marah seperti tadi lagi ya.Aku tidak suka saat kamu menyebut perempuan itu." Arvino mengepalkan tangan di balik punggung Cassandra, menahan rasa muak.“Tidak akan lagi,Cass. aku janji." “Kamu memang pandai membuatku luluh.tapi lain kali ,aku ingin bukti, bukan hanya janji."kata Cassandra sambil mengusap dadanya dengan manja. Arvino menunduk dan mencium keningnya sekejap,meski hatinya terasa kosong. “Akan kuberi bukti,Cass.Asal kamu tetap di sisiku." Cassandra tersenyum samar, lalu menepuk dada Arvino. “Kau licik,tahu? Membuatku menangis, lalu membuatku luluh lagi." Arvino hanya tersenyum,meski dalam hatinya dia ingin berteriak.“Licik? Tidak ,Cass.Aku hanya terjebak dalam permainan yang bahkan aku sendiri sudah muak menjalaninya." Cassandra menatap Arvino dengan mata yang masih berkaca-kaca.senyum tipis mulai muncul di bibirnya,meski bicaranya terdengar seperti perintah.“Jika kau benar-benar mencintaiku seperti yang kau katakan,aku ingin bukti,bukan hanya kata-kata manis." Arvino terdiam sejenak,dia tahu Casandra menginginkan lebih sekedar janji. “Bukti Apa yang kamu maksud? hadiahkah,Cass? Atau liburan khusus hanya untuk kita berdua?"tanyanya untuk memastikan. “Liburan terdengar menyenangkan.aku ingin kita pergi keluar negeri setelah pertunangan.Mungkin Paris,kota cinta,kau bisa menemani ku belanja, jalan jalan dan aku tidak mau ada siapapun yang menganggu."ucap Cassandra tersenyum miring. “Baiklah.setelah pertunangan,kita akan pergi ke Paris, hanya kita berdua, aku berjanji."balas Arvino menahan rasa pahit di dalam hati. Cassandra mengedipkan mata dengan manja, lalu melingkarkan tangannya di lengan Arvino. “Dan aku juga ingin cincin yang berbeda dari cincin pertunangan.sesuatu yang benar benar istimewa, yang membedakan aku dari semua wanita dalam hidupmu." Arvino lagi lagi menelan ludahnya.Cincin? Dia bahkan tidak tahu bahwa aku masih menyimpan cincin pernikahanku dengan Kayla ... Namun senyumnya tetap terpancar. “Aku akan mencarikan cincin terindah untukmu.cincin yang hanya cocok untukmu,Cass." Cassandra menghela napas lega,lalu berprilaku manja seperti anak kecil. “Jika kau berani mengingkari janji ini ,Vin.aku benar benar akan pergi.aku tidak perduli dengan semua proyek atau kerja sama keluarga kita,kamu harus tahu aku tidak bisa terus menerus di permainkan." “Aku tidak akan bermain main denganmu,aku tahu betapa berharganya dirimu,Cass.kau akan mendapatkan semua yang kamu inginkan, asalkan kau tetap bersamaku,"kata Arvino sambil menatapnya dalam dalam."Kamu takut terluka lagi, bukan?" potong Bu Yuliana dengan lembut. "Ibu mengerti, Nak. Tapi jika kamu terus menghindar, luka itu tidak akan pernah sembuh." Arvino mengamati keduanya secara bergantian, jantungnya berdebar. Bu Yuliana mendekat ke putrinya dan menggenggam tangannya dengan lembut. "Kayla ... Ibu sudah berbicara dengan Arvino. Ibu tahu betapa menyesalnya dia. Ibu juga tahu kamu masih menyimpan perasaan itu di dalam hatimu. Kamu boleh menyangkal sekuat apapun, tapi mata seorang ibu tahu, Nak." Air mata Kayla mulai mengalir. "Ibu ... kenapa selalu berpihak padanya? Bukankah dulu Ibu yang paling kecewa padanya?" Bu Yuliana tersenyum kecil. "Ya, dulu Ibu kecewa. Tapi Ibu juga tahu bahwa manusia bisa berubah. Jika Tuhan saja membuka pintu maaf untuk hamba-Nya, mengapa kita tidak bisa, Nak?" Kayla menunduk, suaranya bergetar. "Aku tidak tahu, Bu ... aku hanya takut. Aku takut semua ini akan terulang lagi. Aku tidak sanggup kehilangan dia untuk kedua kalinya." Arvino yang m
Siang itu, di atas gedung tinggi tempat Kayla Ardana bekerja, suasana kantor sudah ramai sejak pagi. Karyawan berlalu-lalang membawa map, beberapa sedang berdiskusi di ruang rapat, sementara Kayla sendiri tengah memeriksa presentasi di ruangannya. Ia mengenakan kemeja putih dan rok hitam selutut, rambutnya diikat rapi, wajahnya tenang namun matanya tajam. Sejak berita pernikahannya dengan Arvino Mahendra tersebar, namanya semakin dikenal di dunia bisnis. Semua orang penasaran dengan wanita yang mampu membuat CEO besar itu membatalkan pertunangan publiknya. Namun di balik ketenangan itu, hatinya masih menyimpan luka. Ia berusaha tersenyum di depan orang lain, tetapi begitu pintu ruangannya tertutup, yang tersisa hanyalah kesunyian yang menyakitkan. Saat jarum jam menunjukkan pukul dua siang, terdengar ketukan pelan di pintu ruangannya. Tok ... tok ... tok. “Masuk,” kata Kayla tanpa mengalihkan pandangan dari laptop. Pintu terbuka perlahan. Langkah sepatu yang sangat ia kenal mend
Di tempat lain, sore itu terasa begitu damai di halaman rumah sederhana milik Bu Yuliana. Angin berhembus lembut dalam keheningan. Namun, ketenangan itu tiba-tiba terganggu oleh suara mobil mewah yang berhenti di depan pagar rumah. Dari balik kaca, seorang pria berjas hitam turun dengan langkah yang ragu, meskipun tekadnya kuat. Dialah Arvino Mahendra.Wajahnya tampak lelah, tetapi di matanya terpancar kesungguhan yang belum pernah dilihat Bu Yuliana sebelumnya. Setelah mengatur napas, Arvino melangkah menuju teras, menggenggam setangkai bunga mawar putih dan sekotak kecil yang disimpan di sakunya.Tok … tok … tok.“Permisi, Ibu …” suaranya terdengar pelan. “Bu ... Saya Arvino.”Bu Yuliana yang sedang menyapu halaman menoleh cepat. Tatapannya langsung berubah kaku saat melihat pria itu. Sapu di tangannya berhenti bergerak. “Arvino …?” ujarnya dengan nada dingin. “Apa yang kau lakukan di sini?”Arvino menunduk, lalu membungkuk sedikit dengan sikap sopan. “Saya tahu … saya tidak pantas
"Target aman. Subjek dilindungi dari jarak 50 meter," ujar seseorang melalui alat komunikasi kecil di telinganya. "Teruskan pengawasan secara diam-diam," suara Dion terdengar dari sambungan telepon. "Jika ada ancaman langsung, jangan ragu untuk bertindak. Tuan Arvino tidak ingin ada celah." Hari-hari berikutnya berlalu dengan cara yang tidak pernah disadari Kayla. Setiap kali ia menyeberang jalan, selalu ada seseorang di kerumunan yang mengawasinya dari jauh. Setiap kali ia pulang larut malam, mobil SUV hitam tanpa plat selalu berhenti dalam radius dua blok untuk memastikan ia sampai dengan selamat. Kayla mulai merasa aman tanpa mengetahui alasannya. Beberapa hari kemudian, di kantor pusat Mahendra Group, Arvino berdiri di balkon lantai atas. Ia berbicara dengan Dion sambil melihat foto-foto yang dikirim melalui ponsel. "Tuan,Laporan pengawasan minggu ini," kata Dion. "Ada percobaan intimidasi kecil dari orang Cassandra di hari pertama, tetapi kami berhasil mencegahnya. Se
Reyhan menatap punggung Kayla sejenak, kemudian berkata pelan, “Aku tahu ini bukan saat yang tepat. Tapi suatu hari nanti, aku ingin kau ingat bahwa ada seseorang yang mencintaimu dengan tulus, tanpa syarat, dan tanpa pamrih.” Tanpa menunggu jawaban, Reyhan berbalik dan berjalan menuju pintu. Sebelum keluar, ia berhenti sejenak dan menoleh sekali lagi. Kayla masih berdiri membelakangi, terdiam dalam air mata yang tak bisa ia sembunyikan. Saat pintu tertutup, Kayla akhirnya terjatuh di kursinya. Tangannya menutupi wajahnya, bahunya bergetar menahan tangis. “Maaf, Reyhan … hatiku belum siap. Dan mungkin, tidak akan pernah siap lagi.” Malam itu, setelah Reyhan pulang, Kayla berdiri sendirian di balkon. Angin malam menyapu rambutnya, membawa aroma hujan yang menggantung di udara. Ia menatap langit kota yang berkilauan. Dalam keheningan itu, pikirannya melayang pada dua nama yang kini mengisi hidupnya dengan cara yang berbeda,Arvino, masa lalu yang belum selesai, dan Reyhan, harapan y
Sore itu, Kayla masih duduk di ruang kerjanya, menatap kosong ke layar laptop yang sudah lama menyala namun tidak tersentuh. Kata-kata Arvino saat konferensi pers terus terngiang di pikirannya, seperti gema yang tak kunjung reda."Ya, benar. Kayla Ardana adalah istri saya."Ucapan itu seharusnya menjadi bukti cinta, tetapi bagi Kayla, justru menjadi beban. Ia bingung harus bersyukur atau merasa semakin terjebak dalam masa lalu yang belum selesai.Tiba-tiba, pintu ruangannya diketuk perlahan.“Masuk,” katanya pelan tanpa menoleh.Suara langkah kaki terdengar tenang dan hati-hati. Kayla sudah tahu siapa pemilik suara itu bahkan sebelum melihat wajahnya.“Kayla,” suara Reyhan terdengar dalam, seolah berusaha menenangkan badai yang bergolak di dalam dada wanita itu.Kayla menatapnya sekilas, lalu memaksakan senyum tipis. “Reyhan ? Aku kira kau sedang di luar kota.”Reyhan mendekat, meletakkan sebuah amplop di meja kerja Kayla, lalu duduk di hadapannya. Matanya menatap Kayla, bukan dengan