Beranda / Romansa / Perginya istri Rahasia Ceo / Bab 6. Rayhan menyembunyikan Kayla.

Share

Bab 6. Rayhan menyembunyikan Kayla.

Penulis: V3yach
last update Terakhir Diperbarui: 2025-09-23 13:15:30

Arvino duduk di ruang kerjanya, matanya merah karena kurang tidur. Rapat dengan dewan direksi sudah selesai, tetapi pikirannya masih tertuju pada Kayla. Sejak kepergian istrinya, segalanya menjadi kacau. Ketika pintu diketuk, Reyhan masuk dengan jas formal, membawa berkas laporan.

"Vin, kita perlu membahas perkembangan saham di proyek resort itu," ujar Reyhan dengan tenang, meskipun di dalam dadanya ada kegelisahan.

Arvino mengangguk lemah. "Iya, duduklah, aku sudah menyiapkan datanya."

Namun, alih-alih membahas angka, strategi, dan target investor, Arvino terus gelisah. Dia berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang kerjanya,jas yang sebelumnya rapi kini terbuka, dasinya longgar, dan wajahnya terlihat kusut.

"Vin, mari kita mulai membahas proyek ini," kata Reyhan datar.

Arvino tidak langsung menoleh, hanya menatap kosong ke luar jendela gedung tinggi. "Taruh saja di meja."

Reyhan menghela napas dan berdiri, memperhatikan sahabatnya yang biasanya tenang dan penuh kendali, kini tampak kacau.

"Kau bahkan tidak mau membuka filenya?" tanya Reyhan akhirnya.

"Apa gunanya aku membaca angka itu ,jika rumahku sendiri berantakan?" balas Arvino dengan suara pecah.

Reyhan terdiam. Ini akan sulit, pikirnya.

"Aku pulang dua malam lalu," lanjut Arvino lirih."Dan Kayla sudah pergi. Begitu saja. Tak ada yang tersisa, kecuali surat yang menyakitkan."

Reyhan menelan ludah. "Dia ... benar-benar tidak mengatakan apa-apa?"

"Tidak!" Arvino membentak sambil memukul meja. "Dia hanya menulis kata-kata seolah aku monster. Dia bilang ingin menyelamatkan dirinya. Kau tahu apa artinya itu, Rey? Dia pergi karena aku gagal sebagai suami."

Reyhan duduk kembali sambil menunduk. "Mungkin Kayla hanya butuh waktu untuk dirinya sendiri."

"Waktu?" Arvino tertawa pahit. "Sejak awal aku sudah memberinya ruang. Dia tinggal di penthouse megah, tak pernah aku sentuh tanpa izinnya, semua kebutuhannya tercukupi. Apa itu masih kurang?"

"Itu bukan ruang, Vin," Reyhan menatapnya tajam. "Itu penjara emas. Kau mengikatnya tapi tidak pernah benar-benar hadir."

Arvino terdiam sejenak, lalu mendekat. "Kau berani sekali berkata begitu. Apa kau pikir aku tidak mencintainya?"

"Jika kau benar-benar mencintainya," suara Reyhan meninggi, "kau tidak akan membiarkannya merasa sendirian, apalagi sampai merencanakan pertunangan dengan Casandra di depan publik!"

Arvino tertegun. "Jangan ikut campur soal itu, Rey. Casandra adalah urusan bisnis."

"Bisnis?" Reyhan mendengus. "Kau pikir perasaan Kayla bisa ditukar dengan kontrak perusahaan? Kau buta, Vin?"

Arvino menatapnya dengan sorot tajam. "Jaga bicaramu. Aku sahabatmu, tapi jangan coba menilai sesuatu yang tidak kau ketahui."

Reyhan berdiri lagi, kini suaranya tegas. "Aku tahu cukup,Vin. Aku melihat sendiri bagaimana Kayla selalu menunggu perhatianmu. Dia menatapmu, tapi kau sibuk dengan ponsel, dengan rapat, dengan Casandra. Jangan bilang kau tidak tahu!"

Arvino terdiam, dadanya naik-turun, rahangnya mengeras. "Kau berbicara seolah kau lebih mengenalnya daripada aku."

Hening. Kata-kata itu menggantung di udara, menambah ketegangan.

Reyhan mengepalkan tangannya di samping tubuh. "Aku tidak bilang begitu. Aku hanya bicara sebagai sahabat. Kau sudah terlalu jauh membiarkan Kayla terluka."

Arvino menunduk sejenak lalu mendekat, wajahnya penuh frustrasi. "Kau pikir aku tidak menyesal? Setiap malam aku dihantui wajahnya, Rey. Aku menghubungi semua kontak, mencarinya di hotel, bandara, apartemen. Tapi nihil! Aku gila, aku tidak tahu harus bagaimana lagi?" Tangis Arvino pecah, matanya memerah, dan Reyhan menatapnya dengan rasa iba.

"Jika kau benar-benar mencintainya," ucap Reyhan dengan tenang, "kau harus siap jika suatu saat dia tidak kembali."

Arvino menoleh dengan cepat dan marah. "Jangan pernah katakan begitu! Kayla akan kembali. Dia harus kembali."

"Kenapa harus, Vin?" balas Reyhan dengan nada tajam. "Cinta bukan tentang memaksa. Jika dia memilih pergi, kau harus menerima kenyataan."

"Kau bicara seolah kau tahu di mana dia. Apa benar begitu, Rey?" tanya Arvino sambil mendekat, suaranya dingin.

Deg...

Pertanyaan itu menusuk hati Reyhan, tetapi dia berusaha tetap tenang. "Aku tidak tahu," jawabnya singkat.

Arvino menatapnya lama dengan penuh curiga. "Tatapanmu mengatakan hal lain."

"Aku hanya tidak ingin kau semakin tersiksa. Itu saja," kata Reyhan sambil memalingkan wajahnya.

"Katakan yang sebenarnya!" Arvino meninggi. "Jika kau tahu di mana Kayla, kau harus memberitahuku. Dia istriku, Rey, istriku!"

Reyhan merasakan dadanya sesak. Dia teringat janji Kayla, ingat air matanya di kafe malam itu. "Jangan bilang Arvino kalau aku di sini, Rey. Aku mohon."

"Aku tidak bisa," akhirnya Reyhan berkata pelan.

"Tidak bisa ... atau tidak mau?" tanya Arvino dengan tatapan tajam.

"Tidak bisa," ulang Reyhan. "Karena meskipun aku tahu, aku tidak berhak memutuskan untuknya. Kayla harus memilih sendiri kapan dia siap kembali padamu."

"Kau pengkhianat, Rey!" teriak Arvino sambil menggebrak meja.

"Jika menjaga rahasia seorang perempuan yang terluka disebut pengkhianat, maka biarlah aku jadi pengkhianat. Tapi setidaknya aku tidak menutup mata terhadap penderitaannya," sahut Reyhan sambil menahan emosi.

Arvino terdiam. Kata-kata itu menghantamnya dengan keras. Matanya bergetar, dan tangannya mengepal.

"Pergi," katanya lirih namun dingin. "Aku tidak ingin melihatmu sekarang."

Reyhan menatapnya lama, lalu menghela napas. "Aku tetap sahabatmu, Vin. Tapi sampai kau benar-benar menyadari apa arti Kayla, aku tidak akan berpihak padamu."

Dia pun berjalan keluar, meninggalkan Arvino sendirian.

Arvino jatuh terduduk di kursi, menutup wajahnya dengan kedua tangan. "Kenapa semua orang meninggalkanku?" gumamnya parau. "Kayla ... Kembalilah. Aku mohon."

Sementara itu, dalam perjalanan pulang, Reyhan menatap kosong ke arah jalanan. Hatinya dipenuhi gejolak. Dia tahu telah memilih berpihak pada Kayla, tetapi konsekuensinya, dia baru saja mengkhianati persahabatan yang telah terjalin selama puluhan tahun.

Dan jauh di dalam hatinya, ada perasaan lain yang mulai tumbuh, perasaan yang selama ini dia tekan habis-habisan.

"Kayla ... Apa aku benar-benar bisa menjaga jarak darimu?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
~•°Putri Nurril°•~
hanya orang bod0h saja yang mau bertahan sama kamu Vin..
goodnovel comment avatar
~•°Putri Nurril°•~
tindakan kamu udah tepat Rey, apa kamuntega melihat Kayla tertekan di sisi arvino??
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Perginya istri Rahasia Ceo    Bab 75. Kayden Kecil.

    Lima tahun kemudian, suasana halaman belakang Mahendra Residence sore itu ramai oleh suara anak-anak. Udara sejuk di kota itu dipenuhi dengan aroma bunga kamboja yang baru disiram. Namun, di tengah keramaian itu, ada seorang anak laki-laki yang duduk tenang di bawah pohon mangga, membaca buku tentang dinosaurus kesukaannya Kayden Mahendra, lima tahun, dengan wajah tenang dan dingin seperti biasa. Tidak jauh dari situ, Adeline Wiratama, yang berusia empat tahun, melompat-lompat sambil memanggil. “Kaydeeen! Ayo main sama Adeline!” suaranya manja, nyaring, dan sedikit memaksa. Kayden tidak menoleh. Ia hanya membalik halaman bukunya. Kiara, adik Kayden dan putri kedua Kayla–Arvino, berdiri tidak jauh, memegang boneka kelinci yang sudah usang. Usianya baru tiga tahun, wajahnya manis, tetapi selalu terlihat sedikit minder ketika Adeline ada di dekatnya. Adeline mendekati Kayden dengan cemberut. “Kenapa sih kamu terus baca? Main sama aku, Kayden. Sekarang!” Kayden menghela napas

  • Perginya istri Rahasia Ceo    Bab 75. Dua malaikat kecil

    Singkat cerita, tujuh bulan kemudian, suara tangis bayi terdengar lembut di ruang bersalin. Suara itu seperti melodi baru yang mengisi hati semua orang di luar. Rani terbaring lemah di ranjang, wajahnya masih pucat tetapi tersenyum bahagia. Di sampingnya, Reyhan menatap bayi mereka dengan mata berkaca-kaca. “Sayang, dia sangat cantik,” kata Reyhan dengan suara serak, tangannya bergetar saat menyentuh pipi mungil itu. Rani tersenyum lembut. “Mirip kamu, lihat lesung pipinya.” Reyhan tertawa kecil, “Kamu bohong. Hidungnya jelas mirip hidungmu, manis sekali.” Pintu kamar terbuka. Arvino dan Kayla masuk terlebih dahulu, tatapan mereka langsung tertuju pada bayi mungil yang dibedong rapi. “Ya ampun, cantik sekali,” ucap Kayla sambil menempelkan tangan di dada, terharu. Arvino mendekat, membawa bayi gendongannya sendiri, Arviano Kayden Mahendra, yang kini berusia sepuluh bulan. Bocah itu menatap penasaran pada bayi di ranjang. “Ini dia calon kakak sekaligus calon bodyguard mas

  • Perginya istri Rahasia Ceo    Bab 74. Kebahagiaan yang sempurna.

    Momen emosional itu belum berakhir ketika pintu ruangan diketuk dan dibuka perlahan. Reyhan dan Rani muncul. Wajah Reyhan dipenuhi senyum bangga, sementara Rani terlihat membawa bingkisan besar. “Vin! Kay! selamat ya … akhirnya lahir juga!” Reyhan langsung mendekat. “MasyaAllah, tampan sekali. Kamu hebat Kay, kamu sangat kuat …," Rani ikut tersenyum lebar. “Terima kasih Ran ... Oh iya, aku senang akhirnya kalian datang juga,” ucap Kayla sambil tersenyum. Reyhan menatap bayi itu dengan mata berbinar. “Bro, serius … itu keponakan gue?” Arvino mengangkat alis. “Iya, mau siapa lagi?” Reyhan mendekat. “Astaga … tampan banget! Baru lahir saja sudah ganteng begini, pasti bakal jadi rebutan anak-anak dari TK sampai kampus.” Kayla tertawa pelan. “Kamu ini Rey, baru lahir sudah diproyeksikan jadi idola.” Rani maju, matanya terlihat sangat berbinar. “Bolehkah aku lihat lebih dekat?” Arvino mengangguk dan mengizinkan. Rani menatap bayi kecil itu dengan perasaan campur aduk antar

  • Perginya istri Rahasia Ceo    Bab 73. Kabar Bahagia

    “Selamat, Tuan Reyhan.” Dokter memutar layar USG ke arahnya. “Ini adalah kantung kehamilan. Usianya sekitar enam minggu.” Reyhan terdiam, dan dokter tersenyum lebih lebar. “Sekali lagi selamat, Anda akan menjadi seorang ayah.” Deg ... Reyhan langsung menutup mulutnya dengan tangan. “Alhamdulillah …!” ujarnya spontan, matanya berkaca-kaca. “Alhamdulillah, akhirnya tidak sia-sia!” Dokter mengerutkan dahi. “Maaf … tidak sia-sia apa ya?” Reyhan tersadar. “Ah! Maksud saya … tidak sia-sia kami selalu berdoa, Dok. Tuhan mengabulkan doa kami …” Reyhan mengusap wajahnya, merasa malu sekaligus bahagia. Dokter tertawa kecil. “Ah, baiklah. Jadi, bolehkah saya panggilkan istri Anda? Dia perlu tahu juga, bukan?” Reyhan cepat mengangkat tangan. “Jangan! Maksud saya … biar saya yang memberitahu. Saya ingin melihat ekspresinya.” “Baiklah,” jawab dokter. Reyhan kembali masuk ke ruangan, berusaha terlihat tenang. Padahal wajahnya bersinar seperti lampu jalan. Rani mencibir bingung.

  • Perginya istri Rahasia Ceo    Bab 72. Moment Bahagia.

    Sementara itu di jakarta, ruang bersalin malam itu dipenuhi dengan cahaya putih yang terang. Di luar, hujan rintik-rintik turun seolah ikut merasakan ketegangan suasana. Kayla terbaring di ranjang persalinan, wajahnya tampak pucat, napasnya terengah-engah, dan tangannya menggenggam erat tangan Bu Yuliana. Bu Yuliana berdiri di samping kepala Kayla, mengusap rambut menantunya dengan penuh kasih sayang. “Sayang, tarik napas pelan-pelan … buang perlahan, kamu harus kuat, Nak,” ucapnya dengan suara bergetar. Kayla berusaha tersenyum meskipun merasakan sakit. “Ibu sakit sekali …” katanya sambil terisak, air mata mengalir di pipinya. “Aku tahu, Nak … Ibu di sini, Ibu tidak akan meninggalkanmu.” Bu Yuliana mengecup kening Kayla, suaranya pecah. Para perawat terus mempersiapkan alat, sementara dokter mengamati monitor. “Kontraksinya semakin kuat. Kita sudah dekat, Bu. Mohon bantuannya untuk terus menenangkan pasien.” Bu Yuliana mengangguk cepat. “Iya, Dok …” “BU … sakit! Sakit, Bu

  • Perginya istri Rahasia Ceo    Bab 71. Dua bulan berlalu.

    Dua bulan kemudian, pada pagi hari, Kayla duduk di sofa sambil mengusap perutnya. Tiba-tiba wajahnya menjadi tegang sangat tegang. “A-akh …” Tangan Kayla mencengkeram sandaran sofa dengan kuat. Arvino yang baru keluar dari kamar sambil membawa sarapan langsung panik melihat wajah istrinya yang pucat. “Sayang, Kamu Kenapa?!” Kayla menunduk sambil terengah-engah. “Vin … perutku sakit … ini sangat sakit.” Arvino segera menjatuhkan nampan sarapan karena panik. “Kayla! Oke-oke, sebentar! Napas, sayang, napas!” Kayla menggeleng keras. “Aku … aku tidak bisa bernapas, Vin, sakitnya datang dan pergi tapi lebih kuat dan lebih sakit dari sebelumnya ...” Arvino langsung memeluk bahunya, hampir gemetar. “Itu kontraksi yang nyata, Kay! Kita harus ke rumah sakit!” Kayla hampir menangis. “Vin, aku takut … aku sangat takut.” Arvino meletakkan dahinya di dahi Kayla. “Aku di sini. Kamu tidak akan sendirian. Aku janji, aku juga akan telepon ibu.” “Kumohon jangan tinggalkan aku

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status