Share

Bab 5 [Naik atau Beneran Aku Culik!!]

"Kau yakin?" Ujar Ray.

"Iya, kau boleh pergi. Aku bisa menjaga diriku sendiri," Ujar Feli.

"Ya sudah. Aku pergi dulu," Ujar Ray seraya berjalan menjauh dari Feli.

Beberapa menit berlalu setelah Ray pergi meninggalkan Feli. Tak ada satupun taksi yang lewat hingga mengharuskan Feli memilih untuk berjalan kaki pulang kerumahnya. Karena belum terlalu larut malam suasana di jalan masih sangat ramai, terlebih lagi ada banyak lampu restoran yang menerangi jalan, pria mabuk tadi juga sudah menghilang entah kemana.

Perut Feli berbunyi yang menandakan ia harus segera di isi dengan makanan. Gadis itu berhenti di salah satu food truck ayam goreng yang terlihat lezat. "Bu, sekalian bakso dan tahu gorengnya. Ini uangnya," Ujar Feli.

Sambil menenteng bungkus makanan yang baru saja di belinya, Feli kembali melanjutkan langkahnya untuk segera pulang. Merasa ada hal yang janggal, Feli lantas mempercepat langkahnya untuk segera menjauh dari seseorang. Feli berhenti kemudian berbalik untuk memeriksa jika memang benar ada seseorang yang mengikutinya. Namun tak ada seorang pun yang bisa Feli curigai, semua orang sedang sibuk dengan urusannya masing-masing.

"Mungkin hanya perasaanku saja," Ujar Feli menyakinkan dirinya sendiri.

Kembali Feli melangkahkan kakinya namun kali ini lagi-lagi ia merasakan hal yang sama, bukan sekali dua kali Feli mendapati seseorang yang mengikutinya diam-diam. Feli kemudian berbelok arah dari jalan pulangnya, ia bukan orang bodoh yang dengan senang hati menunjukkan rumahnya cuma-cuma. Gadis itu tetap berjalan di tempat ramai agar nantinya ia bisa mengelabui penguntit tersebut.

Suara lonceng sebuah sepeda mengagetkan Feli, ia lalu menoleh dan mendapati seorang yang sedang mengayuh sepeda di sebelahnya. Orang itu tak lain adalah Ray, entah dari mana pria itu menemukan sepeda masih terasa misteri bagi Feli. Ray kemudian menginstruksikan menggunakan kepalanya agar Feli segera duduk di kursi belakang sepeda.

"Eh, nggak perlu. Makasih, aku bisa pulang sendiri." Mendengar lagi-lagi penolakan yang keluar dari mulut Feli, Ray membuang nafas panjang.

"Naik!" Paksa Ray.

"Nggak mau!" Tolak Feli.

"Naik atau beneran aku culik!" Ancam Ray hingga Feli tak habis pikir dengan pria di sebelahnya ini.

"Nggak naik dalam lima detik, aku beneran culik!" Ujar Ray kemudian mulai menghitung.

Feli berniat pergi meninggalkan Ray saja dari pada mendapatkan banyak perhatian dari orang-orang, lebih baik ia menghindar. Tanpa ragu Ray menarik tangan Feli hingga terduduk di kursi belakang, ia segera mengayuh sepedanya dengan kecepatan penuh agar tak memberikan kesempatan Feli melarikan diri.

"Kau benar-benar akan menculikku? Hei hentikan sepedanya!" Ujar Feli seraya memukul dan menarik pakaian Ray.

"Bisa diam nggak? Pegangan aja yang kuat! Aku bakalan ngebut!" Ujar Ray.

Teriakan yang sepertinya sedang menginstruksikan kepada Ray untuk berhenti membuat Feli berbalik melihat segerombolan anak dari sekolah lain sedang memasang wajah kesal. "Itu dia! Sial dia mengambil benda itu! Cepet kejar!" Perintah pria berotot yang sepertinya adalah pemimpin gerombolan tersebut.

"Hei, kau mencari masalah dengan mereka?!" Panik Feli saat orang-orang berwajah seram itu mengejarnya.

"Pegangan yang kuat kalo nggak mau jatuh!" Ujar Ray dan berbelok tajam di perempatan.

Feli hampir saja jatuh, gadis itu kini memegang bahu Ray namun hal tersebut malah membuat Ray beberapa kali tercekik oleh kerah bajunya sendiri. Ray kemudian menghentikan sepedanya, bisa-bisa dia akan mati tercekik jika terus seperti ini. Tanpa banyak bicara ia kemudian menarik tangan Feli untuk berpegangan di pinggangnya. 

"Sial! Mereka cepat juga mengejarnya! Kalo saja motorku tidak di tabrak truk," Ujar Ray kembali mengayuh sepedanya.

Tepat di belokan menuju jalan besar, decitan suara ban sepeda yang di pakasa berhenti terdengar cukup nyaring. Meskipun berhasil menghindar dari sebuah mobil yang hampir saja menabrak mereka dengan selamat, kini mereka harus terpojok oleh orang-orang tadi. Tangan Ray berada di depan Feli agar Feli berlindung di belakangnya. Lawan mereka adalah segerombolan preman sekolah yang tentu saja sangat ahli dalam perkelahian.

"Bagaimana? Sudah puas larinya?" Ujar pria berotot itu.

"Sepertinya kau tidak akan memberikan benda itu secara sukarela, pukuli saja dulu. Juga bawa gadis manis di belakangnya itu padaku," Perintah pria berotot itu pada anak buahnya.

"Sialan! Hei kau bisa lari? Aku akan membukakan jalan agar kau bisa kabur," Bisik Ray.

"Kau gila ya menyuruhku kabur sementara kau di keroyok di sini?" Jawab Feli yang membuat Ray sedikit terkejut.

Ray terkekeh untuk beberapa saat mendengar jawaban Feli, jawaban itu mana bisa keluar dari mulutnya sementara tangannya saja bergetar terus. "Baiklah, kau bisa tutup matamu? Aku akan menyelesaikan ini dengan cepat," Ujar Ray.

"Tapi,"

"Kau tidak ingin melihat hal yang sama seperti di tangga sekolah bukan?" Ujar Ray sambil menutup mata Feli dengan telapak tangannya.

Feli tidak bisa mengelak, ia saat ini sangat takut. Bahkan setelah Ray menyingkirkan telapak tangannya untuk segera bertarung, Feli sama sekali tidak membuka matanya. Beberapa kali suara umpatan dan jeritan kesakitan terdengar dengan jelas di telinga Feli, bungkus berisi ayam goreng miliknya di genggam sangat erat.

Suara tak lagi terdengar, dengan rasa penasaran Feli memberanikan diri untuk membuka kedua kelompok matanya. Betapa terkejutnya Feli saat melihat semua orang tadi telah tumbang di atas jalan. Ray berbalik dan melihat kearah Feli yang terlihat sangat terkejut.

"Ka-kau terluka," Ujar Feli sedikit gagap.

Ray tak menjawab, ada luka sayatan di pipi kirinya karena sang bos tadi membawa sebilah pisau. Feli mengambil sesuatu di dalam tasnya, ia membersihkan darah dari luka Ray sebelum akhirnya ia menempelkan plaster luka bermotif itu. Ray menundukkan kepalanya agar Feli bisa dengan mudah menempelkan plaster luka itu tanpa harus berjinjit terus.

"Sudah selesai," Ujar Feli.

"Oi Ray!" Panggil seseorang sambil melambaikan tangannya.

Mendengar namanya di panggil, Ray lantas menoleh ke sumber suara. Di sana ada Algeria dan Arlan sedang berjalan mendekat, mata Feli tertuju pada pemilik mata hitam kebiruan itu. Dia adalah Arlan, orang yang pernah di bantingannya sepulang sekolah. Feli berbalik berlindung di belakang pundak Ray yang sedang berbicara dengan Algeria.

"Di belakang kau ada siapa Ray?" Tanya Algeria. 

Ray berbalik mencari keberadaan Feli yang ternyata mencoba kabur. Ray menahan tas Feli hingga gadis itu harus berhenti kemudian berbalik sambil menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan mungilnya. Terlihat kerutan di wajah Arlan, pria itu mencoba melihat wajah Feli yang terus saja menghindari darinya.

"Eghmm.. Aku harus pulang, mama mungkin udah nungguin," Ujar Feli.

"Tunggu! Aku punya pertanyaan padamu," Ujar Ray sambil mendekati Feli yang masih saja menutup wajahnya.

"Katakan siapa kau sebenarnya? Jawab yang jujur!" Tanya Ray tiba-tiba.

"Eh? Aku hanya anak SMA," Ujar Feli sedikit bingung dengan pertanyaan aneh Ray.

"Lalu kenapa Xavier mengikutimu diam-diam? Bukan sekali saja! Bahkan ribuan kali," Ujar Ray.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status