Persahabatan Andrian dan Wandi merenggang lantaran seorang gadis aneh bernama Hesta. Gadis yang terlihat cantik paripurna di mata Adrian, namun menakutkan bagi Wandi. Peristiwa buruk pun semakin sering terjadi semenjak kehadiran Hesta di dekat pohon beringin. Ada apa dengan pohon beringin tersebut? Mampukah Wandi menyadarkan Adrian atas cinta konyolnya?
View MoreSepi, itu gambaran yang nampak pada jalan yang dilalui dua orang anak laki-laki yang masih duduk di bangku kelas sebelas SMK. Kanan kiri jalan hanya nampak pepohonan di antara gelapnya malam. Lampu jalan menyinari terlihat temaram seolah kabur bersama pantulan cahaya sang rembulan. Hari sudah menjelang malam ketika dua orang pemuda yang berboncengan motor butut itu lewat. Keduanya baru pulang dari nongkrong. Semilir angin terasa semakin dingin menusuk tulang, suara binatang malam menambah ngeri.
"Adrian, gue kebelet kencing," desis seorang pemuda yang membonceng.
Andrian nama pemuda yang menyetir, sedangkan temannya itu bernama Wandi. Sahabat sejak jaman sekolah dasar. "Asem lo, tahan dong, kita berhenti di pom bensin nanti," cicit Andrian.
"Gue udah nggak tahan," jelasnya.
Adrian menghentikan laju motor, tepat di pinggir jalan di bawah pohon beringin. Menyeramkan, membuat bulu kuduk merinding. Keduanya turun dari motor, Adrian berdiri seperti satpam di dekat motor, sedangkan Wandi hendak berlari ke balik pohon beringin yang terikat kain warna putih entah abu-abu, terlihat samar dalam sinar rembulan malam. Desir angin mengibaskan dedaunan hingga terlihat ranting pohon beringin itu bergoyang. Tidak berapa lama muncul seorang laki-laki tua, berjenggot dengan pakaian hitam, hampir menabrak Wandi.
"Demit!" teriak pemuda itu membuat Adrian menoleh ke arah sahabatnya.
"Sembarangan kalau ngomong!" bentak sang kakek.
Wandi yang sudah tidak dapat menahan kencing akhirnya kencing di tempat. Didera perasaan takut dan menahan tidak memperdulikan lagi jika tanah di bawahnya basah terkena kencingnya. Membuat Adrian tidak dapat menahan tertawanya. Keras suara mengakibatkan kakek yang baru saja muncul terlihat marah kepada mereka.
“Hai, kalian!” terdengar suara kakek memanggil. Kedua tangan sudah berada di pinggang dengan tatapan tajam kepada keduanya.
“Kakek panggil kami?” tanya Adrian menyenggol Wandi agar memberi isyarat supaya turun dari motornya.
“Siapa lagi yang ada di sini? Mau apa kalian malam-malam ribut di tempat ini? Pergi cepat ...!” lantang kalimatnya terdengar dengan suasana sepi di sekitar tempat itu.
Membuat Adrian kaget dengan perintah kakek. Mereka baru saja bertemu sudah main perintah, begitu yang ada di pikirannya. Seumur-umur bari kali ini ia diusir orang yang baru dikenalnya, apalagi melihat daerah ini tidak ada seorang pun yang berhak memiliki.
“Memangnya kakek siapa? Berani ngusir kami?” ucap Adrian lantang.
Wandi yang melihat keanehan dari kakek segera menyikut lengan Adrian supaya tidak terpengaruh dengan ucapan sang kakek. Tetapi semua tidak dihiraukan Adrian, dia mendekati pohon beringin. Niat awal hendak pergi diurungkannya. Rasa penasaran merihat keanehan yang terjadi di sana. Dari mana datangnya kakek itu padahal tidak ada gubuk dan kendaraan di sekitar tempat itu. Sedangkan Wandi yang masih berada di dekat motornya berusaha menarik tangan Adrian supaya tidak mendekati kakek yang berada di sana.
“Yan, lu jangan ke sana! Nggak liat wajahnya serem?” mendekati pohon dan terlihat semakin menyeramkan wajahnya. Wandi yang mempunyai sifat penakut memegang erat tangan Adrian.
“Diem lu!” ucapnya menatap Wandi, kemudian menatap ke arah kakek, “heh, Kakek! Apa maksudnya ngusir kami dari sini?” lantang suaranya keras terdengar.
Bukan menjawab pertanyaan dari pemuda itu, kakek bergerak mendekati keduanya. Menatap dengan pandangan tajam ke arah Adrian dan Wandi kemudian berbalik. Adrian tidak merasakan takut sama sekali ia bahkan maju mendekati kakek yang duduk di atas batu besar di bawah pohon beringin.
Tubuhnya yang hanya berbalut kaos putih singlet dan celana kolor selutut, tampak sedikit membungkuk. Tidak ada yang istimewa darinya, hanya suaranya yang terdengar keras membuat dua anak terlihat saling memandang. Diantara perasaan takut dan rasa penasaran dengan sosok yang berada di depannya.
Pohon beringin yang terlihat tenang tiba-tiba bergerak pelan. Bahkan daun-daun jatuh berserakan semakin banyak. Suasana mendadak sepi meskipun ada beberapa kendaraan yang lewat. Malam yang gelap tanpa lampu di pinggir jalan cukup membuat sekeliling bertambah menyeramkan. Hanya bantuan sinar rembulan mereka dapat melihat sosok kakek yang ada di depannya.
“Pergilah dari sini! Ingat jangan kembali! Jika kalian melanggar akan ada musibah yang akan menimpa kalian atau keluarga kalian. Ngerti!”
Daerah Tawangmangu karanganyar memang terkenal dengan aura mistis. Apalagi dengan cerita pohon beringin yang konon menyimpan banyak misteri. Adrian dan Wandi sering mendengar cerita tentang hal ini. Tetapi keduanya tidak pernah mengalami kejadian aneh selama ini.
Dan sekarang mereka baru teringat, jika sekarang sedang berada di pinggir hutan perbatasan daerahnya. Tempat yang setiap hari mereka lalui saat pulang dan pergi ke sekolah. Jika suasana siang hari tidak seseram sekarang. Meskipun jalan besar yang dilalui kendaraan bus lintas propinsi tetapi sangat sepi. Bahkan daerah ini terkenal dengan kendaraan yang sering terkena musibah.
“Musibah? Kakek ini lucu, baru kali ini gue denger. Kami nggak ganggu kalian, apa kakek bukan manusia?” tanya Adrian lebih berani mendekat.
Kakek yang berdiri di hadan mereka dengan jarak beberapa meter terlihat bergerak ke arah mereka. Membuat kedua pemuda itu saling mengeratkan tangan. Adrian menahan bau pesing yang menyeruak ke dalam hidungnya berasal dari kencing Wandi yang berada di bawahnya. Ingin mengumpat Wandi tetapi suasana tidak mendukung. Akhirnya ia tahan meskipun ingin muntah karenanya.
“Bocah ngeyel! Mau jadi korban pohon ini? Pergi nggak! Cepat pergi, sebelum pohon ini marah dan mengganggu kalian!” teriak kakek lantang.
Keduanya terdiam dan saling memandang, hingga bentakan kakek yang lebih keras menyadarkan keduanya untuk segera pergi dari tempat itu. Sekilas terlihat beberapa bayangan yang melintas samar. Membuat bulu kuduk mereka berdiri.
“I- iya Kek, kami akan pergi. Jangan khawatir!” ucap Adrian sambil mencubit Wandi yang masih terdiam melihat kedatangan kakek yang tiba-tiba itu. Dan Akhirnya lari dengan kencang menuju motor CB milik Adrian yang diparkir agak jauh dari pohon beringin.
“Awas, jangan sampai kalian, jika datang lagi dan membuat keributan di tempat ini! Kalian bisa rasakan akibatnya kalo bandel!” ucap kakek dan tetap menatap tajam ke arah Adrian dan Wandi.
Akhirnya keduanya kembali naik sepeda motor milik Adrian dan bergegas menancapkan gas dengan cepat pergi dari tempa itu. Hawa pagi yang sangat dingin membuat keduanya menggigil dan saling memeluk di atas sepeda yang melaju kencang menembus jalan raya yang masih sepi.
“Kabur ...!”
Kekek yang sejak tadi berbicara dengan kedua pemuda itu perlahan berubah menjadi asap dan menghilang perlahan. Hanya suara binatang malam yang terdengar memenuhi sekitar tempat pohon beringin. Kembali pohon itu memperlihatkan aura mistisnya dengan bergerak meski tidak ada hembusan angin yang datang.
Perlahan-lahan Hesta menampakkan diri dengan wujud aslinya. Sontak kedua remaja tersebut berpelukan dan berteriak dengan keras. “HANTUUUUU ….” “HANTUUUUU ….” Semua penghuni rumah masuk ke kamar Adrian. Badrun yang baru sampai menyerobot lengan kedua orang tua Adrian yang berdiri di depan pintu. Mereka melongo melihat sosok Hesta yang menyeramkan dengan rambut terurai panjang. Tawa keras Hesta memenuhi kamar Adrian hingga orang -orang berlari keluar, tapi naas di depan pintu sudah ada kakek dan bapaknya Hesta yang menghadang mereka. Semua orang yang berada di dalam rumah berhenti dan saling berangkulan. Naluri Adrian merasa dekat dengan sosok menyeramkan yang ada di depannya. Indra penciuman yang tidak asing meski dengan penampakan yang berbeda. dengan hati berdebar, Adrian mendekati sosok yang tadi berada di kasur dan sudah mengikuti mereka hingga ke ruang tamu. “L-lo … lo Hesta bu-bu-kan?” tanya Adrian dengan gugup. “Ya Adrian, ternyata lo masih mengenali gue. Cinta memang inda
Kakek terus berusaha menenangkan Hesta yang gelisah melihat Adrian dan Wandi jatuh dari motor. Hesta terus meronta minta dilepaskan dari cengkeraman belenggu dunia lain dan tidak bisa keluar dari sana. Hingga kakek kewalahan dan memanggil penguasa alam ghaib untuk memberikan peringatan kepada Hesta. “Hesta, jika kamu tidak menurut apa kata kami. Maka dengan terpaksa kami akan mengeluarkan kamu dari dunia kita dan tidak bisa kembali lagi!” bentak penguasa alam ghaib yang sudah kesal dengan tingkah Hesta akhir-akhir ini. Hesta mengerutkan alisnya yang tebal dan hitam. Dia melihat ke arah kakek yang menatap tajam kepadanya. Hal yang tidak diinginkan ketika hati tidak sesuai dengan keadaan. Hesta terdiam tidak berani menatap penguasa alam dedemit yang tampak menyeramkan seolah ingin menghukumnya. Selama hidup di dunia dedemit baru kali ini Hesta membuat ulah dan merepotakan bangsanya sendiri. Dia hanya menuruti egonya untuk bisa bersatu dengan bangsa manusia yang sudah mencuri hatinya.
Wandi menatap Adrian dengan tajam. Tidak percaya jika sahabatnya tetap berhubungan dengan makluk astral tersebut. Janjinya dengan orang tua Adrian tidak akan diingkari, dia akan tetap menjaga Adrian dari makhluk Astral yang selama ini menganggu hidupnya. Balapan motor tetap berlangsung. Sementara Kakek yang yang berada di belakang penonton tetap berdiri mengawasi Adrian dan Wandi yang berada bersebrangan. Remaja itu hanya diam, dia sudah salah tidak bisa menghindar dari Hesta. “Wan, kira-kira jika aku kembali bertemu dengan Hesta, Kakeknya marah tidak?” tanya Adrian. “Lo udah kedanan bener sama Demit itu. Susah ngomong ama, lo. Di mana-mana, bukan hanya kakeknya Demit itu yang marah, tapi orang tua lo juga pasti marah. Lo masih waras, nggak sih?” “Ya … mo gimana lagi … Hestanya yang nemui gue. Masak gue tolak. Adan lo tahu, hawa saat ketemu dia sangat ehem …” kata Adrian sembari memejamkan mata. Pletak “Udah kena guna-guna anak ini. Tidak bisa dibiarkan.” Wandi kemudian menyeret
Selagi Ardi berteriak dari atas tangga, Wandi yang ada di bawah terkejut. Tangan yang memegang tangga menyenggol dan mengakibatkan tangga oleng dan ambruk. Beruntung Ardi memegang tembok bagian atas. Dia tidak terjatuh tapi bergantung di dinding dan celana pendek yang melorot hingga terlihat pantat. “Woii!! Lu malah ketawa, buruan tangan gue udah pegel!” teriak Ardi melihat Wandi tidak segera menolongnya. Dengan menahan tawa, Wandi segera mengambil tangga besi dan menempatkan tepat di sebelah Ardi yang menggantung. Setelah kaki Ardi menginjak tangga, buru-buru memberitahu jika Adrian dalam keadaan seperti orang tidur. Tapi naas belum sempat Ardi melihat kondisi di dalam kamar mandi, pintu terbuka mengarah keluar an menghantam tangga. Otomatis tangga yang menjadi injakan Ardi ambruk lagi dan Adri menggantung di dinding. “Astagahh …! Wandi!! Kalian tega ama guee!!” teriaknya dari atas. Adrian yang baru keluar dari dalam, tidak menghiraukan kehadiran kedua temannya. Membuat Ardi dan W
Adrian membuka mata dan marah karena tubuhnya sudah basah. Dia menatap nanar ke arah Wandi yang berdiri tepat di sebelah kasurnya. Dengan cepat pemuda itu berdiri dan mencengkeram krah bajunya. Tapi belum sempat menarik baju Wandi, seseorang menariknya ke belakang. Jumari dengan cepat menarik tubuh anaknya menjauh dari Wandi.“Kamu ini apa-apa an? Mau berkelahi? Udah ditolongin masih masih tidak sadar,” kata Jumari dari samping anaknya dengan menahan tangan Adrian.“Bapak! Dia sudah menyiram aku dengan air. Kurang ajar benget, tidak sopan. Nih lihat, kasurku basah baju juga basah!” kata Adrian dengan dengan napas memburu.“Duduk!” perintah Jumari menarik Adrian duduk di tepi ranjang yang basah karena air. “Sekarang kamu liat, tuh jam berapa?” tangan Jumari menunjuk ke arah jam yang ada di meja.“Astagahh … itu bener jamnya?”Adrian melongo melihat jam di dinding sudah menunjukkan pukul 11.00. Itu artinya dia sudah melewatkan waktu untuk bermain balap motor pagi itu. Padahal acara lomb
Sementara di tempat lain, Adrian dan kedua temannya yang kesal akibat ulah Wandi segera pergi dari stan penjual martabak. Mereka menuju ke arah parkiran yang jaraknya agak jauh dari tempat asal berteduh. Niat mereka bertiga hendak meninggalkan Wandi dan Tina, yang sudah curang dan tidak lagi memikirkan teman. Setelah mendapatkan motor dari tukang parrkir, ketiganya bergegas melajukan kendaraan menuju desa tempat tinggal mereka. Sepanjang jalan, baik Adrian dan kedua temannya memaki Wandi yang tidak setia kawan ucapan kotor. Tidak sadar, jika dari arah belakang ada bayangan hitam mengikutinya. Bayangan perempuan dengan rambut panjang menyeringai menatap Adrian dan kedua teman yang melajukan sepeda motor dengan kencang. Hujan gerimis di tengah malam tidak mereka perdulikan, hingga laju kotor berhenti di perbatasan desa. “Yan, gue kog merasa ada yang membuntuti kita,” kata Ardi sambil bersedekap. “Kagak usah mikir yang aneh-aneh. Gue bingung, entar gimana ngomong sama Emaknya Wandi dan
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments