Zulfan berjanji, "Asalkan kamu mau melepaskanku, aku akan memberimu semua uang ini. Anggap saja sebagai permohonan maafku."Wira mencibir, apa Zulfan mengira uang bisa menyelesaikan segalanya? Kemudian, Wira menendang pergelangan tangan Zulfan sehingga uang-uang itu bertebaran. Semua orang yang menonton keramaian segera maju untuk merebut uang itu. Suasananya sangat ramai! Zulfan merasa sakit hati karena uangnya diambil oleh orang-orang.Biantara bertanya seraya mengernyit, "Tuan, gimana dengan Zulfan?"Wira menyahut dengan dingin, "Bawa dia ke kediaman Keluarga Abizar. Aku mau lihat Aariz itu sehebat apa. Bisa-bisanya dia membiarkan anaknya bertindak semena-mena di Kota Limaran!"Jika Wira tidak datang ke Kota Limaran, dia tidak akan mengurus masalah seperti ini. Namun, sekarang Wira sudah datang ke Kota Limaran dan kota ini juga merupakan wilayah kekuasaannya. Tentu saja, Wira tidak akan melepaskan orang-orang yang bertindak semena-mena seperti Zulfan.Zulfan berkeringat dingin. Asal
"Siapa sebenarnya yang datang? Aku dengar orang itu bahkan memukul orang kita. Ternyata masih ada orang yang berani meremehkan Keluarga Abizar di Kota Limaran ini. Sungguh aneh!" Seiring dengan suara langkah kaki yang tergesa-gesa, seorang pria paruh baya tiba di aula dengan sekelompok orang di belakangnya yang pasti adalah para pengawal dari Keluarga Abizar. Sementara itu, pria yang berdiri di barisan paling depan adalah kepala Keluarga Abizar, Aariz.Ekspresi Aariz menjadi muram saat melihat tubuh Zulfan dan berkata dengan dingin, "Lihat dirimu yang babak belur ini, kamu pasti ditindas di luar sana lagi, 'kan? Tapi, kamu nggak bilang kamu adalah putraku ya? Sekarang ada orang yang berani menyentuhmu, berarti dia sudah menghina Keluarga Abizar!"Saat mengatakan beberapa kata itu, ekspresi Aariz menjadi sangat muram.Zulfan tanpa sadar menatap Wira yang berada di sampingnya, tetapi dia tetap tidak berani bernapas."Sepertinya kamu yang sudah memukulnya, 'kan?" kata Aariz dengan dingin
Wira berkata dengan tenang, "Izinkan aku memperkenalkan diriku, aku adalah Wira."Begitu mendengar nama itu, Aariz langsung menarik napas. Setelah mundur beberapa langkah dengan terhuyung-huyung, dia baru berkata, "Apa kamu adalah Wira yang kupikirkan itu?"Zulfan yang mendengar dari samping juga merasa bingung karena dia baru pertama kali ini melihat ayahnya begitu khawatir. Siapa sebenarnya Wira ini? Dia tidak mengenal Wira, tetapi tidak berarti Aariz tidak jelas."Harusnya nggak ada orang lain yang bernama itu lagi di dunia ini, 'kan?" kata Wira dengan tenang."Gubrak!"Sesaat kemudian, Aariz langsung berlutut di lantai dan segera berkata, "Saya minta maaf sudah tidak sopan. Saya benar-benar tidak menyangka Anda akan datang ke kediaman sederhana ini. Saya sudah mendengar kabar Anda telah tiba di Kota Limaran dan sedang bersiap-siap untuk menghubungi Gubernur karena berharap bisa bertemu dengan Anda. Tapi nggak disangka, saya malah bertemu dengan Anda. Anda benar-benar luar biasa sep
"Hari ini saya akan memberi sebuah penjelasan kepada Tuan, saya pasti akan membuat Anda puas!"Saat pisau akan menyentuh tangannya, Zulfan mendengar ada suara nyaring di telinganya, lalu sebuah peluru langsung menembak pisau itu. Pisau yang terbuat dari baja hitam itu pun langsung hancur menjadi dua.Mata semua orang yang berada di ruangan itu membelalak dan ekspresi mereka terlihat tidak percaya apa yang telah mereka lihat. Senjata tersembunyi mengerikan apa sebenarnya ini sampai bisa menghancurkan baja hitam? Jika tidak melihatnya secara langsung, mereka mungkin tidak akan percaya saat ada seseorang yang membahas kejadian ini pada mereka.Wira menyapu debu dari tangannya dan tersenyum, lalu berkata dengan tenang, "Kamu nggak perlu omong kosong denganku. Nggak perlu juga membuat adegan berdarah ini di depanku, aku nggak suka melihat adegan kotor seperti itu."Aariz segera menganggukkan kepala, lalu membuang pisau di tangannya dan kembali ke samping Wira. Meskipun Keluarga Abizar adala
Wira akhirnya tersenyum dengan puas dan berkata dengan tenang, "Kalau begitu, aku juga nggak akan terus mempersulit kalian lagi. Kelak ajari putramu dengan baik. Kalau aku tahu dia masih berani sewenang-wenang, aku bukan hanya akan memberinya pelajaran saja. Aku juga nggak akan melepaskanmu. Anak bisa membuat kesalahan karena ayahnya tidak mengajarinya, kamu harusnya mengerti maksud perkataan ini, 'kan?"Aariz segera menganggukkan kepala. Meskipun harus mengeluarkan bayaran yang besar agar Wira bisa pergi dari rumahnya, tidak masalah baginya. Mengenai putranya itu, kelak dia pasti akan mengajarinya dengan baik agar tidak terjadi kejadian yang sama lagi.Tak lama kemudian, Wira dan Biantara sudah meninggalkan Keluarga Abizar, sedangkan Aariz dan Zulfan mengantar keduanya sampai ke pintu. Setelah sosok keduanya tidak terlihat lagi, Aariz baru berbalik dan menatap Zulfan, lalu langsung menendang dada Zulfan. Setelah Zulfan mundur dengan terhuyung-huyung beberapa langkah, dia memukul dan m
"Tuan, apa kita nggak terlalu memanjakan mereka? Menurutku, tadi harusnya kita memanfaatkan kesempatan itu untuk memberi pelajaran pada keluarga besar itu," kata Biantara yang berada di samping Wira sambil mengernyitkan alis. Dia tidak menyangka Wira akan menghentikan tindakan Aazir. Orang seperti Zulfan harus diberi pelajaran keras agar bisa diingat dan kelak tidak berani sembarangan menindas orang lain lagi.Wira malah menggelengkan kepala dan berkata, "Masalahnya nggak seburuk itu. Aku memang nggak suka dengan tindakan Keluarga Abazir, tapi kali ini kita sudah memperingatkan mereka. Jadi, kelak harusnya nggak akan terjadi kejadian yang sama lagi. Lagi pula, mereka juga akan membagikan makanan kepada warga sekitar, bisa dianggap perbuatan baik juga. Tapi, kalau kita mendesak mereka hingga akhir, mereka hanya akan menjadi putus asa dan itu nggak akan menguntungkan siapa pun."Wira bisa mencapai posisi hari ini semuanya berkat kecerdasan dan kebijaksanaannya, semua ini bukan sebuah keb
"Aku ingin lihat apa dia akan bungkam atau trikku yang berhasil." Meskipun Thalia adalah seorang yatim piatu, Wira juga harus mencari cara untuk membuka mulut Thalia. Dia tidak akan menyerah sampai mencapai tujuannya. Dalam sekejap, dia dan Biantara sudah menuju ke luar kota.Di depan kuil kota, Thalia sedang duduk di depan api unggun untuk menghangatkan diri dan juga memikirkan rencana selanjutnya. Dia bisa datang ke Kota Limaran ini karena perintah dari para atasan di Aliran Kegelapan untuk berbaur dengan musuh agar bisa menyusup ke dalam Provinsi Lowala dengan lancar.Para pengikut Aliran Kegelapan akhirnya menyusup ke wilayah Wira bukan hanya karena wilayahnya lebih kecil, tetapi terlebih lagi karena Wira sulit untuk dihadapi dan sangat cerdas. Begitu Wira mengetahui jejak mereka, Wira akan mengikuti jejak itu dan akan membawa masalah besar bagi mereka. Kenyataannya memang seperti itu. Wira baru saja menyelidiki jejak pengikut aliran mereka, tak disangka Wira sudah langsung menemuk
"Kamu benar-benar orang yang licik dan nggak tahu malu!" Bagaimana mungkin Thalia tidak mengerti maksud di balik perkataan Wira. Dia langsung terkejut hingga wajahnya pucat dan segera berteriak. Meskipun dia tinggal di rumah pelacur, dia hanya menjual bakatnya. Dia selalu menjaga kesucian dirinya dan tidak pernah membiarkan pria mana pun menyentuhnya. Namun tak disangka, Wira malah menggunakan hal ini untuk mengancamnya, sungguh sangat keji. Mengapa sebelumnya dia tidak menyadari Wira adalah orang yang begitu keji?"Kamu nggak pantas menjadi penguasa kerajaan! Dasar bajingan berengsek! Bunuh saja aku! Mempermalukan wanita seperti ini, apa kamu masih menganggap dirimu seorang pria sejati? Kalau kabar ini tersebar, nggak baik untuk reputasimu juga, 'kan?" teriak Thalia secara terus-menerus, berusaha sebisa mungkin untuk mengubah pemikiran Wira.Sayangnya, Wira malah tidak menunjukkan ekspresi apa pun dan berkata sambil menyilangkan lengannya, "Menghadapi orang yang berbeda, tentu saja ha