Share

2. Batu Penyucian

Author: Gibran
last update Last Updated: 2025-05-16 07:01:54

Pagi buta Jaka telah bangun dari tidurnya karena mendengar suara langkah kaki dari seseorang. Setelah dia turun dari ranjang kayu, dia melangkah keluar dari gubuk kayu. Ternyata itu adalah suara langkah dari gurunya, Ki Mahameru.

"Kakek Guru, mau kemana pagi buta seperti ini?" tanyanya kemudian.

"Kenapa? Kau mau ikut?" tanya Ki Meru balik. Jaka mengucek matanya lalu menyusul gurunya tersebut menuju ke suatu tempat.

Hawa dingin puncak Semeru menyapa tubuhnya. Namun hal itu sudah terbiasa bagi Jaka yang sejak kecil kecil hidup disana. Ki Meru berhenti melangkah tepat di tebing jurang kawah raksasa.

"Jaka, tempat ini adalah tempat dimana aku mendapatkan kekuatan aneh dari langit. Aku beri nama tempat ini sebagai batu penyucian. Selama hampir 16 tahun kau berada disini, aku belum pernah membawamu kesini bukan?" kata Ki Meru. Jaka mengangguk pelan.

"Nah, di tempat inilah, aku akan mengajarkan Ajian Gledek milikku padamu." kata Ki Meru membuat Jaka berdebar-debar menantikan apa yang akan terjadi.

"Kau duduklah disana menghadap Matahari terbit. Sebelum cahaya emas itu muncul, kau harus sudah dalam kondisi bersemedi." kata Ki Meru.

"Baik Kakek..." sahut Jaka lalu kemudian dia pun mulai memejamkan matanya.

Ki Meru merapal mantra sambil menyatukan telapak tangan di depan dada. Keadaan di langit masih gelap karena Matahari memang belum muncul. Namun tiba-tiba terlihat sesuatu memanjang di langit sana seperti langit yang terbelah!

"Bocah ini...Bagaimana bisa dia dengan cepat mengundang kekuatan aneh itu? Bahkan aku butuh beberapa hari duduk disini sampai kekuatan itu muncul dan memberikan kemampuan inti petir padaku..." batin Ki Meru tidak menyangka.

Dari atas langit yang terbelah itu, terlihat cahaya petir yang menyambar-nyambar diiringi suara bergemuruh dan menggelegar. Puncak gunung semeru menjadi semakin gelap karena awan hitam secara perlahan menyelimuti nya.

Ki Meru semakin cepat membaca mantranya. Sementara Jaka nampak tenang dengan mata terpejam seolah tidak terganggu oleh suara menggelegar tersebut. Hingga akhirnya, dari arah langit menyambar satu petir putih kebiruan kearah pemuda tersebut.

GLEGAR!

Ledakan yang dahsyat memekakkan telinga disusul gelombang dahsyat melanda puncak gunung Semeru. Ki Meru tersurut dua langkah ke belakang sambil menatap tubuh Jaka muridnya. Pakaian pemuda itu hancur terbakar oleh kekuatan petir. Namun tubuhnya tak terluka sama sekali dan terlihat aura petir yang masih tersisa di beberapa bagian tubuh.

"Luar biasa! Dia tak membuka mata sedikit pun setelah menerima kekuatan petir sedahsyat itu! Di masa depan, aku yakin bocah ini akan menjadi pendekar yang lebih kuat dariku..." batin Ki Meru sambil tersenyum kecil.

Disaat dia hendak membangunkan Jaka dari semedinya, tiba-tiba datang lagi satu petir dari arah langit membuatnya mundur dengan cepat.

Blar!

Petir itu menyambar tubuh Jaka untuk kedua kalinya. Ki Meru benar-benar terkejut dibuatnya.

"Dia menerima dua petir sekaligus!? Bocah ini...Apakah dia baik-baik saja?" batin Ki Meru dalam hati mulai merasa khawatir.

Tapi melihat Jaka yang tidak mengalami luka bakar sama sekali membuat pria tua itu merasa sedikit tenang meski tak menutup rasa cemasnya. Biar bagaimana pun, pemuda yang ada di hadapannya sudah dia anggap seperti cucunya sendiri.

"Jaka..."

Sementara itu, di dalam Alam Bawah sadar sang pemuda...

Jaka menatap sekeliling. Yang ada disana hanyalah lautan tanpa ujung. Namun beberapa saat kemudian dia melihat menara tinggi yang muncul dari dalam lautan. Lalu disusul menara lain yang berada di sebelahnya. Tak lama setelah itu, terbentuk satu gerbang hitam raksasa yang berada di tengah-tengah dua menara.

"Apa itu...?" batin Jaka sambil menatap tak berkedip.

"MASUKLAH DAN DAPATKAN KEKUATAN SEJATI DARIKU..."

Terdengar suara menggema di tempat tersebut. Jaka celingukan mencari sumber suara. Namun dia tak menemukan apa pun. Hatinya ragu menuruti apa yang dikatakan oleh sesuatu yang tak terlihat itu. Namun rasa penasarannya terhadap gerbang raksasa itu begitu tinggi membuatnya melangkah tanpa sadar.

Jaka berhenti Sesampainya di depan gerbang yang memiliki tinggi hampir seratus tombak tersebut.

"Gila...gerbang sebesar ini, bagaimana cara aku memasukinya?" gumam sang pemuda.

"MASUK SAJA. GERBANG ITU TIDAK SULIT KAU BUKA JIKA KAU MEMANG JODOH DENGAN KEKUATANKU."

Lagi-lagi terdengar suara seorang pria yang menggema di tempat tersebut.

"Sebenarnya siapa kau!? Kenapa tidak menampakkan dirimu!?" seru Jaka.

"BELUM SAATNYA KAU BERTEMU DENGAN DIRIKU ANAK MUDA. KELAK, KAU AKAN TAHU SENDIRI, SIAPA AKU," kata sosok tak terlihat itu membuat Jaka merasa gregetan.

"Huh, ya sudah kalau tak mau muncul. Aku anggap kau ini hantu." gerutu pemuda itu sambil mendekati gerbang raksasa berwarna hitam tersebut. Dia pun mendorong gerbang itu dengan tangannya. Namun gerbang terserbut tak bergeming sedikit pun.

"BOCAH BODOH! GERBANG ITU MEMILIKI DUA PINTU YANG HARUS KAU GESER KE SAMPING. BUKAN KAU DORONG! SAMPAI KAU MATI PUN DIA TAK AKAN TERBUKA!" terdengar suara lagi yang kali ini dengan nada mengumpat.

Jaka tertegun sejenak lalu dia menepuk jidatnya sendiri.

"Benar juga. Aku yang bodoh...Tapi kau dari awal juga tidak memberitahuku!" ucap Jaka tak mau disalahkan.

"DASAR KERAS KEPALA!" ucap sosok tak terlihat itu kesal.

Jaka tak menghiraukan suara itu lagi. Dia memasukkan kedua tangannya ke tengah gerbang lalu membukanya dengan kekuatan penuh. Akhirnya gerbang tersebut terbuka secara perlahan. Begitu gerbang terbuka, aura petir yang sangat kuat menyambut tubuh Jaka hingga membuat pemuda itu terhuyung.

Untungnya dengan cepat dia berhasil menguasai tubuhnya dan kembali melangkah memasuki gerbang tersebut.

"Tempat apa ini...?" batin pemuda itu.

"INI ADALAH LAUTAN JIWA MILIKMU YANG SESUNGGUHNYA. KAU, AKAN MEWARISI KEKUATAN PETIR DARIKU, JAKA." terdengar lagi suara yang sama namun masih tidak ada wujudnya.

Jaka merasakan aura yang begitu kuat menyelimuti tubuhnya. Aura tersebut membuat dia terbang melayang di udara.

"Tubuhku...serasa sangat ringan..." batin Jaka.

"MULAI SAAT INI, KAU AKAN MEMILIKI KEKUATAN INTI PETIR SAMA SEPERTI GURUMU. DENGAN KEKUATAN INI, AKU HARAP KAU BISA MENEGAKKAN KEADILAN DI DUNIA. INGAT, JANGAN PERNAH MELENCENG DARI JALAN YANG BENAR. KARENA ITU AKAN MENJADI BENCANA BAGI UMAT MANUSIA. PAHAM KAU ANAK MUDA?"

Jaka mengangguk.

"Aku mengerti..." ucapnya kemudian.

"KALAU BEGITU, KEMBALILAH KE DUNIAMU. SEKARANG KAU MEMILIKI KEKUATAN SEJATI YANG TAK DIMILIKI OLEH ORANG LAIN. TAPI JALAN KE DEPAN AKAN MENJADI SANGAT BERAT UNTUKMU. KELAK, SETELAH KAU MEMBUKA JALAN YANG LEBIH BESAR, KAU AKAN TAHU, SIAPA DIRIKU DAN SIAPA DIRIMU YANG SEBENARNYA." kata sosok tak terlihat itu membuat Jaka penasaran.

"Apa maksud ucapannya? Siapa diriku yang sebenarnya? Aku tak mengerti..." batin Jaka.

Tiba-tiba saja dia merasa tubuhnya ditarik keluar dari gerbang raksasa tersebut. Dan saat itu juga matanya terbuka.

Jaka menutup mengangkat tangannya untuk menutupi matanya yang silau oleh cahaya matahari pagi.

"Matahari...?" batinnya setelah sadar kembali ke dunia nyata. ***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Sang Batara   170. Mahkota Dewa

    Kalan Jaya dan Kalan Taka terkejut mendengar ucapan Jaka Geni. Mereka tak pernah berpikir jauh tentang Mahkota milik Raja Jagat Lelembut. "Kami baru sadar kali ini, mahkota itu memakan usia Raja bukan karena kekuatan Raja yang memakan usianya sendiri." ucap Kalan Taka. "Benar, pantas saja setelah Raja tidak lagi memakai Mahkota itu, Raja menjadi sehat kembali." timpal Kalan. Jaka Geni menepuk jidatnya. "Kalian ini bisa berpikir tidak si?" tanya Jaka bingung dengan pemikiran dua makhluk itu. "Jaka Geni, kau sungguh cerdas! Jika tak ada dirimu kami mana tahu sebab dari penyakit Raja kami!" puji Kalan Jaya. "Benar! Kau telah membuat tugas kami selesai dengan mudah setelah ratusan tahun! Hahaha" ucap Kalan Taka di susul tawanya yang menggelegar. Pendekar Tangan Gledek hanya melongo melihat kebodohan dua makhluk itu. "Apakah kalian tahu nama mahkota itu dan asal usulnya. Aku bisa mendengarnya dengan sabar." u

  • Perjalanan Sang Batara   169. Rahasia Tabib Dewa

    "Ada apa?" tanya Jaka Geni melihat dua makhluk itu melotot ke arahnya. "Apa hubunganmu dengan Tabib Dewa!?" tanya Kalan Jaya dengan nada menyelidik. Jaka Geni menatap dua makhluk itu silih berganti. "Aku hanya mencarinya untuk meminta tolong. Salah satu temanku terkena ajian Gondol Mayit milik Topeng Mas. Itu yang membuat aku membunuhnya karena dia melakukan tindakan buruk kepada wanitaku!" ucap Jaka membuat dua Kalan itu saling tatap. "Topeng Mas memang anak iblis dari Padepokan Gaib Pantai Selatan. Meski aku tidak menyalahkannya melakukan hal itu kepada wanita, tapi kami sekarang memaklumi dirimu yang telah membunuhnya. Kau adalah pria sejati. Berani bertaruh nyawa melawan orang sepertinya!" ucap Kalan Taka. "Apakah kalian mengenal dia? Sepertinya kalian tidak merasa asing dengan Topeng Mas." kata Jaka. "Di dunia gaib, siapa yang tidak kenal makhluk seperti dirinya. Dia sudah menjelma menjadi setengah manusia setengah dem

  • Perjalanan Sang Batara   168. Bertarung

    Kalan Jaya mengepalkan tinjunya. Dia tak habis pikir bagaimana bisa Kalan Jaya melindungi Jaka Geni yang seharusnya sudah mati di tangan nya. Kalan Taka tertawa keras melihat amarah kawannya itu. "Kau mau marah kepadaku? Aku tertarik pada bocah ini. Dia bisa menggunakan kekuatan Indra. Dan aku melihat ada kekuatan Brama dan juga Agni. Sungguh luar biasa. Sangat jarang bukan kita menemukan orang seunik dirinya. Aku ingin menanyakan beberapa hal kepadanya. Kalau kau membunuhnya, itu akan membuat rencana ku gagal." ucap Kalan Taka lalu tertawa melihat wajah Kalan Jaya yang serba salah. "Puih! Sialan! Gara-gara dia dua jariku patah! Lihatlah!" kata Kalan Jaya sambil menunjukan jarinya yang melesak ke dalam. Tulangnya yang sekeras besi bisa dipatahkan oleh Pendekar Tangan Gledek! Kalan Taka melotot sejenak lalu tertawa terkekeh-kekeh. "Hebat! Baru sekali ini ada manusia bisa melukai seorang siluman sehebat dirimu! Apakah kau tidak penasar

  • Perjalanan Sang Batara   167. Tak Berdaya

    Mata Kalan Jaya terbelalak melihat Jaka Geni yang masih berdiri tegak dengan aura petir menyelimuti tubuhnya. Dia mengucek matanya yang merah membara beberapa kali. "Tidak bisa di percaya! Kau masih hidup setelah di sambar gledek!?" seru Kalan Jaya dengan wajah tidak percaya dengan apa yang di lihatnya. Kalan Taka seketika berdiri dan menatap takjub pada pemuda yang masih berdiri tegak itu. "Pemuda hebat! Ini hal yang sangat langka!" ucapnya sambil mengelus jenggotnya. Seruling di tangan Jaka bergetar. Dengan gerak cepat Jaka meniup sepuluh kali tiupan. Makhluk merah berkepala botak itu terkejut. Meski hampir tidak terasa gelombang serangan dari seruling itu, namun Kalan Jaya bisa merasakan aura bahaya yang mengincar tubuhnya. Dengan gerakan sangat cepat dia berkelit ke sana kemari menghindari serangan gelombang sakti yang tak terlihat. Di luar dugaan Kalan Jaya, Jaka Geni justru memanfaatkan kesibukan dirinya untuk menyerang dengan ajian Gledek Sambar Nyawa! Kecepatan Jaka ham

  • Perjalanan Sang Batara   166. Melawan Kalan Jaya

    Mendapat dua serangan sekaligus membuat Jaka Geni tak ingin ambil resiko. Dia melompat di udara dan jungkir balik ke belakang. Dua tinju itu pun hanya menemui tempat kosong. Namun meski menemui tempat kosong, aura dari tinju yang masih berjarak beberapa jengkal saja itu menyeruak membuat batu-batu kecil berserakan. Itu pertanda pukulan dua orang itu sangat kuat. Jelas-jelas mereka berdua hanya menggunakan tenaga luar saja. "Aku mendapat lawan yang paling gila dalam hidupku!" batin Jaka. "Taka, biar aku yang urus orang ini! Kamu duduk saja!" ucap Kalan Jaya. Si botak Kalan Jaya menyerang dengan ganas. Sementara kawannya Kalan Taka duduk menonton pertarungan kawannya melawan Jaka Geni. Bagi Jaka itu suatu keberuntungan tak terduga. Karena jika mereka melawan bersamaan dia akan sangat kesulitan. Untungnya si botak ini terlalu sombong dan meremehkan lawan. Pertarungan pun terjadi antara Jaka Geni dan Kalan Jaya. Setiap pu

  • Perjalanan Sang Batara   165. Dua Penjaga Lembah Gerhana

    "Apakah tidak ada cara selain melewati dua makhluk itu Rara Wilis? Mungkin saat siang hari mereka tak akan muncul?" tanya Jaka Geni kepada ular hijau itu. Rara Wilis mendesis sesaat. Tubuhnya menatap tegak ke arah lembah. "Tidak ada jalan lain, meski siang hari, yang akan kau temui tetaplah dua makhluk itu. Mereka akan berubah menjadi manusia saat siang hari." ucap Rara Wilis. "Bisa jadi manusia di siang hari!?" tanya Jaka tak percaya. Ular hijau kembali mendesis dan menjulurkan lidahnya beberapa kali. "Sepertinya mereka berdua adalah sesembahan para penghuni Perkumpulan Gerhana Bulan. Itu sebabnya mereka mau menjaga satu-satunya pintu masuk lembah ini. Lihatlah pura di beberapa tempat itu. Dia adalah tolak bala. Jadi, dari manapun kamu masuk, maka dua penjaga itu akan menyadari nya. Karena perbatasan yang mereka buat akan terasa saat makhluk lain masuk kawasan itu." terang Rara Wilis. Jaka menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Bisa gila aku ini... Apa benar tidak ada ca

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status