Pagi buta Jaka telah bangun dari tidurnya karena mendengar suara langkah kaki dari seseorang. Setelah dia turun dari ranjang kayu, dia melangkah keluar dari gubuk kayu. Ternyata itu adalah suara langkah dari gurunya, Ki Mahameru.
"Kakek Guru, mau kemana pagi buta seperti ini?" tanyanya kemudian. "Kenapa? Kau mau ikut?" tanya Ki Meru balik. Jaka mengucek matanya lalu menyusul gurunya tersebut menuju ke suatu tempat. Hawa dingin puncak Semeru menyapa tubuhnya. Namun hal itu sudah terbiasa bagi Jaka yang sejak kecil kecil hidup disana. Ki Meru berhenti melangkah tepat di tebing jurang kawah raksasa. "Jaka, tempat ini adalah tempat dimana aku mendapatkan kekuatan aneh dari langit. Aku beri nama tempat ini sebagai batu penyucian. Selama hampir 16 tahun kau berada disini, aku belum pernah membawamu kesini bukan?" kata Ki Meru. Jaka mengangguk pelan. "Nah, di tempat inilah, aku akan mengajarkan Ajian Gledek milikku padamu." kata Ki Meru membuat Jaka berdebar-debar menantikan apa yang akan terjadi. "Kau duduklah disana menghadap Matahari terbit. Sebelum cahaya emas itu muncul, kau harus sudah dalam kondisi bersemedi." kata Ki Meru. "Baik Kakek..." sahut Jaka lalu kemudian dia pun mulai memejamkan matanya. Ki Meru merapal mantra sambil menyatukan telapak tangan di depan dada. Keadaan di langit masih gelap karena Matahari memang belum muncul. Namun tiba-tiba terlihat sesuatu memanjang di langit sana seperti langit yang terbelah! "Bocah ini...Bagaimana bisa dia dengan cepat mengundang kekuatan aneh itu? Bahkan aku butuh beberapa hari duduk disini sampai kekuatan itu muncul dan memberikan kemampuan inti petir padaku..." batin Ki Meru tidak menyangka. Dari atas langit yang terbelah itu, terlihat cahaya petir yang menyambar-nyambar diiringi suara bergemuruh dan menggelegar. Puncak gunung semeru menjadi semakin gelap karena awan hitam secara perlahan menyelimuti nya. Ki Meru semakin cepat membaca mantranya. Sementara Jaka nampak tenang dengan mata terpejam seolah tidak terganggu oleh suara menggelegar tersebut. Hingga akhirnya, dari arah langit menyambar satu petir putih kebiruan kearah pemuda tersebut. GLEGAR! Ledakan yang dahsyat memekakkan telinga disusul gelombang dahsyat melanda puncak gunung Semeru. Ki Meru tersurut dua langkah ke belakang sambil menatap tubuh Jaka muridnya. Pakaian pemuda itu hancur terbakar oleh kekuatan petir. Namun tubuhnya tak terluka sama sekali dan terlihat aura petir yang masih tersisa di beberapa bagian tubuh. "Luar biasa! Dia tak membuka mata sedikit pun setelah menerima kekuatan petir sedahsyat itu! Di masa depan, aku yakin bocah ini akan menjadi pendekar yang lebih kuat dariku..." batin Ki Meru sambil tersenyum kecil. Disaat dia hendak membangunkan Jaka dari semedinya, tiba-tiba datang lagi satu petir dari arah langit membuatnya mundur dengan cepat. Blar! Petir itu menyambar tubuh Jaka untuk kedua kalinya. Ki Meru benar-benar terkejut dibuatnya. "Dia menerima dua petir sekaligus!? Bocah ini...Apakah dia baik-baik saja?" batin Ki Meru dalam hati mulai merasa khawatir. Tapi melihat Jaka yang tidak mengalami luka bakar sama sekali membuat pria tua itu merasa sedikit tenang meski tak menutup rasa cemasnya. Biar bagaimana pun, pemuda yang ada di hadapannya sudah dia anggap seperti cucunya sendiri. "Jaka..." Sementara itu, di dalam Alam Bawah sadar sang pemuda... Jaka menatap sekeliling. Yang ada disana hanyalah lautan tanpa ujung. Namun beberapa saat kemudian dia melihat menara tinggi yang muncul dari dalam lautan. Lalu disusul menara lain yang berada di sebelahnya. Tak lama setelah itu, terbentuk satu gerbang hitam raksasa yang berada di tengah-tengah dua menara. "Apa itu...?" batin Jaka sambil menatap tak berkedip. "MASUKLAH DAN DAPATKAN KEKUATAN SEJATI DARIKU..." Terdengar suara menggema di tempat tersebut. Jaka celingukan mencari sumber suara. Namun dia tak menemukan apa pun. Hatinya ragu menuruti apa yang dikatakan oleh sesuatu yang tak terlihat itu. Namun rasa penasarannya terhadap gerbang raksasa itu begitu tinggi membuatnya melangkah tanpa sadar. Jaka berhenti Sesampainya di depan gerbang yang memiliki tinggi hampir seratus tombak tersebut. "Gila...gerbang sebesar ini, bagaimana cara aku memasukinya?" gumam sang pemuda. "MASUK SAJA. GERBANG ITU TIDAK SULIT KAU BUKA JIKA KAU MEMANG JODOH DENGAN KEKUATANKU." Lagi-lagi terdengar suara seorang pria yang menggema di tempat tersebut. "Sebenarnya siapa kau!? Kenapa tidak menampakkan dirimu!?" seru Jaka. "BELUM SAATNYA KAU BERTEMU DENGAN DIRIKU ANAK MUDA. KELAK, KAU AKAN TAHU SENDIRI, SIAPA AKU," kata sosok tak terlihat itu membuat Jaka merasa gregetan. "Huh, ya sudah kalau tak mau muncul. Aku anggap kau ini hantu." gerutu pemuda itu sambil mendekati gerbang raksasa berwarna hitam tersebut. Dia pun mendorong gerbang itu dengan tangannya. Namun gerbang terserbut tak bergeming sedikit pun. "BOCAH BODOH! GERBANG ITU MEMILIKI DUA PINTU YANG HARUS KAU GESER KE SAMPING. BUKAN KAU DORONG! SAMPAI KAU MATI PUN DIA TAK AKAN TERBUKA!" terdengar suara lagi yang kali ini dengan nada mengumpat. Jaka tertegun sejenak lalu dia menepuk jidatnya sendiri. "Benar juga. Aku yang bodoh...Tapi kau dari awal juga tidak memberitahuku!" ucap Jaka tak mau disalahkan. "DASAR KERAS KEPALA!" ucap sosok tak terlihat itu kesal. Jaka tak menghiraukan suara itu lagi. Dia memasukkan kedua tangannya ke tengah gerbang lalu membukanya dengan kekuatan penuh. Akhirnya gerbang tersebut terbuka secara perlahan. Begitu gerbang terbuka, aura petir yang sangat kuat menyambut tubuh Jaka hingga membuat pemuda itu terhuyung. Untungnya dengan cepat dia berhasil menguasai tubuhnya dan kembali melangkah memasuki gerbang tersebut. "Tempat apa ini...?" batin pemuda itu. "INI ADALAH LAUTAN JIWA MILIKMU YANG SESUNGGUHNYA. KAU, AKAN MEWARISI KEKUATAN PETIR DARIKU, JAKA." terdengar lagi suara yang sama namun masih tidak ada wujudnya. Jaka merasakan aura yang begitu kuat menyelimuti tubuhnya. Aura tersebut membuat dia terbang melayang di udara. "Tubuhku...serasa sangat ringan..." batin Jaka. "MULAI SAAT INI, KAU AKAN MEMILIKI KEKUATAN INTI PETIR SAMA SEPERTI GURUMU. DENGAN KEKUATAN INI, AKU HARAP KAU BISA MENEGAKKAN KEADILAN DI DUNIA. INGAT, JANGAN PERNAH MELENCENG DARI JALAN YANG BENAR. KARENA ITU AKAN MENJADI BENCANA BAGI UMAT MANUSIA. PAHAM KAU ANAK MUDA?" Jaka mengangguk. "Aku mengerti..." ucapnya kemudian. "KALAU BEGITU, KEMBALILAH KE DUNIAMU. SEKARANG KAU MEMILIKI KEKUATAN SEJATI YANG TAK DIMILIKI OLEH ORANG LAIN. TAPI JALAN KE DEPAN AKAN MENJADI SANGAT BERAT UNTUKMU. KELAK, SETELAH KAU MEMBUKA JALAN YANG LEBIH BESAR, KAU AKAN TAHU, SIAPA DIRIKU DAN SIAPA DIRIMU YANG SEBENARNYA." kata sosok tak terlihat itu membuat Jaka penasaran. "Apa maksud ucapannya? Siapa diriku yang sebenarnya? Aku tak mengerti..." batin Jaka. Tiba-tiba saja dia merasa tubuhnya ditarik keluar dari gerbang raksasa tersebut. Dan saat itu juga matanya terbuka. Jaka menutup mengangkat tangannya untuk menutupi matanya yang silau oleh cahaya matahari pagi. "Matahari...?" batinnya setelah sadar kembali ke dunia nyata. ***Rombongan berkuda itu berhenti tak jauh dari Gerbang Timur yang telah di kuasai oleh Panglima Karna. Mereka melihat perkemahan yang di didirikan oleh prajurit pemberontak. Ke enam orang itu turun dari atas kudanya. "Gerbang utama telah di kuasai. Kita harus lewat mana Laras?" tanya Nyai Sari dengan suara berbisik. "Kita pantau lebih dulu. Hei prajurit, sini." panggil Nyai Laras kepada dua prajurit yang bersama mereka sejak turun gunung Sumbing. Kedua prajurit itu mendekat. "Ada apa nyai?" tanya salah satunya. "Apakah kalian berani berjalan ke gerbang yang lain? Jika ada gerbang yang masih dikuasai Kerajaan, kalian datang kesini dan kabari kami. Kami akan menunggu disini. Kalau bergerak ramai-ramai bisa terlihat." ucap Nyai Laras kepada dua prajurit itu. Sesaat dua lelaki itu saling tetap. "Baiklah, aku akan ke sebelah selatan dan temanku ke sebelah utara. Secepatnya kami akan lapor kesini jika masih ada gerba
Pertarungan masih terjadi antara Iblis Cantik dan Raden Mandala. Beberapa kali serangan Iblis Cantik mendarat di tubuh pemuda berkumis tipis mengenakan blangkon itu. Sedangkan Gondo Sula malah sudah mendapat korban untuk pedang Barong Ireng miliknya. Dua orang meregang nyawa dalam keadaan terputus kepalanya. Tak bisa mendesak lawan sedikitpun membuat Raden Mandala sangat marah. Dia menyerang membabi buta dengan liar. Justru kali ini dia membuat kesalahan dengan kurangnya perhitungan. Saat tubuhnya melesat dan menebas ke arah Iblis Cantik, dengan tenang wanita itu putar tubuhnya menghindari serangan Kuku Pancanaka itu. Dan dengan mudah menyarangkan pukulan dengan tenaga dalam tinggi ke punggung sang Raden. Terkena pukulan kuat membuat tubuh Raden Mandala terdorong ke arah Gondo Sula. Dengan sekali tebas, kepala Raden Mandala terlepas dari tubuhnya. Pedang Barong Ireng berlumuran darah. Melihat tuannya tewas, membuat Arya Loka berang. Denga
Kita kembali ke waktu Raden Mandala si tugaskan untuk meminta keris Batu Raden milik Pangeran Slamet yang di bawa Sekar Wangi atau Iblis Cantik. Setelah meninggalkan istana Sigaluh, Raden Mandala bersama sepuluh pendekar pilihan bergerak cepat menggunakan kuda menuju kawasan hutan Larangan. Menurut kabar mata-mata, Iblis Cantik terakhir kali terlihat berada di sekitar hutan dimana Begal Edan menghadang Jaka Geni, Ratu Ambarwati dan Putri Maharani. Di hutan itu pula Ratu Ambarwati di sekap dalam goa oleh Topeng Mas. Setelah perjalanan satu hari penuh Raden Mandala berhenti di sebuah kedai kecil di pinggiran kampung untuk beristirahat. Dia turun dari kudanya lalu berjalan masuk ke dalam kedai di ikuti para pendekar. Dua pendekar berjaga di pintu kedai, sedangkan dua lagi berkeliling sekitar kedai untuk memastikan keamanan daerah tersebut. Enam Pendekar lainnya masuk ke dalam kedai kecil. Melihat orang berpakaian mewah, pemilik kedai da
Serangan Bayan Taka sangat cepat saat tepat dihadapan Jaka Geni. Tebasan pedangnya penuh dengan tenaga dalam. Itu menunjukan betapa murkanya Bayan Taka terhadap Jaka Geni. Namun Jaka Geni dengan mudah mampu menangkis semua serangan. Bahkan sesekali kakinya mengait kaki orang tersebut hingga beberapa kali Bayan Taka terjatuh. Semakin dia marah dan lepas kendali, semakin mudah Jaka mempermainkan orang tua itu. Gerakan Bayan Taka semakin liar dan tidak beraturan. Dia benar-benar kehilangan kendali karena amarah. Jaka tak ingin membuang waktu terlalu lama. Setelah di rasa puas mempermainkan orang tua tersebut, dengan satu tebasan kuat, pedang Guntur Saketi telah membelah leher Bayan Taka dengan sangat cepat. Bahkan Bayan Taka tak sempat menangkis. Orang tua yang dulunya adalah orang kepercayaan Raja itu terkapar bersimbah darah. Menambah genangan darah yang sudah berceceran dimana-mana. Bayan Taka pun tewas di tangan Jaka Geni. Para prajurit
Jaka Geni berkelit dengan berguling kesamping kiri saat tendangan Bayan Taka menerjang kearahnya. Melihat tendangan nya mengenai tempat kosong, tubuh Bayan Taka berputar di udara satu kali, dan tangannya melepas pukulan tangan kosong ke arah Jaka Geni. Gelombang kekuatan melabrak tubuh Sang Pendekar dengan keras. Jaka Geni terpental cukup jauh hingga tubuhnya berguling beberapa kali di lantai batu. Dengan sedikit mengalirkan tenaga dalam Agni Maya, Jaka Geni bangkit berdiri. Namun tubuhnya oleng dan sempoyongan. Bayan Taka yang melihat Jaka lengah, segera berteriak menyuruh pasukan pemanah untuk memanahnya! Kali ini para prajurit kerajaan tidak sempat melindungi Jaka Geni karena mereka juga tengah disibukkan peperangan. Hanya para pemanah yang mencoba memanah para pemanah lawan hingga beberapa terbunuh. Namun, tetap saja masih adab ratusan pemanah yang telah siap memanah Jaka Geni yang masih sedikit sempoyongan. Ratusan pan
Sentana bersama Bayan Taka Penghianat Sigaluh memimpin serangan ke Gerbang Barat dimana yang berjaga di sana adalah Jaka Geni bersama dua ratus pasukan saja. Pasukan yang dibawa Sentana dan Bayan Taka hampir mencapai tiga ribu pasukan. Lini bagian sini lebih banyak dari pada yang lain. Karena seperti yang di duga Patih Sela Amarta, musuh akan menyerang dengan pasukan terbanyak di gerbang Barat karena sedikit penjaga di sana. Itu sebabnya di gerbang Utara pasukan berkuda kerajaan Sigaluh mencapai ribuan agar cepat mengalahkan musuh dan bergabung ke barat bersama Jaka Geni. Melihat lawan langsung menyerbu dengan tangga lalu menaikinya, Jaka Geni tak mau berlama-lama basa basi. Langsung saja dia kerahkan Ajian Gledek Membelah Langit bersama dua ajian Gledek lainnya. Yakni Gledek Sambar Nyawa dan Gledek Mengguncang Bumi. Para prajurit musuh yang tengah merangkak naik ke tembok seketika berhenti sesaat setelah melihat langit yang