Share

1991

Author: Yumeswari
last update Last Updated: 2024-06-04 18:15:45

Diara segera mematikan telepon. Berlari masuk ke dalam apartemennya. Pergi ke kamarnya. Di ikuti oleh Hara.

"Jadi—itu tadi bukan mimpi?" gumamnya, sembari menatap TV-nya, yang masih menyala. Sedang memutar iklan.

Hara yang berdiri di depan pintu, sambil berkacak pinggang—mulai kesal. Mengernyitkan dahi 

"Bisa kau jelaskan? Ada apa denganmu?" 

Diara menatap Hara dengan sorot mata bingung.

"Kau tak akan percaya, jika aku bercerita."

"Dan, aku tak akan pernah tahu—aku percaya atau tidak. Jika, tak kau ceritakan."

"Mari kita duduk dulu," ajak Hara.

Keduanya pun duduk di sofa, di ruang tengah. Saling berdampingan. Diara segera menceritakan, apa yang di alami barusan. Hara tertegun. Dengan desahan panjang. Diara meliriknya.

"Lihat, kan? Kau tidak akan percaya."

"Mmm.. Well, Mmm.. Memang, sulit untuk di percaya." Hara mengatakan itu, sembari berpikir. "Jadi, Randy yang akan di bunuh? Karena itu, kau meneleponnya tadi."

Diara mengangguk. Sambil mendesah singkat. Menundukkan kepala. Hara bergeser mendekat padanya. Melingkarkan tangan pada bahu Diara.

"Aku rasa.. kita sudah tidak dalam hubungan, di mana kau bisa menyentuhku seperti ini." Diara melirik Hara dengan sinis.

Hara bergeser menjauh. Menarik tangannya.

"Setidaknya.. kau masih istriku," gumamnya.

"Ya. Memang, aku masih istrimu. Lalu, mau kau apakan kekasih tercintamu itu?"

Hara memejamkan mata kesal. Duduk menyamping, agar menghadap Diara.

"Kebetulan, kau sudah tidak emosi lagi. Aku akan menceritakan semuanya padamu."

"Cerita tentang malam pertamamu dengannya? Oh, maaf—aku tidak tertarik."

"Tidak. Tentang—bagaimana aku bisa ada di apartemen Mila."

"Kau datang dengan sukarela pastinya."

Tarikan napas panjang dari Hara, memulai ceritanya.

MALAM SEBELUM KEJADIAN

Mila tengah mondar-mandir, di depan gedung apartemennya. Sembari menggigit kuku jari. Dengan ponsel, di genggam tangan kiri.

Tak lama kemudian, deru motor Hara terdengar mendekat. Mila mengembangkan senyum. Melihat Hara berhenti di depannya. Menurunkan standar motor. Dan, melepas helm-nya.

"Kenapa kau tunggu di sini?" tanya Hara.

"Aku takut. Di dalam gelap."

Hara mendesah singkat. "Ayo cepat masuk. Aku ada janji dengan Diara."

Mila mengangguk. Dan, berbalik badan.

Sebelumnya—Mila telah menelepon Hara. Meminta tolong pada Hara, karena lampu di kamarnya mati.

"Apartemen mu sangat mewah. Apa di sini tidak ada petugas? Kau bisa minta tolong pada mereka," kata Hara, sambil mengganti bohlam.

"Oh.. Mmm.. Tapi, aku tidak bisa membiarkan laki-laki masuk ke dalam kamarku."

Hara mendengus. Turun dari kursi kecil. Berputar. Menghadap Mila, sembari berkacak pinggang.

"Kau pikir aku perempuan?" tanya Hara. Alis kirinya naik.

Mila meringis. "Maksudku—laki-laki yang tidak aku kenal."

"Kau, kan punya kakak? Kenapa tak meneleponnya?"

"Ah, Kakakku sibuk. Dia jarang mengangkat teleponku."

Hara mengangguk paham.

"Aku sudah mengganti bohlam-nya. Coba kau nyalakan."

Giliran Mila yang mengangguk. Menekan saklar di tembok sebelah kanannya. Tersenyum, saat melihat kamarnya kembali cerah.

"Sudah, kan? Aku pergi dulu."

Hara keluar dari kamar. Berjalan menuju pintu.

"Hara.. duduk sebentar."

"Huh? Ada apa? Diara sudah menungguku."

"Minum dulu. Aku buatkan sirup."

"Oh, tidak usah."

"Aku yang keberatan. Kau.. sudah membantuku. Setidaknya, aku harus membalas mu."

Hara mengerucutkan bibir. Berpikir sejenak.

"Beri es yang banyak. Aku sangat haus."

Mila tersenyum lebar. Mengangguk. Dan, segera membuat sirup untuk Hara. Sementara, Hara duduk di sofa. Sembari mengedarkan pandangan.

"Kau tidak takut tinggal sendiri?" tanya Hara.

"Kau sendiri? Bukannya, kau dan Diara juga tinggal sendiri?"

"Ah, kalau kami sudah terbiasa."

"Ah, begitu."

Mila memperhatikan Hara. Dan, dengan hati-hati, ia memasukkan bubuk putih, yang sebelumnya terbungkus oleh kertas. Mengaduk minuman Hara. Kemudian, membawanya ke Hara.

"Berapa sewa apartemen ini? Pasti mahal?"

"Aku tidak menyewanya. Hehe."

Mila meletakkan gelas bening, di meja depan Hara.

"Kau membelinya?" Hara terbelalak.

"Iya."

"Wah, kau cukup kaya juga. Lantas, kenapa kau ikut di kelompok teater kita? Kau bisa saja, ikut kelompok lain yang lebih bergengsi."

"Aku suka saja dengan kelompok kita. Terutama, ada kau."

Hara melirik Mila, dengan kerutan di dahi.

"Kau merayuku sekarang?"

"Kenapa? Kau ingin di rayu?"

"Tidak. Aku hanya cinta dengan Diara."

Mila tersenyum kecut. "Tentu saja. Aku tahu. Cepat minum."

Hara segera meneguk sirup merah itu sampai habis. Lalu, mengusap bibirnya.

"Ah, segar sekali. Terima kasih, Mila. Aku pergi dulu."

"Oh, baiklah."

Hara kemudian berdiri. Melangkah dua kali, lantas berhenti. Memejamkan mata, sembari dahinya berkerut.

"Ada apa ini?" desisnya.

"Kenapa?"

"Entahlah. Kepalaku tiba-tiba pusing."

"Oh, lebih baik kau duduk lagi."

Hara mendorong udara keluar dari mulut. Kembali duduk.

"Istirahat sebentar. Aku akan telepon Diara."

"Tidak usah. Nanti, dia akan salah paham."

"Ah, begitu." Mila menyeringai.

**

"Lalu, apa aku harus percaya begitu saja? Kau sudah banyak membohongiku, Hara."

"Aku tahu, Sayang-"

"Jangan panggil aku dengan sebutan itu."

"Baik, Maaf. Aku tahu, Diara. Kau tidak akan percaya dengan mudahnya. Tapi, sungguh itu yang terjadi."

"Lantas, Mila berbohong?"

"Ya. Aku yakin, dia sengaja memanggilku ke apartemennya. Dan, menaruh sesuatu pada minuman, hingga aku tak sadarkan diri."

"Oke. Katakan begitu. Tapi—bagaimana dengan janin yang di kandungnya? Alat itu menunjukkan 2 garis. Sebuah janin tak akan terbentuk, hanya dalam satu malam, Hara. Itu butuh proses yang panjang! Yang berarti—kau tidak hanya sekali tidur dengannya."

"Aku bersumpah demi diriku sendiri, Diara. Itu bukan anakku. Kau tahu aku, kan? Huh? Bahkan, kita saja belum pernah tidur bersama. Aku sangat menjaga kesucian mu. Lantas, untuk apa aku merenggut milik Mila? Sedikit pun, aku tidak tertarik dengannya."

Diara diam untuk sejenak. "Biarkan aku berpikir. Sekarang, kau pulang saja."

"Tidak. Aku akan menginap di sini. Lagi pula, kau sudah menjadi istriku. Kalau perlu, kita ke kantor agama sekarang."

Diara mendengus. "Kau pikir semudah itu? Aku belum percaya padamu sepenuhnya, Hara! AKU BUTUH WAKTU!" pekik Diara, di kalimat terakhir.

Membuat Hara mendesah pasrah. "Baiklah, aku pergi. Asalkan, kau jangan menghilang lagi seperti itu."

"Tinggalkan aku sendiri." Diara menundukkan kepala. Dengan jemari berada di pelipis kanan dan kiri.

Tak memiliki pilihan lain, Hara pun berjalan keluar.

Setelahnya, Diara kembali ke kamar. Kembali memandangi TV.

"Bagaimana, aku bisa kembali ke tempat itu?" gumamnya. Sembari memandang TV, yang masih menyala.

Ia mengingat momen itu. Di mana, ia tiba-tiba masuk ke dalam dimensi lain. Di detik selanjutnya, Diara melebarkan mata. Menjentikkan jari.

"Film itu.."

Diara pun segera mengganti-ganti chanel. Mencari film komedi, yang menjadi jalan untuk masuk ke dimensi lain. Namun sayang, tidak ada film itu.

"Apa mungkin, bisa dari ponsel?"

Diara segera masuk ke situs video—di mana ribuan video tersaji dalam situs itu. Mengetik judul film, di kolom pencarian. Dan, memutarnya. Kemudian, meletakkan ponsel di atas ranjang. Dan, menunggu. Bola matanya berputar perlahan. Tidak ada yang terjadi. Desahan kesal pun terdengar darinya.

"Sial sekali."

Tak lama kemudian, iklan tentang film komedi, yang di putar semalam pun muncul. Karena, memang ini sudah masuk dalam musim liburan. Film komedi itu wajib di putar di TV. Pun, orang-orang tidak pernah bosan melihatnya.

Diara terbelalak. Menengok. Lampu kembali berkedip. Tubuh Diara kembali menjadi serpihan. Ia mendesis kesakitan.

"Sial! Kali ini sakit sekali!"

Dalam waktu 3 detik—Diara sudah menghilang.

**

Diara muncul di jalanan yang sepi. Kali ini, sore hari. Diara mengedarkan pandangan, setidaknya sebelum seseorang tiba-tiba menggandeng tangannya. Mengajaknya berlari. 

Diara terkejut. Namun, tak dapat berontak.

"Hei! Siapa kau? Lepaskan aku!"

"Lantas, kau ingin tertangkap?"

Laki-laki berkemeja kotak-kotak, berwarna abu pekat dan abu muda, agak kebesaran itu menengok sejenak. Sembari tersenyum. Menunjukkan lesung pipinya. Diara mengernyitkan dahi.

"Randy?"

"Percepat lari mu! Kita akan tertangkap!"

"HOI, KALIAN! BERHENTI!"

Diara menengok ke belakang. Melihat dua laki-laki, yang memakai polo t-shirt walrus dominan putih, mengejar mereka.

"Sial!"

Diara mempercepat larinya. Mereka berbelok ke kanan kemudian. Lalu, masuk ke dalam gang sempit. Saling berhadapan. Sementara, dua laki-laki, yang mengejar mereka, terus berlari.

Diara dan Randy terengah-engah. Mengatur napas.

"Oke, bisa kau jelaskan? Kenapa mereka mengejar kita?"

Randy mendengus. Tatanan rambutnya, berbeda dengan Randy di tahun 2024. Jika Randy masa depan memiliki gaya rambut panjang di bagian tengah, dan sisir ke belakang. Sementara, sisi kanan-kiri nya sangat tipis. Hampir botak. Sedangkan, Randy masa lalu—memiliki rambut belah tengah, yang bagian atas panjang. Dan, pendek di bagian bawah.

"Kau ini kenapa? Kau lupa? Tadi, kita masuk ke bioskop tanpa membeli tiket?"

"Hah? Kenapa? Di sini.. kau juga tidak punya uang?"

"Uang? Haha. Kau ingin membeli tiket? Dan, menonton film seperti orang lain?"

"Bukannya, memang begitu caranya?"

Randy tersenyum bingung. "Kau ini kenapa? Kita memang, sudah biasa melakukan itu. Masuk ke dalam gedung bioskop tanpa membeli tiket."

"Caranya?"

"Yah.. kau tahu, kan? Mengendap-endap dari belakang gedung."

"Aneh sekali."

"Haha. Kau yang aneh, sayang."

"Tu-tunggu. Apa? Sayang?!" Diara memukul kepala Randy.

"Randy! Kau sudah gila?!"

"Hei, ngomong-ngomong.. siapa Randy? Tadi, kau juga menyebutkan nama itu? Kau selingkuh dengan laki-laki bernama Randy itu?!"

Diara diam sejenak.

"Jadi.. maksudnya di tahun ini—aku adalah kekasihmu?"

"Di tahun ini? Oh, ayolah. Ada apa denganmu?!"

"Emm.. Tunggu. Siapa namamu?"

Randy kembali mendengus. "Sayang.."

"Cepat katakan saja!"

"Tomi!"

"Tahun berapa sekarang?"

"1991."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Keajaiban

    Diara melebarkan mata. Tersenyum gembira."Kita sahabat?""Heh? Kau, sudah tak ingin berteman denganku? Wah.. keterlaluan sekali. Mentang-mentang, kau baru saja memenangkan penghargaan Sutradara terbaik, kau jadi melupakanku."Diara memeluk Selly erat-erat."Mana mungkin, aku bisa melupakanmu. Susah dan senang, kita selalu bersama.""Well, benar juga. Aku bisa sampai di titik ini, juga karena dirimu dan teatermu."Diara melepaskan pelukan."Lalu, ada urusan apa kau kemari? Juga, Darel.. kenapa kau di sini?""Aku ada rapat pembacaan naskah. Tapi, Diara.. kenapa kau bisa kenal dengan kekasihku?""Kekasihmu? Kalian.. berpacaran? Bagaimana bisa? Seharusnya, aku yang mempertemukan kalian. Wah, kalau memang sudah takdirnya, jodoh pun tak dapat di rubah.""Kau ini bicara apa?""Sayang.. kau kenal Diara?" lanjut Selly."Tidak. Apa.. kita pernah bertemu sebelumnya? Aku lihat-lihat, wajahmu juga tidak asing bagiku.""Hehe. Mungkin, kau tidak kenal denganku. Tapi.. aku sangat mengenalmu. Terutam

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Masa Depan Yang Berubah

    1983 "Dian! Cepat!" Dian yang sedikit ragu, akhirnya berlari ke arah Sonia. Di saat yang sama, Tomi mendobrak pintu. Dan, mengacungkan senjata."BERHENTI! LEMPARKAN PISAU ITU KE SAMPING. DAN, ANGKAT TANGAN KALIAN!"Dian yang panik, segera melempar pisau. Dan, bergerak sesuai perintah."Itu juga berlaku untukmu, pria brengsek! kata Tomi pada Kardi."Wah.. Tomi terlihat keren. Seandainya, aku perempuan.. aku akan menikahinya," celetuk Haris.Membuat Diara mengerutkan dahi. Menatapnya heran. Sementara, Kardi melepaskan Sonia."Kalian berdua, merapat ke tembok. Dan, jangan pernah menengok ke belakang!" perintah Tomi.Setelah itu, Diara segera menghampiri Sonia."Kau, baik-baik saja?"Sonia yang masih syok, hanya bisa mengangguk."Farel.. Anakku.""Farel? Dia ada di mana?"Sonia menunjuk ke lantai atas. Diara bergegas ke lantai atas. Membuka pintu kamar. Terlihat, Farel tengah berdiri dengan badan gemetar, di sebelah pintu. Diara berlutut di depannya."Semuanya sudah berakhir, Farel. Ka

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Rencana Kedua

    "Sudah berapa tahun kita tak bertemu?" tanya Haris. Duduk di sofa tunggal. Sementara, Tomi dan Diara duduk di sofa panjang. Di sebelah kirinya. "Entahlah. Mungkin sudah 30 tahun lebih? Sejak, kau menikah kita sudah tidak pernah bertemu," kata Tomi. Haris mengangguk. "Lalu, bagaimana kau tahu alamat rumahku? Apa.. kau memakai kekuatanmu menjadi Kepala Polisi, untuk melacak keberadaan ku?" Diara terbelalak. "Ayah, menjadi Kepala Polisi sekarang?" bisik Diara. "Oh.. Ayah belum cerita padamu?" "Wah.. keren sekali." Haris berdeham. Membuat Diara dan Tomi menatapnya. "Ah.. Diara yang memberitahu." Haris menatap Diara. "Dia.. anak Ranti?" Diara mendengus. Lalu, terkekeh. "Ayolah. Tidak perlu berpura-pura. Aku tahu.. kau mengingat semuanya." "Apa maksudmu? Aku tidak mengerti," kata Haris. "Kau masih ingin berbohong? Kau ingin aku percaya? Kau, tidak mengingat segalanya? Oh, Ayolah. Pertama kali, kau melihatku dan Ayahku tadi, kau tidak terkejut. Dulu kalian bersah

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Sehidup Semati

    1992Tomi tengah menggendong Diara, yang tengah menangis karena sakit. Badannya demam sudah 2 hari. Mengayun tubuhnya, agar Diara segera tertidur. Butuh kerja keras selama 20 menit, untuk membuat Diara tidur."Dia sudah tidur?" tanya Ranti. Baru saja selesai mencuci baju."Iya. Baru saja.""Berikan padaku."Diara terbangun, ketika Ranti menyentuh tangannya. Seketika, menangis. Tomi mulai mengayun tubuhnya lagi."Biar aku saja," kata Tomi.Ranti mendesah singkat."Maaf, jadi merepotkan mu.""Hei, dia juga anakku. Kenapa harus mengatakan seperti itu.""Tapi, tetap saja..""Ingat, Ranti. Dia adalah anakku. Bukan anak orang kaya itu. Jadi.. jangan pernah sebutkan nama itu di depan Diara atau di depanku. Kau mengerti?"Ranti mengangguk paham.Keduanya menikah, saat usia kandungan Ranti masih 10 minggu. Tomi bergegas memberitahu orang tuanya, untuk segera meminang Ranti. Namun, Tomi juga menjelaskan kondisi Ranti. Cukup terkejut dengan itu, tapi, Tomi menjelaskan dengan baik. Dengan berat

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Tidak Ada Ibu

    2024Diara, Haris, dan Ranti saling berhadapan."Semuanya sudah berakhir, Bu. Kami.. berhasil menangkap Farel."Ranti tersenyum. Mendekati Diara. Menggenggam kedua tangannya."Kau sudah bekerja keras. Terima kasih, Diara.""Sekarang, Ibu bisa kembali ke sana dengan tenang. Jalani hidupmu yang sebelumnya hancur, karena laki-laki itu. Dan.. coba perbaiki hubunganmu dengan Nenek. Kau hanya perlu bersikap manis. Sesekali, makan bersama dengannya."Ranti mengangguk."Aku akan melakukan itu."Mata Ranti berkaca-kaca. Memeluk Diara."Maafkan Ibu, Diara. Selama ini, kau hidup dengan sangat tersiksa.""Tidak, Bu. Aku sudah cukup bahagia, bersama Bu Lia dan teman-temanku. Sampai jumpa di masa depan, Bu.""Kita bertemu lagi di masa kecilmu, ya? Ibu.. akan selalu ada di sampingmu sekarang."Setelahnya, Haris mengantarkan Ranti kembali ke masanya.Sekarang.. semuanya, akan baik-baik saja, kan?**"Ibu? Ibu? Di mana kau? Ibu?? Aku berhasil mengubahnya. Ibu?!"Diara berdiri di dapur, dengan terengah

  • Perjalanan Waktu Istri yang Dikhianati   Akankah Berhasil?

    Beberapa Jam Sebelum PenangkapanDiara dan yang lain kembali ke markas. Baru saja, selesai mengobati luka Haris dan Sinta."Hei, ada apa dengan Tomi?" tanya Haris pada Sinta. Tomi nampak lesu. Duduk di sudut. Sementara, Diara membereskan kotak obat."Laki-laki yang hampir menabrak ku tadi adalah kekasih Ranti," bisik Sinta."APA?" Haris nyaris berteriak."Pelan kan suaramu!""Tunggu.. jadi.. Ranti selingkuh dari Tomi?""Aku juga tidak tahu. Tapi, dari pengamatanku.. sepertinya, laki-laki tadi adalah kekasih pertama Ranti.""Jadi.. Tomi yang menjadi selingkuhannya?""Hmm, sepertinya tidak juga.""Lalu, bagaimana ceritanya? Kau ini, kalau bicara jangan sepotong demi sepotong. Menjengkelkan sekali."Sinta berdecak kesal. Lalu, berdeham."Ini menurutku.. cinta Tomi bertepuk sebelah tangan. Dan, mereka sebenarnya tidak pernah ada hubungan. Hanya saja, Tomi menganggap Ranti menerima cintanya. Kau tahu, kan? Ranti itu sangat baik hati. Dia.. tidak tega untuk mengatakan pada Tomi, jika ia su

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status