Share

BAB 3 Next Step

"Kau membagi ini denganku.Tapi mengapa kau tidak ingin berbagi ini dengan suamimu?"

Nisha menatap mata Sonia dengan ekspresi campuran antara ketakutan dan kerapuhan. "Aku takut, Sonia. Aku takut melihat ekspresi di wajah Hasan saat dia tahu. Aku takut itu akan menjadi beban berat baginya."

Sonia merasakan kebingungan dan perasaan campur aduk yang tengah dialami Nisha. Suara Nisha penuh dengan rasa sakit dan keragu-raguan. "Tapi, apa yang akan kau lakukan saat waktunya tiba dan kau harus pergi? Apa yang akan terjadi pada Hasan?"

Nisha meneteskan air mata dengan perlahan, mencoba mengendalikan emosinya yang semakin tercabik-cabik. "Aku ingin menghabiskan sisa waktu yang aku punya dengan kedamaian, Sonia. Aku ingin menjalani sisa hidupku tanpa mengantarkannya pada duka yang lebih dalam. Aku tak ingin menyakiti Hasan."

Sonia merasa hatinya teriris melihat istri kakaknya  yang begitu rapuh. Dia meraih pundak Nisha dengan lembut. "Aku tahu kau Sangat menyayanginya hingga tak mau membebaninya.Tapi apakah kau tidak takut bahwa dengan merahasiakan ini dari Hasan, kau justru akan menciptakan duka yang lebih besar di kemudian hari?"

Nisha menundukkan kepalanya, seolah merenungkan kata-kata Sonia dengan dalam. "Aku tahu ini sangat sulit dipahami, Sonia. Tapi dalam hatiku, aku ingin memberikan Hasan kenangan indah tanpa rasa sakit."

Sonia menggenggam tangan Nisha dengan lebih erat. "Kau harus tahu, Nisha, bahwa Hasan berhak tahu. Dia adalah bagian dari hidupmu, dan dia juga akan menjadi bagian dari proses perpisahan ini."

Nisha menatap mata Sonia dengan ekspresi campuran antara takut dan pasrah. "Sonia, aku mohon, coba pahami posisiku. Aku tidak ingin mengkhawatirkan atau menyakiti Hasan. Aku hanya ingin sisa waktu ini menjadi penuh kedamaian dan cinta."

Merasa cukup dengan perdebatan ini akhirnya Sonia mengangguk menyanggupi permintaan wanita ini semampunya.

Setelah mendengar seluruh cerita Sonia dengan gusar Hasan menatap Sonia mencengkeram kedua bahu adiknya itu dan menatapnya dengan marah.”Kau tahu selama ini?”

Setelah Sonia selesai menceritakan semuanya, Hasan merasakan ledakan emosi di dalam dirinya. Dia merasa seperti dunia seakan runtuh di sekitarnya. Dengan marah yang sulit ditahan, dia mendekatinya dan mencengkeram bahu Sonia dengan kuat. Wajahnya penuh dengan rasa gusar dan ketidakpercayaan.

"Kau tahu selama ini?" bentak Hasan.

Sonia menatap Hasan dengan mata penuh empati, meskipun dia merasakan gemetar karena genggaman Hasan yang kuat. "Hasan, aku..."

"Tidak usah berbicara!" potongnya  dengan keras, suaranya penuh dengan kemarahan yang nyata. "Kau tahu semuanya dan kau memutuskan untuk merahasiakannya dariku?"

Sonia merasa dirinya tersudut dalam situasi yang sulit. Dia ingin melindungi Nisha dan memahami alasan di balik keputusan wanita itu, tetapi dia juga mengerti betapa beratnya beban yang harus Hasan tanggung. Dengan sedikit gemetar, dia menjawab, "Hasan, aku... aku tahu ini sulit. Nisha memiliki alasan sendiri..."

Hasan melepaskan cengkeramannya pada Sonia dan berjalan ke arah lain, mencoba menenangkan dirinya sendiri.

"Apa yang kau pikirkan?" tanyanya, wajahnya tertutup ekspresi yang rumit.

Sonia mendekati Hasan dengan hati-hati, berusaha memberikan dukungan namun juga memberikan ruang bagi emosinya. "Hasan, aku tahu bahwa kau marah, dan aku mengerti mengapa. Tapi aku juga tahu bahwa Nisha memiliki kekhawatiran dan perasaannya sendiri. Dia takut memberitahumu karena dia ingin melindungimu."

Hasan menatap Sonia dengan mata yang masih penuh dengan kemarahan. "Melindungiku? Dengan merahasiakan sesuatu yang begitu besar? Apa dia merasa aku tidak mampu menghadapi kenyataan?"

Mendengar hal itu Sonia hanya menghela nafas mengalah “Maafkan aku…harusnya aku menepati janjiku untuk membuatnya tetap bertahan namun…yang kulakukan hanya menjauhkan kalian berdua” perlahan Sonia menjauhi kakaknya dan meninggalkan taman makam tersebut memberikan ruang pada kakaknya yang merasa ingin sendiri.

Istrinya meninggal.

Oh yang orang India itu ya?

Kasihan padahal pernikahan mereka baru berjalan dua tahun.

Dia mampu menyelamatan orang lain tapi tidak mampu menyelamatkan istrinya.

Dia kan dokter sekaligus suaminya harusnya dia lebih cepat tahu tentang penyakit istrinya.

Eh istrinya meninggal karena sakit?

Memangnya dia sakit apa?

Sudah seminggu semenjak kepergian Nisha, rumah itu masih terasa sunyi tanpa kehadirannya. Hasan merasa kesedihan dan penyesalan mendalam melanda hatinya setiap kali dia melihat sudut-sudut rumah yang pernah dihiasi tawa dan cerita-cerita Nisha. Setiap benda yang ditinggalkannya, setiap memorinya di rumah itu, semuanya mengingatkannya pada perempuan yang telah meninggalkan dunia ini begitu cepat.

Pikiran-pikiran terus menghantui Hasan. Mengapa dia, sebagai seorang dokter, tidak dapat mendeteksi penyakit istrinya lebih awal? Kenapa dia tidak bisa melindungi Nisha dari penyakit yang merenggutnya begitu cepat? Rasa bersalah itu terasa sangat berat dan membuatnya merasa seperti ia telah gagal sebagai suami dan dokter.

Sore itu seperti biasa Sonia secara rutin mengunjungi kakaknya.Wajahnya penuh dengan simpati ketika dia melihat kondisi kakaknya yang sedang berduka.Tubuhnya semakin kurus dan janggut kasar mulai tumbuh di wajahnya padahal ini baru seminggu.Perasaan pediih seketika merambat di dada Sonia melihat kakaknya yang benar benar tak terurus itu.Laki laki ini pasti tidak mengurus dirinya dengan benar.

"Hasan, aku tahu ini sangat sulit bagimu. Namun, kau harus tahu bahwa ini bukanlah kesalahanmu.Menyelamatkan nyawanya adalah di luar kendalimu,”lirih Sonia.

Hasan menggelengkan kepalanya dengan sedih, matanya tertuju pada foto pernikahan mereka yang terpajang di meja. "Sonia, aku adalah seorang dokter. Aku seharusnya bisa melindungi Nisha dari penyakit ini. Tapi aku gagal. Aku gagal melindunginya."

Sonia mencoba menenangkan Hasan. "Hasan, kita semua memiliki keterbatasan. Kau tidak bisa membaca masa depan. Nisha tidak pernah menyalahkanmu.Dan kita bukanlah Tuhan," Sonia berusaha logis.Walaupun perkataan kakaknya benar benar menyakitinya seakan Sonia belum cukup melakukan yang terbai untuk Nisha.

"Tahu apa kau tentang kehilangan, Sonia?" bentak Hasan dengan nada tinggi. "Kau tahu seperti apa rasanya ketika seseorang yang kau cintai diambil begitu tiba-tiba dari kehidupanmu?"

Sonia merasa terpukul oleh ucapan Hasan"Hasan, aku juga tahu rasanya kehilangan. Kita berdua kehilangan orang tua kita,saat kita masih  kecil. Aku tahu betapa sulitnya menghadapi kenyataan bahwa mereka tidak ada lagi."

Hasan menghela napas, merasa dilema dalam perasaannya. "Tapi, aku masih merasa seperti semua orang meninggalkanku. Pertama orang tua kita, sekarang Nisha. Aku merasa seperti aku ditinggalkan sendirian."

“Hasan Kau…”

“Tinggalkan aku Sonia” ujarnya.

“Tapi…”

“Pergi !” bentaknya yang membuat Sonia langsung tercekat kemudian menghela nafasnya dengan pelan.Dia tahu keadaan kakaknya ini benar benar begitu sulit namun dia juga ketakutan jika Hasan melakukan hal hal bodoh.

‘aku akan kembali’ ujarnya dalam hati saat telah memasuki mobilnya.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status