Share

BAB 5 Another Fate

‘Nisha akan kulakukan apapun untukmu’ bisiknya dalam hati.

“Kumohon aku sangar mencintainya tunjukkan padaku akan kuberikan SEGALANYA apapun yang kau pinta,” teriaknya.

Kemudian entah datang darimana samar samar Hasan mendengar suara yang bergaung sebelum kesadarannya hilang sepenuhnya.

“Apa kau yakin ingin memberikan segalanya? Bahkan bagian dari dirimu?” itulah yang di dengarnya terakhir kali hingga kesadarannya sepenuhnya menghilang.

Cahaya menusuk nusuk penglihatannya saat dia mencoba untuk membuka matanya.Sesaat dia merasakan percikan-percikan air yanng begitu dingin dan mendapati seorang anak kecil yang berusia sekitar 10 tahun.

“Ah paman sudah bangun rupanya,” sapa anak itu sambil tersenyum manis.Perlahan Hasan bangkit memperbaiki posisinya.Dia melihat ke seekelilingtempaatnnya sedang berada keadaannya begitu semrawut dengan debu yang begitu banyak beterbangan.Suara klakson dan orang-orang yang menjajakan makanan dan suara tawar menawar.

“Paman sepertinya tersesat ya? Apakah paman tidak bisa berbahasa tamil?” tanya anak itu sekali lagi.Hasan menatap anak itu dengan sedikit lebih teliti ya anak itu mirip dengan orang yang sangat dikenalinya meskipun dia lebih muda namun hatinya berseru yakin jika dia itu adalah wanitanya.

“Nisha?” anak itu langsung menunjukkan ekspresi terkejutnya.

“Paman tahu namaku?” ujarnya.

‘ternyata benar kau,’ batin Hasan.

“Bagaimana bisa? Tadi aku yakin aku sedang berada di kuil…dimana kuilnya?” ujarnya yang ling lung dengan keadaan sekitar.

“Paman ini lucu ya kita bukan sedang berada di kuil kita sedang berada di pasar,” ucap anak ini cekikan menertawan keanehan Hasan.

“Nishaa!!!!...aduh anak itu dimana sih,” terlihat seorang wanita dengan kain sari lusuhnya dengan membawa beberapa kantong belanjaan mencari si pemilik nama yang di teriakkannya di tengah pasar.

Hasan dan Nisha langsung menoleh ke sumber suara itu,begitu mendengar namanya dipanggil anak itu berlari menuju ibunya yang tengah mencarinya ssesaat sang ibu mengomel padanya namun anak itu hanya tersenyum pada ibunya.Karena dia tahu kemarahan ibunya saat ini karena dia khawatir.

Hasan yang melihat hal itu hanya memandangi mereka dari jauh pandangan laki laki itu beralih pada lengannya yang sudah di perban kemudian tersenyum.

‘aku sudah menyangka kebaikan hatimu itu tercipta semenjak kau kecil dan aku mengenalinya dimanapun kau berada.’

Nisha meringis ketika mata pisau mengenai tangannya saat memotong bawang hal ini sangat dibencinya karena matanya selalu berair sehingga mengganggu penglihatannya dan akhirnya melukai ttangannya.

“Ibu aku tidak bisa bisakah aku melakukan hal yang lain saja,” keluhnya anak itu pada ibunya.

“Anak ini ! kau kan hanya  memotong bawang saja kau akan terbiasa juga nantinya bersihkan lukamu dan lanjutkan itu lagi,” ujarnya dan anak itu hanya menurut saja dia membasuh wajahnya dan tangannya pada kendi yang ada di belakang dapur.

“Nisha ayo main,” ajak temannya pada anak itu.

“Aku sedang membantu ibu.” tolaknya takut jika wanita itu kembali murka padanya .

“Aku bawa karet banyak loh kau yakin tidak mau ikut main?” mata gadis itu langsung berbinar ketika kawannya itu menunjukkan sekantung karet gelang serta memerkan laret gelang lainnya yang menghiasi tangannya yang hampir memenuhi lengannya hingga bagian sikut.

“Ayo.” serunya dengan antusias lalu mereka bergandengan tangan meninggalkan bagian belakang dapur.

Karena terlalu asyik bermain hingga lupa akan tugasnya ibunya yang heran karena terlalu lama menunggu datang menghampirinya setelah puas mencari Nisha.

“Nisha dimana kau?” teriakan dari Neha itu langsung menyentakkan Nisha dari kegiatannya rekannya yang mendengar hal itu langsung memungut karet gelang yang ada di tanah dan langsung lari meninggalkan dirinya.

“Hei kau lupa dengan tugasmu ya? Cepat kemari,” namun anak yang takut terkena hukuman yang lebih berat dari sekedar memotong bawang itu hanya memilih untuk kabur.

“Heiiii Nisha!!! Anak ini awas saja jika kau kembali,”tak sanggup untuk mengejarnya Neha kembali di dapur dia melanjutkan kembali Kegiatan memasaknya sambil menggumam tidak jelas.

Suaminya yang mendengar hanya meresponnya dengan senyuman “Kau terlalu keras dengannya dia juga hanya anak anak Neha,” mendengar pembelaan yang di lakukan oleh suaminya itu Neha hanya menggenggam erat pisau yang di genggamnya.

“Terlalu keras? Kau bilang saat aku sudah seusia dia,aku sudah bisa melakukan hal hal rumah tangga apa yang dirasakannya masih belum apa-apa,” jengkelnya.

Rajan yang memang sudah mengetahui tabiat istrinya lagi lagi hanya tersenyum mendengarnya.

“Bagaimanapun dia juga hanya anak anak bukan? Kita tak bisa menimpakan apa yang pernah terjadi pada kita pada mereka,” sahutnya dengan lembut.

Mendengar hal itu Neha langsung terhenyak “Kau tahu kan aku melakukan ini untuk apa?” Neha yang tadi meledak ledak sekarang merendahkan suaranya yang laanggsung membuat suaminya bungkam.

Sekuat tenaga gadis itu melarikan diri padahal dikerjapun juga tidak kakinya langsung tersandung sebuah balok.Namun sesuatu langsung menangkapnya “Hei perhatikan jalanmu.” tegur orang itu Nisha mendapati laaki-laki berkacamata dengan pakaian compang camping.

“Paman?” sapanya.

“Jangan lari-lari nanti kau jatuh memangnya kau tidak bisa berjalan dengan baik,” ujarnya namun lagi-lagi gadis itu hanya tersenyum dan cekikan geli sendiri.

“Paman ini lama-lama terlihat seperti ibu ya sudah pandai mengomel.”

Hasan yang mendengar hal itu hanya menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan senyumannya yang canggung.

“Kenapa kau lari-lari seperti itu?” Hasan mencoba untuk mengalihkan pembicaraan agar anak itu berhenti menertawakannnya.

Mendengar hal itu ekspresi anak itu langsung berubah dengan lesu dia mendudukkan dirinya dengan lemas seakann bahunya sangat berat.

“Kau ingin bercerita?” tanya Hasan.

“Aku dikejar oleh ibuku dia menyuruhku untuk membantunya namun aku malah kabur,” mendengar itu tawa Hasan langsung pecah.

“Aduh kau ini jadi karena itu kau lari ketakutan seperti di kejar hantu.”

Nisha hanya mengangguk sambil tersenyum malu-malu. Perasaannya yang tadinya begitu berat mulai mereda seiring dengan kehangatan yang dirasakannya dari kehadiran Hasan.

Hasan mendekat dan duduk di sebelah Nisha. “Nisha, kadang-kadang kita takut melakukan sesuatu karena kita belum tahu apa yang akan terjadi. Tapi tak apa-apa, belajarlah dari pengalaman ini,”

Nisha mengangkat kepalanya, melihat wajah Hasan dengan matanya yang penuh keyakinan. “Paman, apa kau juga takut pada sesuatu?” mendengar hal itu Hasan tertegun tentu saja dia punya ‘tentu dan aku harap ketakutan terbesarku adalah kau’

Hasan tersenyum tipis. “Tentu saja, setiap orang punya rasa takutnya masing-masing. Yang penting adalah bagaimana kita menghadapinya dan tidak biarkan rasa takut mengendalikan kita.”

“Aku tidak mengerti dengan ibuku,” keluh gadis itu mendengar hal itu Hasan mengernyit.

“Kau mungkin tidak mengerti dengan ibumu namun ibumu tahu tentang dirimu.”

“Benarkah? bahkan alasanku untuk tidak mau menikah?”

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status