Share

Bab 12

Author: Matahariku
Hari ini Winda sudah gila karena berani berbicara seperti itu dengan Hengky. Dasar perempuan tidak berpendidikan! Tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Luna.

Kalau bukan karena dia ingin membantu Luna, Jefri tidak akan memedulikan Winda. Tiba-tiba ponselnya berdering. Jefri mengira Winda yang menghubunginya lagi sehingga seulas senyum puas menghampiri bibirnya. Dengan santai dia mengambil ponselnya, tetapi nama yang ada di layar ponsel membuatnya tercenung seketika.

Luna? Bukan Winda?

Kening Jefri berkerut dan sebersit kekecewaan menghampirinya. Dia menekan tombol hijau dan menempelkan ponselnya.

“Halo, Kak Jefri,” sapa Luna dengan suaranya yang terdengar manja.

“Luna.” Suara Jefri terdengar sangat lembut. Berbeda jauh ketika dia sedang berhadapan dengan Winda.

“Kak Jefri, Kakak sudah telepon Kak Winda? Dia masih marah sama aku?” tanya Luna dengan suara hati-hati. Terdengar jelas perempuan itu tengah sedih dan membuat hati Jefri seperti diremas.

“Waktu itu aku duluan pergi karena ada urusan genting. Aku nggak nyangka ternyata pada akhirnya … padahal aku mau minta maaf sama Kak Winda. Tapi aku takut dia nggak senang melihatku.”

Hati Jefri meleleh seketika. Kebenciannya pada Winda semakin bertambah.

“Luna, kamu tenang saja. Aku pasti akan buat Winda jemput kamu dan Tante Clara pulang ke rumah.”

“Terima kasih, Kak Jefri. Kalau begitu aku tunggu kabar baik dari Kak Jefri saja ya.”

“Iya,” jawab Jefri dengan senyuman di wajahnya.

Lelaki itu tidak tahu begitu sambungan telepon terputus, ekspresi Luna tampak berubah menjadi kesal dan sebal.

“Gimana?” tanya Clara tidak sabar.

Luna mendengus dan berkata, “Sekarang Jefri sudah nggak berguna, dia nggak bisa mengatur Winda!”

Clara terlihat terkejut dan berseru, “Bagaimana mungkin? Bukannya Winda selalu menuruti apa yang dikatakan Jefri? Dia begitu menyukai Jefri, bahkan rela cerai dengan Hengky demi lelaki itu. Bagaimana mungkin nggak mau mendengarkan Jefri?”

“Suka dengan Jefri? Belum tentu ….” Luna terlihat menggantung ucapannya dan membuat Clara bingung. Akan tetapi perempuan itu tampaknya tidak ada niat untuk melanjutkan ucapannya. Dia juga merasa aneh. Mendadak sebuah pemikiran melintas di kepalanya.

“Ma, Mama merasa dua hari ini Winda seperti berubah jadi orang lain?”

Clara berpikir sejenak dan mengangguk sambil berkata, “Dulu dia bodoh, kenapa sekarang jadi pintar? Apakah dia tahu sesuatu?”

“Nggak peduli dia tahu tentang apa, kita nggak boleh duduk diam!” ujar Luna sambil memancarkan sorot dingin. Luna melanjutkan kembali ucapannya, “Hanya aku yang boleh memiliki Atmaja Group!”

Hengky kembali ke vila ketika langit sudah gelap.

“Den, akhirnya Den Hengky sudah pulang. Hari ini Ibu nggak ada turun sama sekali dan nggak makan apa pun. Saya benar-benar khawatir!” ujar Bi Citra ketika melihat dirinya pulang.

Gerakan Hengky ketika melepaskan sepatu berhenti sesaat. Keningnya berkerut dan bertanya, “Bi Citra nggak masuk untuk lihat?”

“Sudah, tapi Ibu bilang nggak selera. Dia tidur lagi dengan lelap, jadi saya nggak enak mau ganggu.”

“Coba saya lihat,” kata Hengky.

Bi Citra buru-buru menganggukkan kepalanya dan bergegas masuk ke dapur untuk membuat sedikit makanan dan diberikan pada Hengky. Hengky membawa satu mangkuk bubur ke lantai atas yang hening dan tidak ada pergerakan apa pun.

Lelaki itu mengetuk pintu dan tidak ada suara sama sekali yang menyahutinya. Hengky berpikir sejenak dan memutuskan membuka pintu. Keadaan di dalam kamar sangat gelap dan tidak ada cahaya sama sekali. Melalui penerangan dari luar, Hengky dapat melihat bayangan seseorang yang sedang berbaring di kasur.

Dia mendekat dan menghidupkan lampu kamar. Kemudian Hengky meletakkan bubur di nakas samping kasur dengan pandangan yang tertuju pada wajah lembut perempuan itu.

Winda sepertinya tidur dengan tidak tenang. Keningnya tampak berkerut dan ada titik-titik keringat dingin di sana. Wajahnya tampak sedikit merah karena demam yang menyerangnya. Hengky duduk di tepi kasur dan memandangnya dengan lembut. Dia sedikit tidak tega membangunkan perempuan itu dari tidurnya.

Suasana di kamar sangat sepi hingga terdengar suara gumaman Winda di tengah tidurnya.

“Hengky … jangan, jangan …. Jefri, kamu ….” Nama Jefri membuat Hengky ditarik kembali ke kenyataan. Dia teringat ketika dia ingin memiliki Winda, perempuan itu juga menangis dan berseru memintanya untuk tidak menyentuh Winda.

Mendadak wajah Hengky berubah keruh. Sorot lembut di matanya tadi berubah dingin dan tajam. Ketika dia hendak bangkit, Winda membuka matanya dan membuat pandangan mereka bertemu. Keduanya sama-sama terdiam dan sedikit tersentak.

“Hengky?” gumam Winda dengan matanya yang sedikit berkabut. Dia melihat Hengky dengan tatapan bingung.

Hengky bangkit dengan ekspresi datar berkata, “Bi Citra khawatir sama kamu dan minta aku naik. Karena kamu sudah bangun, ingat makan buburnya.”

Winda juga bukan perempuan yang lemah. Akan tetapi karena sakit ditambah mendengar ucapan Hengky, hatinya menjadi lebih sensitif sehingga dia merasa sedih.

“Hanya karena Bi Citra saja? Kamu nggak peduli sama aku sedikit pun?” tanya Winda.

Hengky diam beberapa detik kemudian berkata, “Kalau nggak ada apa-apa aku keluar dulu.”

Winda mengatupkan mulutnya dengan mata yang mulai buram dan basah. Dia mengulurkan tangannya untuk menarik lengan baju Hengky sambil bertanya, “Kamu boleh tetap di sini dan temani aku sebentar saja?”

Melihat Hengky yang tidak berbicara membuat Winda kembali berbisik, “Dulu waktu aku sakit, mama aku selalu menemaniku. Tapi dia sudah nggak ada, jadi setelah itu aku selalu melewatinya sendiri setiap aku sakit. Aku hanya ingin ada yang menemaniku saja.”

Winda tidak melihat ekspresi Hengky yang berubah kaku ketika mendengar kalimat tersebut. Telapak tangan yang ada di kedua sisi tubuhnya dikepalkan dengan erat. Winda tidak mendapat jawaban dan mengira Hengky tidak bersedia. Matanya menunjukkan sorot penuh kecewa dan sedih.

Baru saja dia hendak melepaskan genggamannya, Hengky yang sedang memunggunginya berkata, “Baik.”

Winda pikir dia sudah salah mendengarkan. Ekspresinya tampak melongo sejenak. Tanpa menunggu respons dari Winda, Hengky langsung mengambil bubur yang ada di atas nakas dan memberikannya pada Winda.

“Makan.”

Winda menatap bubur itu dan tersadar seketika. Seulas senyum bahagia terpancar di wajah perempuan itu. Dengan riang dia berkata, “Sayang, aku boleh maruk nggak? Kamu boleh suap aku?”

Melihat mata berbinar perempuan itu membuat Hengky tidak menolak permintaannya. Dia mulai menyuapi Winda yang menatap sendok bubur di hadapannya dengan mata memanas. Winda menelannya langsung hingga rasa panas dari bubur itu membuat air matanya menetes.

Namun dia tertawa dengan bahagia. Setidaknya kali ini Hengky tidak menyisakan punggungnya saja untuk Winda.

“Bubur yang suami aku suapin memang paling enak!”

Mata Hengky sedikit bergetar. Suapan kedua kalinya dia berikan pada Winda setelah tidak panas. Pemandangan itu tidak luput dari pandangan Winda. Mendadak dia merasa luar biasa bahagia. Kalau dulu dia bisa tahu sifat asli Luna dan Jefri, apakah hubungannya dan Hengky tidak akan seperti sekarang ini?

“Sayang, kita jangan ribut lagi, ya?” pinta Winda sambil mendekati Hengky. Dia memandangi mata lelaki itu dalam-dalam.

 
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 597

    Hengky mengerti maksud Winda, tapi dia berpura-pura bersikap dingin dan membalas, “Kamu sudah nggak sabar mau ketemu dia? Aku kasih tahu, ya, kamu nggak akan pergi ke mana pun sampai kamu sembuh!”Kata-kata itu bagaikan belati dingin yang menancap jantungnya. Dia menatap Hengky dengan penuh rasa kecewa dan berkata, “Hengky, kamu jelas-jelas tahu aku cuma ….”“Cuma apa? Kamu baik-baik saja di sini. Aku nggak mau kejadian tadi terulang lagi!”“Aku ….”Winda ingin mengatakan sesuatu, tapi melihat tatapan Hengky yang begitu dingin, dia menelan kembali kata-katanya. Hengky pun hanya menatapnya sekilas, tapi ketika dia hendak pergi, dia merasakan hawa dingin yang menempel ke tangannya dari tangan Winda.“Bisa, nggak, kamu jangan pergi dulu?”Kehangatan yang terpancar dari telapak tangan Hengky menyapu bersih hawa dingin yang ada di tubuhnya. Hengky menoleh dan melihat tangan mereka yang sedang saling bertautan, lalu dia beralih melihat tatapan mata Winda yang sedang memohon kepadanya. Ucapan

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 596

    Ketika baru saja keluar dari lift rumah sakit, Hengky melihat sudah ada kerumunan orang yang berdiri di depan kamar Winda. Mereka semua tampak lega melihat kedatangannya.Dokter segera menyambutnya dan berkata, “Pak Hengky datang juga akhirnya. Bu Winda mengurung diri di kamar. Lukanya harus cepat diobati.”“Oke, aku ngerti,” jawab Hengky, lalu dia bergegas mengetuk pintu kamar dan berkata, “Winda, ini aku, buka pintunya.”Perlahan Winda mengangkat kepalanya saat mendengar suara Hengky. Dari matanya tebersit ekspresi kebahagiaan dan turun dari ranjangnya untuk membuka kunci pintu. Mata Winda langsung memerah ketika dia melihat sosok yang tak asing baginya di balik pintu. Dia pun langsung melemparkan tubuhnya sendiri ke dalam pelukannya.Namun Hengky tidak membalas pelukannya. Dia hanya menatap sinis Winda dan menegurnya, “Winda, ngapain lagi kamu?”“Tadi aku mimpi kamu kena tembak tepat di jantung …. Hengky, aku takut.”Tubuh Hengky sempat bergidik sesaat dan detak jantungnya mulai ber

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 595

    “Bu Winda balik ke ranjang dulu. Sebentar lagi dokter datang,” kata si pengawal dengan kepala basah kuyup akibat keringat dingin.Walau begitu, Winda hanya menggelengkan kepalanya dan berulang kali berkata, “Aku mau ketemu Hengky!”“Tapi Pak Hengky lagi nggak di rumah sakit. Ibu ….”Sebelum pengawal itu selesai berbicara, dokter dan perawat yang sedang bertugas datang ke kamarnya Winda.“Ada apa?” tanya si dokter. Lantas, dokter melihat ada bercak darah di lantai, serta tangan Winda yang bersimbah darah. Dokter pun segera berkata, “Ada apa, Bu Winda? Kenapa jarum infusnya dicabut?”Si perawat juga menghampiri Winda dan berkata, “Bu, ayo saya bantu naik lagi ke ranjang. Saya balut dulu lukanya.”Tanpa melakukan perlawanan, Winda mengikuti arahan si perawat untuk diantar kembali ke ranjang. Si perawat pun merasa lega, tapi ketika dia baru ingin membalut lukanya, tiba-tiba Winda menghindar dan dengan matanya yang merah menatap si pengawal, “Aku mau ketemu Hengky. Kalau dia nggak datang, a

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 594

    Hengky menggerakkan bola matanya sekilas dan kembali berkata kepada Winda dengan sinis, “Kalaupun aku mat, aku tetap nggak mau kamu nolong aku.”Raut wajah Winda langsung pucat mendengar itu. Matanya mulai memerah dan dia hendak membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tapi Winda sudah tidak bisa lagi menahan tangisannya. Melihat mata Winda memerah, Hengky jadi merasa gusar dan berpesan kepadanya untuk cukup beristirahat saja. Kemudian Hengky pun berbalik dan keluar dari kamarnya Winda.Winda ingin menahan Hengky untuk tetap berada di sisinya, tapi pintu sudah tertutup rapat sebelum dia sempat berbicara. Kini suasana di kamar jadi tenang. Winda masih tak bisa menahan luapan perasaan dan air mata pun mengalir deras. Dia menggigit bibirnya sendiri dengan keras untuk meredam suara tangisannya, dan menelan semua emosi itu sendirian.Hengky yang baru menutup pintu juga berhenti di depan dan melihat ke dalam melalui kaca kecil. Dia dengan jelas melihat Winda menangis, tapi dia tidak mengeluar

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 593

    “Kenapa bisa jadi begini …,” ujar Winda terkejut. Dia mengira dengan kuasa yang dimiliki keluarga Pranoto, mencari seseorang bukanlah hal yang sulit, lagi pula orang yang dicari juga begitu terkenal,rasanya mustahil tak ditemukan.“Ada seseorang yang hapus semua jejaknya sebelum aku mulai nyari. Semua petunjuk yang ada dipatahkan sama dia,” kata Hengky.Kalau saja pada saat itu Winda tidak menyadari ada sesuatu yang aneh pada mobil itu, mungkin sekarang Hengky …. Sudahlah, Winda tidak mau memikirkannya lebih jauh, dia takut kehilangan Hengky.Mobil Jeep hitam itu tidak mengikuti mereka sampai ke bandara. Mobil itu tiba-tiba muncul dan langsung menodongkan pistol ke arah Hengky tanpa ragu, yang jelas berarti mereka dari awal sudah ada niat untuk membunuhnya. Pertanyaannya, sebenarnya siapa yang bisa melakukan itu?Winda merasa misteri ini jadi makin dalam saja, dan lagi setiap kejadian selalu ada hubungannya dengan dia dan juga Hengky. Winda belum mengalami ini di kehidupan sebelumnya.

  • Perjalanan Waktu Nona Pewaris   Bab 592

    “Bu Winda, sungguh baik secara kamu sudah terbangun,” ujar Fran melangkah masuk dengan terkejut dan mengulurkan tangannya untuk memeriksa Winda. Dia yang melihat ruangan penuh dengan orang asing, wajahnya menjadi geram dan mengulang, “Aku ingin bertemu dengan Hengky, gimana keadaan dia?”Dokter Fran terdiam sejenak dan berkata, “Pak Hengky tidak terluka. Aku sudah menyuruh perawat untuk memanggil ....”Sebelum Dokter Fran sempat menyelesaikan perkataannya, Hengky dan Santo bergegas datang ke ruangan itu. Melihat Winda yang sudah terbangun, wajah Hengky terlihat tenang, akan tetapi beban di hatinya langsung hilang.“Pak Hengky, Nyonya Winda sedang mencarimu,” ujar Fran.Tertutupi oleh orang-orang di sekitar, Winda tidak dapat melihat Hengky. Dia ingin sekali melihatnya dengan mata kepalanya sendiri kalau pria itu baik-baik saja, jadi dia memaksa mengangkat badannya untuk duduk di ranjang.Tetapi luka di tubuhnya terlalu menyakitkan, hingga membuat dia kliyengan ketika bergerak. Ketika d

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status