Hari ini adalah jadwal fitting busana untuk pesta anniversary ayah dan ibu Lucian, Alaric Raveheart dan Marie Raveheart, yang akan digelar lusa. Ruangan butik dipenuhi cahaya hangat, dan aroma parfum lembut menyelimuti udara. Lucian berjalan di sisi Lyanna, menatap setiap gerakannya dengan perhatian. Saat Lyanna mencoba membenarkan lipatan gaunnya, Lucian mencondongkan tubuh, mengusap lembut lipatan kain dengan jarinya. “Biarkan aku bantu,” ujarnya, suaranya hangat. “Kamu akan terlihat sempurna nanti.” Lyanna tersenyum, sedikit tersipu. “Lucian… kamu selalu terlalu perhatian.” “Kalau itu membuatmu nyaman, aku akan tetap begitu,” jawabnya sambil menunduk, matanya menatap Lyanna dengan lembut. Di sudut ruangan, terdengar bisik-bisik di antara karyawan butik. “Ternyata Tuan Muda Raveheart sangat romantis ya,” bisik seorang karyawan. “Kau benar… beruntung sekali Nyonya Muda Lyanna,” jawab yang lain, sambil tersenyum kecil. Para pengawal yang berdiri di dekat pintu pun tak
Langit Los Angeles diselimuti awan kelabu, seperti mewakili kegelisahan yang memenuhi benak Lyanna. Sepulang dari pertemuan dengan Alaric, ia mengurung diri di kamar. Ia tak bicara apa pun selama makan malam. Bahkan saat Lucian menawarkan duduk di balkon bersamanya, ia hanya menggeleng pelan. Namun malam belum benar-benar berakhir. Pukul dua belas malam, Lucian membuka pintu kamar Lyanna tanpa mengetuk. Wajahnya masih dibayangi emosi yang belum selesai sejak siang tadi. “Kau tidak bisa terus menghindar seperti ini, Lyanna,” ucapnya pelan tapi dalam. Lyanna berdiri di sisi tempat tidur, masih mengenakan piyama satin tipis warna pucat. Rambutnya terurai, mata sembab karena menangis. “Aku lelah... Aku malu, Lucian. Bukan hanya karena tuduhan itu, tapi karena kau harus terus-menerus membelaku.” Lucian melangkah mendekat. “Kau pikir aku membelamu karena terpaksa?” Tatapannya menusuk. Lyanna tak menjawab. Nafasnya naik-turun. “Kalau aku tak peduli, aku tak akan berdiri di
Setelah nama Lyanna Raveheart merajai headline seluruh media, hidupnya berubah drastis. Ke mana pun ia melangkah, sorotan kamera dan suara teriakan wartawan menjadi makanan sehari-hari. Tak ada lagi kebebasan untuk sekadar berjalan-jalan santai atau duduk di taman tanpa pengawalan. Ia kini bukan hanya wanita biasa, tapi istri dari seorang pewaris Raveheart, nama yang punya bobot besar di dunia sosialita dan bisnis internasional. Pagi itu, Lyanna berdiri di balkon kamar suite-nya yang menghadap langsung ke taman luas kediaman Raveheart. Rambutnya yang tergerai ditiup angin, dan matanya menatap jauh, kosong. “Oh Tuhan... Ternyata hidup seperti ini tak seindah yang aku bayangkan,” gumamnya lirih. “Selalu diburu awak media dan tak bisa bebas ke mana pun sangat menyiksaku…” Langkah kaki terdengar dari balik pintu. Lucian muncul dengan setelan santainya, kemeja putih yang hanya dikancing separuh dan segelas wine merah di tangan. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya tajam, mengamati L
Sorotan kamera, judul utama koran, dan berita daring nyaris serempak menampilkan hal yang sama. Seorang wanita muda berdiri elegan di sisi pewaris tunggal Raveheart Group, Lucian Raveheart.> "Siapa Lyanna Raveheart, wanita misterius yang kini menjadi istri pewaris kerajaan bisnis Amerika?""Lyanna Raveheart: Dari bayangan gelap menuju sorotan panggung dunia elit!""Mantan tunangan Lucian angkat suara: ‘Siapa dia sebenarnya?’"Foto-foto malam gala menampilkan Lyanna dengan gaun warna emerald anggunnya, tersenyum lembut di samping Lucian yang mengenakan setelan jas hitam klasik. Pose mereka seolah menggambarkan pasangan sempurna yang dilahirkan untuk berada di dunia yang sama.Namun tak semua pihak menyambut kehadiran Lyanna dengan hangat.Di salah satu sudut apartemen mewah milik Selena Vallerine, mantan tunangan Lucian yang menghilang tanpa jejak dua bulan lalu, layar TV menyala dengan wajah Lyanna terpampang jelas. Tatapan Selena penuh bara. Bibirnya menyeringai kecut, dan jemarinya
Cahaya matahari pagi menyusup lembut melalui celah tirai apartemen mewah itu, membelai pelan wajah Lyanna yang tampak lelah. Ia sudah bangun lebih awal, mungkin karena canggung tidur di tempat asing atau karena pikirannya terlalu penuh untuk bisa beristirahat dengan tenang. Tapi ia mencoba bersikap biasa saja. Rambutnya dikuncir rendah, wajahnya tanpa riasan, dan apron lucu tergantung di pinggangnya saat ia menyiapkan sarapan sederhana di dapur terbuka.Lucian muncul dari koridor dengan kemeja santai abu-abu dan celana panjang gelap. Raut wajahnya datar, tapi matanya sempat melirik Lyanna yang sedang membalik telur dadar di atas pan."Aku tak tahu kau bisa masak," gumamnya sambil duduk di kursi tinggi bar dapur.Lyanna berusaha tersenyum, meskipun jelas matanya masih sembab."Aku tidak jago. Tapi ini sarapan biasa, bukan sesuatu yang sulit."Lucian tidak membalas. Ia hanya mengamati Lyanna, cukup lama hingga membuat gadis itu gugup dan hampir menjatuhkan sendok kayunya."Maaf soal sem
Restoran bintang lima yang berada di puncak gedung pencakar langit Los Angeles itu menyajikan panorama malam yang menakjubkan. Lampu kota berkelap-kelip, menciptakan latar sempurna untuk malam pertama mereka sebagai pasangan kontrak. Tapi bagi Lyanna, semuanya terasa seperti panggung dan dia hanyalah pemeran pengganti dalam drama hidup Lucian Raveheart.Dengan gugup, Lyanna menyesap air putih dari gelas kristal di depannya. Gaun hitam elegan yang diberikan oleh penata gaya Lucian membungkus tubuhnya dengan sempurna, membuatnya tampak seperti wanita kelas atas. Namun di dalam hati, ia tetaplah Lyanna si gadis yang selama ini bergelut dengan dua pekerjaan untuk menyambung hidup.“Berhenti terlihat seperti kau akan melarikan diri,” ucap Lucian tiba-tiba, suaranya tenang namun penuh tekanan.Lyanna menatap pria di hadapannya begitu dingin, begitu terkendali. Ia tak pernah membayangkan akan duduk semeja dengan pewaris tunggal Raveheart Corporation, apalagi sebagai ‘istri’ yang ia sewa untu