Share

Perang Reputasi

Penulis: Selly Aurelline
last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-21 11:53:38

Setelah nama Lyanna Raveheart merajai headline seluruh media, hidupnya berubah drastis. Ke mana pun ia melangkah, sorotan kamera dan suara teriakan wartawan menjadi makanan sehari-hari. Tak ada lagi kebebasan untuk sekadar berjalan-jalan santai atau duduk di taman tanpa pengawalan. Ia kini bukan hanya wanita biasa, tapi istri dari seorang pewaris Raveheart, nama yang punya bobot besar di dunia sosialita dan bisnis internasional.

Pagi itu, Lyanna berdiri di balkon kamar suite-nya yang menghadap langsung ke taman luas kediaman Raveheart. Rambutnya yang tergerai ditiup angin, dan matanya menatap jauh, kosong.

“Oh Tuhan... Ternyata hidup seperti ini tak seindah yang aku bayangkan,” gumamnya lirih. “Selalu diburu awak media dan tak bisa bebas ke mana pun sangat menyiksaku…”

Langkah kaki terdengar dari balik pintu. Lucian muncul dengan setelan santainya, kemeja putih yang hanya dikancing separuh dan segelas wine merah di tangan. Wajahnya tenang, tapi sorot matanya tajam, mengamati Lyanna yang tampak resah.

“Kau benar, Lyanna…” ucapnya sambil menghampiri dan menyodorkan gelas wine padanya. “Setelah kau menjadi istriku, kau tak bisa pergi sebebas dulu.”

Lyanna menoleh menatapnya. Mata mereka bertemu dalam hening.

Lucian meneguk winenya pelan, lalu berkata dengan suara yang dalam, “Dan karena itu, aku akan memberikan pengawalan padamu. Bukan hanya untuk keselamatanmu... tapi karena aku tahu dunia luar bisa sangat kejam, terutama terhadap seorang wanita yang mencuri pusat perhatian dari semua kalangan.”

Lyanna tersenyum miris. “Terdengar seperti ancaman lembut.”

Lucian tersenyum kecil, namun tak menjawab. Ia hanya memandangi wajah Lyanna dengan cara yang tak biasa ada rasa di balik tatapan dinginnya. Mungkin iba. Mungkin kagum. Atau mungkin, rasa yang lebih dalam mulai tumbuh perlahan.

..........................................................

Malam itu terasa sunyi. Deru angin malam Los Angeles terdengar samar dari balik jendela kamar utama mansion Raveheart. Lampu kamar menyala temaram, menyorot siluet tubuh Lucian yang berdiri di dekat ranjang dengan kemeja putih setengah terbuka, memperlihatkan lekuk dadanya yang kekar.

Di atas ranjang, Lyanna duduk memeluk lutut, mengenakan gaun tidur satin lembut warna gading yang Lucian pilihkan sendiri. Wajahnya memerah, gugup tapi tak lari. Ia tahu malam ini akan datang. Cepat atau lambat.

Lucian perlahan mendekat. Tatapan matanya gelap, bukan hanya karena hasrat, tapi juga karena rasa ingin tahu yang menggerogoti. Ingin memahami wanita misterius yang kini sah menjadi istrinya.

"Tak ada jalan kembali, Lyanna," bisiknya pelan, tangannya menyentuh pipi Lyanna, mengelus lembut.

"Aku tahu..." suara Lyanna nyaris tak terdengar.

Lucian menarik tubuh wanita itu ke dalam dekapannya. Ciuman pertama mendarat di kening, turun ke pelipis, lalu ke bibir Lyanna yang semula kaku, namun perlahan mulai merespons. Nafas mereka tersengal, suasana di antara keduanya membakar perlahan.

Saat jemari Lucian mulai membuka tali gaun Lyanna, ia berhenti. Tangannya membeku.

Mata Lyanna memejam, pasrah… dan dalam detik itulah Lucian menyadari sesuatu.

Tubuh wanita itu menegang tak wajar.

"Lyanna…" bisik Lucian, matanya menatap dalam. "Kau... belum pernah melakukannya?"

Lyanna menggigit bibir bawahnya. Pelan, ia mengangguk.

Lucian menegang. Matanya melebar, ekspresinya berubah dari penuh gairah menjadi bingung dan… terkesima.

"Di zaman seperti ini… kau masih perawan?" gumamnya, lebih seperti berbicara pada dirinya sendiri. "Sial... kau benar-benar seperti teka-teki yang tak bisa kutebak."

Lyanna menunduk. "Kalau kau ingin pergi… aku tidak akan menahanmu."

Lucian mendengus pelan. Ia mengusap rambut Lyanna, lalu berbalik dan menjatuhkan tubuhnya ke ranjang di samping wanita itu.

"Tidak, aku tidak akan menyentuhmu malam ini," katanya dingin, namun terdengar berat.

Lyanna terkejut menatapnya.

Lucian menoleh. "Bukan karena aku tak menginginkanmu. Tapi karena aku tidak akan menyentuhmu… sampai kau benar-benar menginginkannya. Aku bukan monster, Lyanna."

Dalam diam, Lyanna hanya bisa memandangi punggung Lucian yang kini membelakanginya. Ada haru yang mengendap di hatinya. Dan untuk pertama kalinya sejak mereka menikah, Lyanna merasa… sedikit aman di sisi pria itu.

............................................................

Pagi itu, suasana di mansion keluarga Raveheart terasa berbeda. Lucian tengah berada di ruang kerjanya, memandangi layar monitor yang dipenuhi artikel dan video tentang Lyanna yang menjadi sorotan publik.

Sementara itu, Lyanna sedang duduk di taman belakang dengan koran di tangan, wajahnya tampak murung meski berita tentang dirinya tampak begitu glamor.

"Sungguh lucu... baru beberapa minggu aku menjadi bagian dari keluarga ini, tapi rasanya hidupku sudah tak lagi milikku." Ucap Liana pelan.

Tak jauh dari sana, seorang wanita tampak memperhatikan dari dalam mobil mewah yang terparkir di seberang pagar mansion.

"Tunggu saja, Lyanna. Kau pikir dunia ini akan menerimamu begitu saja? Aku tidak akan membiarkan wanita tanpa asal-usul sepertimu menggantikan posisiku!" Ucap Selena dengan penuh kebencian.

Selena mengeluarkan ponselnya, lalu menghubungi seseorang.

"Pastikan kau dapatkan apa pun tentang masa lalu Lyanna. Aku yakin wanita itu menyimpan sesuatu. Dan jika tidak ada... kita akan buat seolah-olah ada."

Suara tawanya yang licik terdengar pelan namun dingin.

---

Lucian masuk ke kamar dan melihat Lyanna tengah diam di depan cermin.

"Apa yang sedang kau pikirkan?" tanya Lucian

"Apa aku terlihat seperti seseorang yang layak mendampingimu, Lucian? Publik bertanya siapa aku... mereka tak tahu apa pun tentang masa laluku." Gumam Lyanna.

Lucian mendekat dan memegang bahunya dari belakang.

"Biarkan mereka menebak. Aku tahu siapa kau sebenarnya, dan itu cukup."

Namun saat mereka hendak menciptakan ruang untuk kedekatan baru, sebuah pesan masuk ke ponsel Lucian. Isinya sebuah foto Lyanna beberapa tahun lalu saat Lyanna mencari sahabat nya di sebuah klub malam.

"Siapa yang mengirim ini...?" Lucian mendesis pelan.

Lyanna terkejut, "Lucian... aku bisa jelaskan..."

Lucian menatap tajam, "Siapa yang mencoba menyerangmu, Lyanna? Atau... ini memang bagian dari masa lalumu yang kau sembunyikan?"

..........................................

Lyanna menatap layar ponselnya dengan tangan gemetar. Matanya membesar saat melihat sebuah artikel dengan judul mencolok:

"Istri Pewaris Raveheart, Mantan Hostes Klub Malam?"

Artikel itu disertai potongan video blur yang menampilkan sosok wanita dengan rambut menyerupai Lyanna tengah melayani tamu pria di sebuah lounge malam.

"Apa-apaan ini..." bisik Lyanna, dadanya sesak oleh rasa panik.

Di sisi lain ruangan, Lucian yang baru saja kembali dari kantor menghampirinya. Wajah tampannya mengeras saat melihat isi layar ponsel istrinya. Ia menariknya pelan, lalu membaca setiap baris dengan rahang mengeras.

"Ini sampah," ucap Lucian tajam, membanting ponsel ke sofa. "Mereka mencoba menjatuhkanmu. Dan aku tahu siapa dalangnya."

"Tapi Lucian... Bagaimana jika keluarga Raveheart mempercayai berita ini? Mereka bisa... "

"...Mereka tidak berhak menilai perempuan yang kupilih dari berita sampah." Potong Lucian tajam. Tangannya meraih ponsel miliknya, cepat mengetikkan pesan.

Tak butuh waktu lama, ia menelpon seseorang, nada suaranya dingin.

"Marvin. Telusuri IP pengunggah video itu. Dan siapa pun yang menyebarkan fitnah ini, pastikan mereka tak bisa tidur nyenyak malam ini."

Baru saja panggilan ditutup, seorang pelayan datang dengan langkah hati-hati.

"Maaf mengganggu, Tuan Muda. Anda dan Nona Lyanna diminta menghadap Tuan Besar di ruang kerja sekarang juga."

Lyanna langsung menunduk. Napasnya tercekat. Sementara Lucian hanya menghela napas pelan, menyisipkan tangannya ke pinggang Lyanna dan membisik pelan,

"Aku di sini. Dan kita akan hadapi ini… bersama."

---

Lyanna menggenggam jemarinya erat, mencoba menahan gemetar yang sejak tadi menyelimuti tubuhnya. Langkah kakinya berat saat ia mengikuti Lucian memasuki ruang kerja Tuan Besar Alaric Raveheart. Aroma kayu tua dan ketegasan begitu kuat di ruangan itu, membuat udara seolah berhenti berhembus.

Tuan Besar Alaric duduk di balik meja kerja besar berukiran lambang Raveheart. Tatapan matanya tajam, menusuk langsung ke arah Lyanna yang berdiri setengah menunduk di samping Lucian.

Sebuah tab disodorkan ke arah Lucian.

“Lihatlah ini,” suara Alaric datar namun berisi bara yang tersulut. “Aku tak mengerti... darimana kau mendapatkan istrimu itu, Lucian?”

Lyanna menelan ludah. Ia tahu apa yang akan keluar dari mulut pria itu berikutnya, tapi mendengarnya langsung tetap terasa seperti pisau yang menyayat kulitnya.

“Aku memang memintamu menikah, bahkan kalau perlu dengan perjanjian kontrak. Tapi yang kuharapkan adalah wanita yang bisa menjaga kehormatan keluarga kita, bukan... seorang wanita yang bekerja sebagai hostes klub malam.”

Perkataan itu menghantam Lyanna seperti badai. Nafasnya tercekat. Airmata menitik, tak tertahan lagi.

Lucian mengepalkan tangan. Ia menatap Lyanna sejenak, melihat bagaimana wanita yang mulai ia kagumi itu nyaris runtuh karena satu tuduhan.

“Dad,” suara Lucian terdengar tegas, berbeda dari biasanya. “Lyanna bukan seperti yang tertulis di artikel itu. Dia seorang perawat. Memang... dia tak memiliki pekerjaan tetap saat ini, tapi dia bukan wanita rendahan.”

Alaric menyipitkan mata. “Dan bagaimana kau bisa yakin?”

“Karena aku mengenalnya... dan aku sudah menyuruh Marvin menyelidiki dalangnya. Akan segera terbukti kalau ini semua rekayasa.”

Lyanna menatap Lucian dengan mata berkaca-kaca. Ia tak menyangka pria itu begitu cepat membelanya—meski hubungan mereka awalnya hanyalah kontrak.

Alaric terdiam sejenak. Lalu ia menoleh pada Lyanna. “Kau bisa membantah apa pun... tapi ingat, nama keluarga ini tidak bisa ternoda. Sekali saja kau terbukti mempermalukan keluarga ini, maka kontrak atau tidak, kau akan langsung kuusir dari rumah ini.”

Lyanna menunduk dalam. “Saya mengerti, Tuan.”

Setelah mereka keluar dari ruangan itu, Lucian meraih tangan Lyanna.

“Aku janji, semua ini akan segera selesai. Kau gak sendirian, Lyanna.”

Lyanna hanya mengangguk, mencoba meyakinkan dirinya bahwa ia masih kuat berdiri—dan bahwa fitnah ini tak akan menghancurkannya.

_"Bersambung"_

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Lucian Tak Pernah Kalah

    Pagi itu, sinar matahari menembus tirai tipis kamar apartemen mereka, jatuh tepat di wajah Lyanna yang baru saja terbangun. Pandangannya sempat kabur, tapi begitu melihat sosok Lucian berdiri di depan cermin dengan setelan formalnya, ia langsung terduduk di ranjang. Ada rasa bersalah yang menusuk dadanya. Lucian tampak begitu berwibawa, kemeja putihnya terpasang rapi, dan kini jemarinya sibuk mengikat simpul dasi berwarna gelap. Tatapannya singkat terpantul di cermin, menangkap wajah Lyanna yang masih terlihat letih. "Ada apa, Lyanna? Kenapa kau seperti gelisah?" suara Lucian terdengar tenang, namun tetap mengandung ketegasan khas dirinya. Lyanna menggenggam erat selimut, suaranya lirih. "Maafkan aku, Lucian… aku terlambat bangun. Harusnya aku bisa membantumu bersiap." Lucian menoleh sebentar, menatapnya dengan tatapan yang sulit diartikan, antara dingin dan hangat. "Tak apa, Lyanna. Aku tahu kau lelah, itu sebabnya aku tak membangunkanmu." Lyanna terdiam, dadanya berdeg

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Berubah Dingin

    Lyanna duduk di kamar apartemen nya, menatap layar televisi yang sebenarnya tak ia tonton. Pikirannya tak kunjung fokus. Sejak pesta semalam, sikap Lucian terasa berbeda, lebih dingin, lebih penuh amarah. “Kenapa dia berubah begitu cepat…?” gumamnya lirih. Tangannya meremas ujung gaun rumah yang ia kenakan. Evelyn datang sambil membawa secangkir teh hangat. “Nyonya muda, sebaiknya Anda beristirahat dulu. Wajah Anda terlihat lelah.” Lyanna tersenyum samar. “Terima kasih, Evelyn. Aku hanya… menunggu kabar dari Lucian. Dia bilang rapatnya bersama Orion Group akan selesai sore ini. Tapi…” Lyanna menunduk, menahan resah. Evelyn menatap tuannya dengan iba. “Tuan muda memang selalu sibuk. Tapi saya yakin, ia memikirkan Anda.” Lyanna menghela napas panjang, mencoba meyakinkan dirinya sendiri. “Aku harap begitu…” Namun jauh di sana, tanpa ia ketahui, Lucian justru tengah berhadapan dengan sosok dari masa lalu yang bisa mengguncang seluruh kehidupannya. Di dalam lift, suasana tera

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Getaran Hati

    Musik lembut dari orkestra mulai mengalun, memenuhi ballroom yang dipenuhi cahaya lampu kristal. Para tamu undangan mulai menuju lantai dansa dengan pasangan mereka masing-masing. “Sekarang adalah saatnya untuk berdansa,” ucap pembawa acara dengan suara lantang namun elegan. Lucian otomatis mengulurkan tangannya pada Lyanna. Senyumnya dingin, namun tetap terjaga karena banyak mata yang memperhatikan. Dengan ragu, Lyanna menerima uluran tangan itu. Jemari mereka bertaut, dan tubuh Lyanna perlahan ditarik ke tengah lantai dansa. Semua pasang mata mengikuti setiap gerakan pewaris keluarga Raveheart dengan istrinya yang baru. Beberapa wanita bahkan berbisik iri, menatap Lyanna yang tampak anggun dalam balutan gaun putih gading yang membalut tubuh mungilnya. Lucian menundukkan sedikit wajahnya. “Ikuti langkahku,” bisiknya, nada suaranya kaku, seakan berdansa hanyalah kewajiban. Lyanna menahan napas, mencoba menyesuaikan diri. Awalnya canggung, namun perlahan tubuhnya mulai mengik

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Pertemuan di Pesta

    Malam ini adalah malam pesta anniversarry Alaric dan Marie Raveheart. Lampu kristal bergemerlap indah, musik lembut mengisi udara, dan para tamu undangan dari kalangan bangsawan serta pengusaha papan atas berdatangan dengan penuh wibawa. Lyanna muncul dari balik pintu ruang rias dengan anggun. Gaun berwarna emerald green membalut tubuh rampingnya, menonjolkan siluet indah sekaligus kesan elegan. Riasan wajah sederhana dengan sentuhan natural, serta rambut yang digelung rapi dengan beberapa helai anak rambut tergerai lembut di sisi wajah, membuat penampilannya begitu mempesona, anggun sekaligus memikat. Lucian yang sudah menunggu di ruangan itu, mengenakan setelan tuxedo hitam klasik dengan dasi kupu-kupu satin. Bahunya yang bidang dan postur tegak membuatnya tampak gagah dan berwibawa, seperti seorang pangeran modern. Sesaat matanya bertemu dengan Lyanna, langkah Lucian terhenti. Tatapan tajamnya yang biasanya dingin kini melembut, terpaku pada sosok istrinya. Senyum tipis ter

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Selena Kembali

    Marvin baru saja menerima instruksi dari Tuan Muda Lucian untuk menjemput Nyonya Muda Lyanna di mansion untuk menghadiri pesta anniversary Tuan Alaric dan Nyonya Marie Raveheart. Setelah memastikan detail persiapan, ia segera melangkah keluar dari mobil hitam yang terparkir di halaman depan. Namun, langkahnya mendadak terhenti. Dari kejauhan, di sisi jalan setapak yang dipenuhi bunga mawar, berdiri seorang wanita dengan rambut pirang panjang yang berkilau diterpa cahaya sore. Wajahnya begitu familiar, sebuah wajah yang pernah menghilang dari kehidupan keluarga Raveheart tepat sebelum hari pernikahan. Jantung Marvin berdegup lebih cepat. Ia berjalan tergesa, matanya tak lepas dari sosok itu, seakan tak percaya dengan dugaannya sendiri. Saat ia mendekat, wanita itu pun menoleh, menyunggingkan senyum tipis penuh intrik. Marvin tercekat. “Nona… Selena? Apa yang Anda lakukan di sini?” Selena Vallerine, wanita yang dulu hampir menjadi nyonya besar Raveheart itu menyilangkan tangan

  • Perjanjian Cinta Sang Pewaris   Fitting Gaun

    Hari ini adalah jadwal fitting busana untuk pesta anniversary ayah dan ibu Lucian, Alaric Raveheart dan Marie Raveheart, yang akan digelar lusa. Ruangan butik dipenuhi cahaya hangat, dan aroma parfum lembut menyelimuti udara. Lucian berjalan di sisi Lyanna, menatap setiap gerakannya dengan perhatian. Saat Lyanna mencoba membenarkan lipatan gaunnya, Lucian mencondongkan tubuh, mengusap lembut lipatan kain dengan jarinya. “Biarkan aku bantu,” ujarnya, suaranya hangat. “Kamu akan terlihat sempurna nanti.” Lyanna tersenyum, sedikit tersipu. “Lucian… kamu selalu terlalu perhatian.” “Kalau itu membuatmu nyaman, aku akan tetap begitu,” jawabnya sambil menunduk, matanya menatap Lyanna dengan lembut. Di sudut ruangan, terdengar bisik-bisik di antara karyawan butik. “Ternyata Tuan Muda Raveheart sangat romantis ya,” bisik seorang karyawan. “Kau benar… beruntung sekali Nyonya Muda Lyanna,” jawab yang lain, sambil tersenyum kecil. Para pengawal yang berdiri di dekat pintu pun tak

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status