Share

Bab 6

Bag 6

Pak Karsa tidak bisa berlama-lama di Jogja. Setelah ia mengantarkan istri dan juga bayi majikannya, ia langsung kembali lagi ke rumah Keluarga Kuncoro. 

Waktu sudah menjelang dini hari ketika Pak Karsa sampai di Desa Wingit. Mobil yang ia kendarai mulai memasuki gapura desa. 

Pak karsa melihat warga berjalan berbondong-bondong ke arah Barat. Laju mobilnya sengaja ia pelankan dan kacanya sedikit dibuka. 

"Ayo kita usir mereka!" terdengar orasi dari beberapa warga yang terlihat memimpin barisan paling belakang. 

'Usir? Siapa yang akan mereka usir?' ujar Pak Karsa membatin namun sungguh ia tak berani untuk bertanya. 

Semakin Pak Karsa melajukan mobilnya semakin terlihat panjang barisan para warga. Jumlah mereka semakin banyak, hingga sampai pada ujung depan.

Alangkah terkejutnya, ternyata mereka menuju ke sebuah rumah mewah bercat putih dengan temboknya yang menjulang tinggi, terlihat kontras dibandingkan dengan rumah-rumah disekitarnya yang mayoritas terbuat dari gedek bambu. Rumah itu adalah milik Keluarga Kuncoro. 

"Kuncoro, Wening, metu kowe! Dasar sekutu iblis!" teriak salah seorang warga yang berada di posisi paling depan.

"Kalian telah mendatangkan malapetaka di desa ini dengan melalukan pesugihan serta perjanjian dengan iblis. Kalian juga telah membuat nyawa banyak warga disini melayang untuk di jadikan tumbal. Pergi kalian dari kampung ini atau rumah kalian kami bakar!" teriak yang lainnya dengan lantang. 

"Usir, usir, usir!" sahut hampir seluruh warga yang telah berhasil mengepung rumah Keluarga Kuncoro. Di tangan mereka masing-masing sudah memegang senjata seperti, obor, pentungan dari kayu, dan juga celurit. 

Sementara di dalam rumah, para penghuninya terlihat sangat panik. Mereka tidak berani untuk menghadapi para warga yang tengah kalap tersebut. 

Pak Karsa yang tanggap jika sesuatu hal tak baik akan segera terjadi. Buru-buru menggeser mobilnya hingga kedepan pintu rahasia yang menjadi pintasan menuju ke rumah Keluarga Kuncoro. Bergegas masuk dan mencari keberadaan majikannya itu yang ternyata sudah berkumpul di ruang tamu. 

"Juragan ...," panggilan Pak Karsa seketika mengalihkan perhatian semua orang yang ada disana. 

Terlihat semua berwajah tegang termasuk Bu Wening yang tampak seperti sudah mau menangis. Tampak seorang bayi berada digendongannya tengah tertidur lelap seolah-olah tek merasa terusik sedikitpun dengan riuhnya suara di sekitarnya. 

"Karsa, gowonen kabeh lungo seko kene. Ben aku dewe seng tak ngadepi warga ndok ngarep kono. Metuo teko lawang samping. Lungo seng adoh seko kene ojok sampek keluarga Atmojo eroh nang ndi lungamu. Nek tekan suwene sak minggu aku ora mantuk nyusol, berarti aku ra sah dadi pengeling-eling," ujar Juragan Kuncoro memberi mandat kepada sang ajudan. 

{Karsa, bawalah semuanya pergi dari sini. Biar aku saja yang menghadapi mereka. Keluarlah melalui pintu samping rumah ini, pergi yang jauh. Jangan sampai keluarga Atmojo ada yang tahu keberadaan kalian semua. Jika sampai satu minggu lamanya aku belum menyusul kalian, maka lupakan saja aku gak usah di ingat-ingat}

"Tapi, Pak. Ibu emoh lungo ninggalno bapak dewe'an ndok kene. Mending bapak melu ae, bahaya, Pak. Keluarga Atmojo ki tegonan," pinta Bu Wening kepada suaminya. 

{ Tapi, Pak. Ibu gak mau pergi ninggalin bapak sendirian disini. Lebih baik bapak ikut kami saja, bahaya, Pak. Keluarga Atmojo itu sangat kejam.}

"Sampean manuto ae mbek aku, Bu. Ojo sampe okeh seng mati ndok kene, nek kabeh mati ndok kene sopo seng ape ngurusi cah-cah."

{Kamu nurut saja sama aku, Bu. Jangan sampai banyak yang mati disini. Kalau semuanya mati. Siapa yang akan mengurus anak-anak} 

"Tapi, Pak ...."

"Wes tho, rak osah ngenyel nek dikandani. Ndang metuo sak iki liwat samping omah, bapak wes ora iso nahan warga suwi-suwi." 

{Sudahlah, jangan ngenyel kalau di kasih tau. Cepat keluar sekarang lewat pintu samping rumah ini, bapak sudah gak mungkin bisa menahan warga lama-lama di luar}

"Sa, aku nitip sak kabehane. Nek onok opo-opo ambek aku, tulong jogonen kabeh. Awakmu eroh tho ndok endi leh ku nyimpen. Gunakno go sangu urep. Lungo seng adoh ojo sampek mbalik neh ndok deso iki. Nek wayah sak minggu aku ora nyusol, berati aku wea mati. Tulong ikhlasno aku, ben padang dalanku!"

{Sa, aku titipkan semuanya sama kamu. Jika nanti terjadi apa-apa sama aku, tolong jaga mereka semua.  Kamu tau kan dimana aku menyimpan harta benda? Gunakan itu untuk biaya hidup kalian. Pergi sejauh mungkin dari sini. Jika dalam waktu seminggu aku belum juga menyusul, itu tandanya aku telah mati. Tolong ikhlaskan!}

Mereka semua pun akhirnya pergi terkecuali Kuncoro. Meskipun berat, Bu Wening tetap menuruti perintah suaminya. Dengan deraian air mata ia melangkah keluar bersama dengan yang lainnya. 

'Keluarga Atmojo, urusanmu ambek aku gudu bojo lan anak putuku' gumam Kuncoro dalam batin. 

Sementara itu, Bu Wening, Pak Karsa dan beberapa orang lainnya sudah sampai di depan mobil. Bu Wening sangat syok melihat begitu banyaknya warga yang berkumpul di depan rumahnya sedang mengacung-acungkan senjata mereka. Ia melihat sosok yang sangat familiar berada di barisan paling depan sambil terus menggaungkan hasutan demi hasutan kepada para warga. 

"Atmojo" gumam Bu Wening. 

Benar saja, tak lama kemudian. Warga menjebol pintu rumah kediaman Keluarga Kuncoro. Mereka semua merangsek masuk kedalam. Terdengar riuh bunyi barang-barang pecah dan benda-benda dibanting. Bu Wening yang mendengar serta menyaksikan itu semua reflek berteriak. 

"Bapak ...!!!" 

Ia hendak lari masuk kembali kedalam rumah, tetapi buru-buru di cegah oleh Pak Karsa. 

"Ngapunten, Ndoro putri. Sumonggo mantuk teng lebet, jangan sampai pengorbanan Juragan menjadi sia-sia. Diantara kita harus ada yang hidup guna menuntut balas untuk mereka!" ujar Pak Karsa tegas dan penuh penekanan. 

Ia terpksa harus sedikit keras terhadap Bu Wening. Karena ia sadar, jika suatu saat harus ada yang bisa membalaskan semuanya kepada Keluarga Atmojo.

"Tapi aku ndak tego, Karsa. Melihat masa yang begitu banyaknya, suamiku pasti kalah telak," ujar Bu Wening berurai air mata.

Sejujurnya, Pak Karsa pun sangat paham akan hal itu. Jika boleh memilih, ingin sekali dirinya membantu Juragan Kuncoro untuk melawan para warga dan Keluarga Atmojo.

Namun, saat ini ada yang lebih penting dari itu semua. Yakni, permintaan sang Juragan yang memberinya mandat untuk menyelamatkan istri dan anaknya.

Pak Karsa tak berdaya untuk menolaknya, bukan karena takut dipecat. Akan tetapi, sebagai bentuk pengabdiannya yang setia kepada keluarga ini.

Pak Karsa sudah menganggap mereka semua adalah bagian dari hidup dan keluarganya. Wajib baginya untuk senantiasa melindungi keluarga ini dari siapapun meski nyawanya harus menjadi taruhannya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status