Beranda / Pendekar / Perjanjian Leluhur / 02. Cermin Mustika

Share

02. Cermin Mustika

Penulis: Enday Hidayat
last update Terakhir Diperbarui: 2022-02-21 08:45:46

Ratu Purbasari tampak murung memandang cermin besar di sudut kamar. Cermin ajaib itu terlihat kosong tidak memberi petunjuk apapun.

Ia kuatir Cermin Mustika murka karena situasi kerajaan sedikit kacau dengan adanya pemberontakan di wilayah barat. Negeri gemah ripah loh jinawi terkotori oleh tangan serakah.

"Kekacauan terjadi bukan kesalahan istana," hibur Pangeran Wikudara. "Ketamakan Tapak Mega membuat rakyat tercekam. Jadi tidak ada alasan Cermin Mustika murka kepada dinda."

"Besok malam adalah purnama yang dijanjikan," keluh Ratu Purbasari. "Tanggal 23 kliwon adalah hari leluhur kita bersumpah di altar kehidupan."

"Dengan demikian pemuda itu sudah genap berusia 23 tahun," kata Pangeran Wikudara sambil duduk di kursi bertahtakan permata. "Apakah peristiwa seperti ini pernah terjadi sebelumnya di jaman mendiang ibu suri?"

"Belum pernah," sahut Ratu Purbasari dengan wajah mendung. "Cermin Mustika biasanya memberi kabar setiap perkembangan calon terpilih, baik kebaikan maupun keburukan. Untuk generasi terakhir, ia hanya memberi gambaran satu kali ketika syukuran 40 hari. Ia memberi tahu nama anak itu Cakra Agusti Bimantara."

"Sungguh aneh," gumam Pangeran Wikudara. "Apakah ada acara ritual yang terlupakan?"

"Tidak ada," jawab Ratu Purbasari. "Setiap tahun acara ritual diadakan tepat waktu."

"Lalu apa sebabnya?" tanya Pangeran Wikudara tak habis pikir.

"Aku kira masa berlaku perjanjian leluhur sudah berakhir. Generasi ketujuh adalah akhir dari perjanjian. Bukankah di dunia kanda terkenal sebutan tujuh turunan?"

"Dalam lembaran kerajaan tidak disebutkan masa berlaku perjanjian leluhur, jadi tidak berbatas waktu. Lagi pula, jika perjanjian sudah berakhir, mengapa Cermin Mustika memberi gambaran saat pemuda itu berumur 40 hari?"

Ratu Purbasari terdiam. Kepalanya hampir pecah memikirkan misteri ini. Ia percaya calon terpilih masih hidup dan tumbuh besar seperti manusia kebanyakan. Kalau mendapat bahaya, Cermin Mustika pasti memberi pertanda untuk segera dikirim pertolongan.

Sebuah prasangka buruk melintas di benak sang ratu, ia berkata dengan hati-hati, "Apakah Cakra menolak untuk dijodohkan? Ia membentengi diri dengan ilmu kebatinan sehingga tidak dapat diteropong Cermin Mustika?"

"Klan Bimantara tidak memiliki ilmu semacam itu. Mereka hanya dibekali ilmu bela diri untuk meringankan tugas pengawal bila menghadapi ancaman. Ilmu itu bukan apa-apa bila dibanding bangsa dinda."

"Bisa saja orang tuanya minta bantuan orang pintar untuk mengakali Cermin Mustika."

"Untuk apa mereka melakukan perbuatan sia-sia? Perjanjian leluhur adalah takdir."

Mereka pasti terkena kutukan jika berani melanggar. Generasi ketiga sempat menentang karena sudah memiliki pujaan hati. Kemudian kekasihnya meninggal tanpa menderita sesuatu penyakit. Klan Bimantara sempat curiga kematian itu akibat perbuatan oknum istana. Namun mereka bukan bangsa yang suka berbuat jahat kepada manusia.

"Mahameru menunggu titah di luar pesanggrahan," ujar Ratu Purbasari. "Ia pasti gelisah menunggu aku keluar."

Mahameru adalah mahapatih kerajaan. Seluruh hidupnya diabdikan buat sri ratu. Ia memilih hidup sendiri karena keberadaan anak istri dikuatirkan mengganggu pengabdiannya.

Adipati Kadipaten Barat menawarkan puterinya untuk dipersunting, namun Mahameru menolak secara halus. Di daerah itu sedang terjadi konflik, pemberontak bisa memanfaatkan situasi dengan menculik sang istri untuk menaikkan posisi tawar. Ia berprinsip tak ada kompromi dengan pemberontak.

Patih gagah perkasa itu menurunkan tubuh dengan sebelah lutut menyentuh lantai, diikuti semua penjaga utama, memberi penghormatan atas kedatangan Ratu Purbasari di pintu pesanggrahan.

"Salam hamba untuk gusti ratu," kata Mahameru.

Kemudian mereka duduk bersila di lantai beralaskan permadani, kepala tertunduk menunggu sabda Ratu Purbasari yang duduk di kursi bertahtakan mutiara.

"Hingga detik ini Cermin Mustika belum memberi petunjuk kepadaku," ucap Ratu Purbasari. "Malam perjanjian semakin dekat. Maka itu aku perintahkan kepada mahapatih untuk pergi ke alam manusia, mencari Cakra Agusti Bimantara di pub, bar, diskotik, kafe, restoran, tempat para bangsawan manusia berkumpul."

"Titah baginda ratu hamba junjung tinggi," ujar Mahameru.

"Bawa tiga prajurit pilihan untuk menemani."

"Titah baginda ratu hamba junjung tinggi."

Kemudian Ratu Purbasari memberi perintah kepada dayang pribadi yang duduk bersimpuh di samping kursi, "Berikan gawai kepada mahapatih untuk berkomunikasi denganku. Ia tidak boleh melakukan Sambung Kalbu guna menghindari kecurigaan manusia."

"Baik, kanjeng ratu." Dayang beringsut menyerahkan gawai kepada Mahameru.

Sambung Kalbu adalah media komunikasi bangsa Incubus untuk hubungan jarak jauh lewat percakapan dari hati ke hati. Keunggulan Sambung Kalbu adalah tidak membutuhkan pulsa.

Bangsa mereka juga biasa berhubungan intim jarak jauh melalui Sambung Rasa. Sensasinya hampir sama dengan bermesraan secara langsung. Ratu Purbasari sering melakukan Sambung Rasa dengan Pangeran Wikudara jika berkunjung ke daerah.

"Jangan gunakan ilmu bangsamu di negeri manusia agar mereka tidak curiga," pesan Ratu Purbasari. "Mereka makhluk lemah lembut jika engkau berlaku ramah."

"Titah baginda ratu hamba junjung tinggi," sahut Mahameru. "Patik undur diri."

Setelah melakukan penghormatan, Mahameru beringsut pergi dari hadapan Ratu Purbasari.

Ia berjalan menuju ke bangsal prajurit di sebelah timur istana untuk memanggil tiga prajurit pilihan yang akan dibawa ke alam manusia.

Di persimpangan menuju ke taman sari, Mahameru bertemu dengan Dewi Anjani. Ia ditemani Nirmala, dayang pribadi yang merawatnya sejak bayi sampai tumbuh dewasa menjadi puteri yang cantik jelita, juga didampingi Gentong Ketawa, pengasuh yang bertugas menghibur puteri mahkota bila bermuram durja.

Mahameru memberi penghormatan, "Salam patik untuk tuan puteri."

"Hendak ke mana gerangan Paman Patih kelihatan tergesa-gesa sekali?" tanya Dewi Anjani.

"Patik akan menjemput calon pangeran di malam perjanjian."

"Ibunda ratu sudah memperoleh petunjuk dari Cermin Mustika?"

"Belum, tuan puteri."

"Aku ada petunjuk buat Paman Patih."

Mahameru tampak gembira. Ia memandang dengan penuh ingin tahu.

"Sungguhkah tuan puteri?"

"Aku semalam mimpi berjumpa dengan sang pangeran."

Mahameru makin bersemangat, ia bertanya, "Di mana gerangan, tuan puteri?"

"Ia tinggal di rumah bilik di kaki gunung berapi."

"Lagi week end di cottage barangkali, tuan puteri," ralat Nirmala. "Masa pangeran tinggal di rumah bilik?"

"Ia tinggal di situ, Bibi Nirmala. Penduduk memanggilnya kid slebew."

Mahameru tampak kecewa. Ia berkata dengan lemas, "Namanya Cakra Agusti Bimantara, bukan kid slebew. Baiknya tuan puteri hati-hati, patik kuatir ada manusia berilmu tinggi mencoba masuk ke dalam mimpi untuk mempengaruhi tuan puteri tentang pangeran impian."

"Aku mendengar ada suara tanpa wujud memberi tahu kalau ia adalah pangeranku."

"Tuan puteri melihat pangeran sedang apa?"

"Ia lagi berjalan di atas pematang sawah sambil memanggul pacul."

Mahameru terpana, kemudian pamit, "Maaf tuan puteri, patik harus segera ke padepokan prajurit."

Mahameru pergi tergesa-gesa. Tuan puteri sudah terpengaruh mimpi sesat. Pasti ada manusia berilmu tinggi mencoba menembus alam bawah sadarnya. Manusia jahat yang ingin menguasai puteri mahkota. Ini jadi tanggung jawabnya setelah beres mencari sang pangeran.

"Paman Patih seperti tidak percaya padaku," kata Dewi Anjani sambil melanjutkan langkah menuju ke taman sari.

"Maaf tuan puteri," sahut Nirmala. "Hamba juga tidak percaya kalau pemuda dalam mimpi itu adalah sang pangeran. Setahu hamba klan Bimantara adalah orang terhormat. Mereka saudagar kaya. Jadi pemuda pemanggul pacul itu bukan pangeran, tapi anak petani sedang memenuhi panggilan nasib. Hamba harap tuan puteri tidak bercerita kepada ibunda ratu, beliau pasti marah besar."

"Ibunda ratu adalah pemimpin yang sangat bijaksana, Bibi Nirmala. Ia tidak memandang seseorang berdasarkan pangkat dan kedudukan."

"Persoalannya adalah tuan puteri bermimpi tentang calon pendamping hidup. Pemuda itu betul bangsa manusia, tapi bukan sang pangeran."

"Bagaimana kau bisa begitu yakin, Bibi Nirmala?"

"Pangeran itu biasanya naik Lamborghini, Bugatti, Ferarri, bukan memanggul pacul."

Dewi Anjani menoleh ke arah Gentong Ketawa, dan bertanya, "Kau juga tidak percaya, Gentong?"

Gentong Ketawa terpaksa tersenyum melihat bola mata yang menawan itu sedikit berawan.

"Tentu saja hamba percaya pada tuan puteri," jawabnya. "Bagaimana rupa sang pangeran, apakah sangat tampan?"

"Itulah yang membuat aku penasaran," keluh Dewi Anjani muram. "Aku melihat dari belakang, jadi tidak tahu persis bagaimana rupanya."

"Tapi pasti sangat tampan."

"Mimpi itu selalu terbayang di pikiranku. Bagaimana kalau aku melihat wajahnya? Pasti tidak enak makan dan tidur. Inikah yang dinamakan jatuh cinta?"

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Perjanjian Leluhur   397. Puri Abadi

    Raden Manggala bersama beberapa pembantu dekatnya mengadakan perjamuan makan malam yang dihadiri dua ratus istrinya. Perempuan-perempuan muda dan cantik itu pergi ke Puri Abadi secara sukarela tanpa sepengetahuan suami atau orang tua sehingga dikabarkan diculik. Kebiasaan jelek warga kampung Luhan adalah menyebarkan berita tanpa menyaring dahulu kebenaran berita itu. Memicu kegaduhan dengan berbagai modus diakui sebagai hak asasi bangsa Luhan. Mereka bangsa yang bodoh. Bangsa yang mencontek sepenuhnya kebebasan dengan mengangkangi norma yang ada. Bangsa Luhan terlihat maju padahal sesungguhnya tengah menuju kehancuran hakikat. "Perjuangan takkan pernah padam laksana api abadi," kata Raden Manggala. "Kita tinggalkan para pecundang yang menginginkan imbalan semata. Aku akan berusaha memberikan kehidupan yang lebih baik bagi kalian." Semua wanita yang menghadiri perjamuan tidak tahu kalau hidangan mewah di hadapan mereka adalah hasil rampokan. Mereka mengira semua itu hasil usaha p

  • Perjanjian Leluhur   396. Menolak Ampunan

    Cakra banyak memiliki waktu senggang. Ia sudah memantau keadaan di jazirah tirta dan jazirah bentala dengan ilmu Selubung Khayali, situasi cukup kondusif. Kelompok pergerakan di kerajaan Segara bukan ancaman serius secara global, skalanya sangat kecil. Maka itu Cakra tidak keberatan ketika istana mengadakan pesta tujuh hari tujuh malam untuk janji suci mereka. "Pesta itu untuk rakyat," kata Nawangwulan. "Kita tidak perlu hadir sepanjang waktu." Mereka meninggalkan kemeriahan pesta dan memilih beristirahat di kamar pengantin. "Adakah kearifan lokal di jazirah tirta yang terlewati?" tanya Cakra. "Di jazirah bentala, malam pertama disaksikan oleh ayah dan ibu mertua." "Di jazirah tirta malam pertama dihabiskan putera mahkota di pesanggrahan ibu mertua, sebagai hadiah perkawinan." Sebuah tradisi yang sangat memanjakan Cakra. Ratu Pagedongan sangat menawan dan segar sehingga usia hanya bilangan. Cakra berlagak bodoh. "Maksudmu numpang tidur di ranjang ibu mertua?" "Ranjang bu

  • Perjanjian Leluhur   395. Ratu Pengantin

    Dengan bantuan energi intisari roh, Cakra berhasil memindahkan harta di kediaman adipati ke rumah Adinda yang kini kosong. "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut ke istana," kata Cakra. "Warga kampung Luhan pasti curiga kalau aku sewa kereta barang. Apakah aku minta bantuan Nawangwulan saja?" Ratu Kencana muncul di kamar tirakat. Cakra tersenyum senang. "Kebetulan!" seru Cakra. "Kebetulan apa?" sergah Ratu Kencana. "Kebetulan kau ingin digampar?" "Aku butuh kereta barang untuk mengangkut harta karun ke istana. Dapatkah kau menciptakan binatang penarik bertenaga super?" "Tidak ada ilmu yang bisa menciptakan makhluk hidup, tapi kau bisa menciptakan tiruannya." "Betul juga! Lalu kau datang mau apa?" Plak! Plak! "Aku ingin menamparmu!" geram Ratu Kencana. "Aku menjadi gunjingan di semua jazirah gara-gara kau!" Pasti soal bercinta lagi, batin Cakra kecut. Ratu itu sangat jengkel dibilang mentransfer ilmu lewat kemesraan. "Kau mestinya memberi klarifikasi

  • Perjanjian Leluhur   394. Generasi Nasi Bungkus

    Kampung Luhan gempar. Penggerebekan rumah Adinda oleh pasukan elit Kotaraja sangat mengejutkan. Gelombang protes muncul secara sporadis. Mereka menganggap penangkapan lima puluh wanita dan beberapa petugas keamanan sangat beraroma politis. Adipati Butong laksana kebakaran jenggot, padahal tidak berjenggot. Ia bukan meredam massa yang berdemo di depan kantor kadipaten, malah semakin membangkitkan amarah. "Tenang! Tenang! Beri saya kesempatan untuk berbicara!" Warga berusaha diam, kebanyakan orang tua perempuan yang ditangkap. "Saya tidak tahu apa-apa dalam peristiwa itu! Istana tidak berkoordinasi dengan saya! Saya akan melancarkan protes keras pada istana!" "Bukan protes! Bebaskan anak kami! Mereka tidak bersalah!" "Pasukan elit sudah berbuat sewenang-wenang! Mereka membawa anak kami ke Kotaraja untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang tidak mereka lakukan!" "Bebaskan anak kami!" "Bebaskan istri kami!" "Tenang! Tenang! Beri saya waktu untuk menyelesaik

  • Perjanjian Leluhur   393. Tuan Khong

    "Selamat pagi, Tuan Khong!" Seluruh pelayan di dapur mengangguk hormat menyambut kedatangan kepala koki di pintu masuk. "Ada yang sakit pagi ini?" "Tidak ada, Tuan Khong." "Bagus." Khong mendatangi Chan Xian yang tengah menyiapkan minuman hangat. "Bagaimana kabarmu hari ini?" tanya Khong. "Pagi terindah bagiku," jawab Chan Xian. "Kau pasti mendapat gift universe lagi." Pelayanan kamar yang memuaskan akan menerima uang tip besar dari tamu. Chan Xian adalah primadona di penginapan termewah di Butong. Chan Xian terlihat sangat ceria, padahal hatinya menderita. "Aku dapat sepuluh gift universe pagi ini. Entah karena pelayanan yang memuaskan atau karena kecantikan diriku." "Perempuan cantik selalu memuaskan." Khong adalah kepala koki mata keranjang. Beberapa asisten koki sering tidur dengannya. Chan Xian pasti sudah jadi korban kalau bukan puteri mahkota. Semua pegawai menaruh hormat kepadanya. Chan Xian menjadi asisten koki secara sukarela. Ia tinggal di rumah mewah dengan

  • Perjanjian Leluhur   392. Bukan Hanya Milik Puteri Mahkota

    Hari sudah pagi. Cakra bangun dan pergi mandi, kemudian berpakaian. Jie masih tertidur pulas di pembaringan. Cakra menghubungi Nawangwulan lewat Sambung Kalbu. "Sayang...!" pekik puteri mahkota Segara gembira. "Ada apa menghubungi aku?" "Aku ada informasi penting," sahut Cakra. "Lima puluh istri Manggala akan mengadakan pertemuan rahasia di rumah Adinda, kepala front office kastil Mentari, dengan modus party dance." "Sayang ... kau berada di kampung Luhan?" "Ikan paus membawa diriku ke mari." "Ia ratu siluman. Ia sering menolong kesatria yang ingin berkunjung ke negeriku." "Tapi jutek banget." Nawangwulan tertawa lembut. "Ia biasanya minta upah ... barangkali ia sungkan karena kau adalah calon garwaku, ia jadi bete." "Dari mana ia tahu aku calon garwamu?" "Seluruh penghuni samudera sudah tahu kabar itu, dan Ratu Paus bukan sekedar tahu, ia mengenal sosokmu." Upah yang diminta pasti bercinta. Edan. Bagaimana ia bercinta dengan ikan paus? Siluman ikan biasanya hanya berubah

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status