"Kau mau bermalam di sini, anak muda?" tanya Tabib Kebab. "Bagaimana kalau prajurit kerajaan datang lagi?""Mereka pasti mengira aku sudah pergi ke perbatasan dengan jalan kaki," sahut Jaka. "Jadi kemungkinan kecil datang lagi."Tabib Kebab tersenyum. "Kau cerdik, anak muda. Kau bisa memperdaya prajurit kerajaan, berarti kau juga bisa menipu aku dengan mudah.""Jadi kau curiga aku akan menipumu, Kek?" tatap Jaka tidak enak. "Baiklah, aku bayar di muka. Berapa sewa kamarnya?""Kamar itu tidak disewakan, anak muda. Aku menerimamu karena kau kesulitan mencari tempat bermalam.""Lalu apa maksudnya aku bisa menipumu dengan mudah?" tanya Jaka penasaran.Tabib Kebab menatap dengan selidik. "Mengapa kau mengajak bertukar jubah? Apa jubah itu bermasalah?""Katamu jubah ini biasa dipakai para pangeran. Aku bukan pangeran. Maka itu aku mengajak tukaran.""Kau adalah bangsawan Asir. Jadi sangat pantas memakai jubah itu. Yang aku heran, bangsawan Asir memiliki jubah tersendiri, mengapa kau tidak me
Patih Mahameru yang sedang menikmati hidangan pagi menatap prajurit di hadapannya tanpa berkedip. "Calon pangeran pergi ke perbatasan kadipaten?""Ya, tuanku," jawab prajurit senior. "Satu pleton anggota pasukan lagi menyusul."Pria gagah yang berpakaian ala pendekar itu terduduk lemas di kursi. Menunda makan. Pencarian jadi semakin sulit. Jaka Slebor sangat cerdik sehingga dapat mengelabui prajurit yang berjaga di perbatasan."Calon terpilih bisa mati kelaparan di Hutan Gerimis," kata Bagaspati yang menemani patih makan pagi. Mereka bersantap di sebuah restoran penginapan mewah. "Hutan itu sangat indah dan asri, namun tak ada apapun untuk dimakan.""Ia terlalu pintar untuk mati kelaparan," kata Patih Mahameru. "Aku malu pada baginda ratu untuk melaksanakan tugas kecil saja tidak mampu.""Maafkan aku selalu terlambat dapat informasi," ujar Bagaspati. "Kepala telik sandi rasanya terlalu tinggi untukku.""Kita berdua adalah orang bodoh yang beruntung," tukas Patih Mahameru dengan wajah b
Lelaki berbadan tegap dan berwajah tampan itu tertawa senang mendengar penuturan ahli nujum."Jadi Mahameru gagal memboyong calon pangeran ke istana? Apakah pemuda yang bernama Jaka Slebor itu berilmu tinggi, Renggana? Ia pantas bersanding dengan puteriku, Srikiti, kalau benar demikian."Gadis berparas cantik yang duduk di sampingnya menggerutu, "Memangnya aku cangklong ditawarkan kepada setiap lelaki?""Aku tidak menawarkan kamu kepada setiap lelaki, aku menawarkan anakku kepada lelaki dari bangsa manusia. Aku sangat ingin memiliki cucu dari perkawinan antar bangsa."Pangeran Penamburan menatap ayahnya separuh protes. "Jadi aku tidak berguna bagi Abah?""Tentu saja sangat berguna! Aku ingin kau menikah dengan Dewi Anjani agar kita bisa menguasai seluruh kerajaan!"Pangeran Penamburan adalah putra sulung Tapak Mega. Ia gembira mendapat dukungan penuh ayahnya. Dewi Anjani adalah perempuan impiannya. Ia tidak peduli dengan kekuasaan, ia hanya menginginkan puteri tercantik di negeri ini j
Hari menjelang senja. Jaka melambatkan lari kuda dan berhenti di bawah pohon rindang. Kuda sangat lincah dan tangguh, larinya jauh lebih cepat dari kuda Thoroughbred pemegang Guinness World Records. "Kamu belum punya nama, aku kasih nama apa ya?" cetus Jaka sambil menambatkan tali kuda pada akar yang menonjol di permukaan tanah. "Aku kasih nama Kylian Mbappe...fans PSG pasti marah. Aku kasih nama koruptor...kamu pasti marah. Ya sudah...Gemblung saja."Kuda membutuhkan cukup banyak air. Jaka membawa bumbung panjang untuk persediaan. Satu tabung bambu itu cukup untuk persediaan air satu hari. Untuknya, wedang lemon separuh kantong cukup untuk beberapa hari perjalanan. Jaka diberi tahu Gayatri kalau di Hutan Gerimis tidak ada persediaan air dan makanan. Hanya pendekar yang memiliki ilmu Cipta Saji berani mengembara di hutan itu. Banyak pohon buah-buahan tumbuh tapi tidak pernah berbuah. Umbi-umbian juga begitu. Maka itu Jaka minta perkakas pisau kepada Gayatri, awalnya dikasih golok pu
Kakek berselempang putih ternyata sungguh-sungguh dengan ucapannya. Kantong minuman dan buntalan bekal tetap kosong saat Jaka bangun di pagi hari. Ia harus menunggu si kakek buang air besar dan buang air kecil kalau semua itu ingin kembali! Siapa sudi! Perutnya terasa lapar. Kambing saja tidak berselera makan tanaman di pagi buta begini. Masa ia harus memecahkan rekor? Kuda meringkik kehausan habis makan rumput yang tumbuh subur di sekitar."Aku saja belum ngisi perut," omel Jaka. "Kau minta minum. Dasar gemblung...! Oh iya, nama kamu kan Gemblung."Jaka beranjak bangkit untuk mengambil tabung bambu di rumpun pisang. Ia lihat isinya hampir penuh, cukup untuk persediaan satu hari. Ia lepas bumbung dari lubang batang pisang.Kemudian ia menuangkan air bumbung ke dalam panci kecil sampai penuh. Dalam sekejap ludes diminum kuda."Haus sekali kau," kata Jaka sambil mengisi lagi panci itu, dan ludes lagi. "Sudah cukup."Kuda meringkik keras seakan protes. Jaka jadi jengkel. Ia tuangkan air
Si Sanggul Miring, Bidadari Penabur Cinta, dan Kupu-kupu Madu berlari dengan cepat di udara. Mereka menjadikan daun rimbun sebagai titian."Aku mencium bau manusia...," kata si Sanggul Miring. "Jaka Slebor kayaknya ada di sekitar sini.""Beruntung sekali kita," ujar Kupu-kupu Madu. "Baru sampai di Hutan Gerimis langsung bertemu dengan orang yang kita cari."Di kejauhan terlihat Jaka memacu kuda sekencang-kencangnya di antara pepohonan. "Nah, itu orangnya...!" seru si Sanggul Miring. "Ayo kita kejar...!"Mereka mempercepat larinya memburu kuda yang berlari kencang melewati pepohonan. Jarak mereka semakin dekat. Jaka merasa tidak ada kesempatan untuk kabur, ia berkata, "Berhenti, Gemblung...! Percuma kau keluarkan seluruh tenaga, mereka mampu mengejar."Kuda berhenti berlari. "Lalu bagaimana nasib Yang Mulia?""Jangan panggil aku Jaka Slebor kalau tertangkap oleh perempuan."Si Sanggul Miring dan komplotannya mendarat dengan ringan di tanah. Jaka duduk dengan tenang di atas punggung ku
Jaka jadi bisa mengetahui bahaya sejak dini dengan adanya perubahan secara drastis pada kemampuan panca inderanya, sehingga perjalanan hari itu aman dari gangguan. Jika ada suara mendekat, ia segera menjauh.Jaka beristirahat di bawah pohon besar saat matahari tenggelam di ufuk barat. Ia duduk di antara dua akar pipih sehingga cukup tersembunyi dari penglihatan para pendekar yang memburunya."Kau sembunyi di rumpun tanaman perdu, Gemblung," kata Jaka sambil meneguk air mata bidadari. "Jadi tidak gampang ketahuan oleh mereka." "Aku takut, Yang Mulia.""Takut apa?""Biasanya tengah malam sering muncul suara-suara seram.""Masa kamu takut sama suara seram? Suaramu jauh mengerikan!""Jangan menghinaku, Yang Mulia.""I'm sorry if those words offended you.""Bahasa apa itu, Yang Mulia?""Bahasa pemersatu dunia.""Pasti tidak termasuk duniaku."Jaka tidak banyak bercakap lagi. Rasa kantuk menyergap matanya. Ia tertidur sampai kemudian terbangun tengah malam karena mendengar suara perempuan m
Kakek berselempang putih memeluk Jaka ketika sepasang suami istri melompat turun dari pucuk daun dan mendarat dengan sempurna di tanah berumput di sekitar mereka."Kek...," bisik Jaka kaget. "Jangan begini.... Aku suka perempuan...!""Aku juga. Perempuan di depan kita sangat cantik dan seksi, bagaimana menurutmu?""Aku setuju. Jadi tolong lepaskan pelukanmu.""Aku suka geregetan ingin memeluk kalau lihat perempuan cantik.""Iya...tapi jangan lampiaskan ke aku.""Terus sama siapa?""Di sampingmu ada yang lebih menggairahkan.""Memeluk kuda maksudmu? Sialan kau, anak muda!"Jaka kenal dengan sepasang suami istri itu. Mereka pernah bertemu di Puri Mentari saat menonton pertunjukan Nyai Penghasut Birahi. "Sepasang Gagak Putih....!" seru Jaka tercekat. "Mereka juga turun tangan untuk mencariku...!" "Rupanya kau sudah tahu siapa pendekar yang mencarimu. Mereka adalah tokoh terpandang dalam dunia perkelahian di seantero kerajaan. Ilmunya sangat tinggi.""Dan ilmu kakek sangat rendah, berani