Netraku membulat sempurna ketika melihat isi kotak yang diberikan Kakek Jaya.
Sebuah kalung yang begitu indah. Sangat indah. Dan juga sebuah kunci. Tapi aku sendiri tidak tahu itu kunci apa.
Di dalam kotak tersebut terselip sebuah surat.
Untuk Kanaya, cucu mantu tersayang.
Kanaya. Kakek berharap, kamu mau memakai kalung tersebut.
Sebelum neneknya Yogi meninggal, dia pernah berpesan agar kalung tersebut diberikan pada siapapun perempuan yang menjadi istrinya, Yogi. Dan Kakek sudah memenuhi wasiat dari neneknya Yogi.
Sedangkan untuk kunci. Kamu simpan baik-baik! Jangan sampai siapapun tahu tentang kunci tersebut! Bahkan Yogi sekalipun.
Suatu saat, kamu pasti akan membutuhkan kunci itu.
Salam sayang dari Kakek Jaya.
Memangnya ini kunci apa? Kenapa Kakek memberikannya padaku? tanyaku dalam hati dengan begitu penasaran.
"Apa isi kotak itu, Nay?"
Segera kusimpan kunci dan surat di kantong celana sebel
"Dari tadi Kakek perhatikan, sikap kalian tidak seperti biasanya? Ada apa? Kalian sedang bertengkar?" Setelah kejadian tadi malam, sikap Pak Yogi lebih banyak diam. Ya ... meskipun setiap hari memang cuek, tapi ada kalanya dia bicara. Meskipun menyebalkan. Apa dia marah karena kejadian tadi malam? Aku 'kan tidak sengaja tidur di kasurnya. Lagian aku sudah berusaha bangunin, juga. Terus. Salahku di mana? "Ng - ngga ada apa-apa kok, Kek," jawabku dengan senyum kaku. "Mas Yogi mau sarapan roti pake selai apa? Biar Naya ambilin?" Aku berusaha bersikap perhatian. Semua ini kulakukan untuk Kakek Jaya. Sama sekali Pak Yogi tidak menanggapi ucapanku. Hih, benar-benar ya, nih, cowok. Kaya' anak kecil saja ngambeknya. "Sayang ... pake selai apa?" tanyaku dengan suara halus sembari menginjak kakinya. "Aaa ...," teriak Pak Yogi karena kakinya kuinjak. "Ada apa, Gi? Kamu seperti kesakitan." Pak Yogi men
POV Author--------Yogi segera mengunci pintu kamar setelah Kanaya keluar dengan membawa bunga yang sangat mengganggunya."Lama-lama bisa gila menghadapi kelakuan Kanaya. Kenapa bisa, waktu itu saya memilih dia untuk perjanjian menikah selama enam bulan? Hahh ..., tapi semua sudah terjadi," gerutu Yogi dengan memegang kepala.Baru saja Yogi sedikit tenang. Tiba-tiba Kanaya sudah balik lagi.Dok dok dok"Pak Yogi ... bukain pintunya! Saya mau ambil ponsel!" teriak Kanaya dengan terus menggedor pintu."Hari ini kamu tidak boleh masuk kamar, Nay! Saya mau istirahat tanpa ada gangguan dari kamu.""Okey. Tapi ambilin ponsel dan baju saya, Pak! Nanti saya ganti pakai baju apa?""Bukan urusan saya," jawab Yogi ketus."Iiih ... awas saja kamu, Pak Yogi." Dengan perasaan kesal, Kanaya pun langsung pergi."Ada apa, Mbak Naya? Kok cemberut begitu?" tanya Minah salah satu ART yang sedang sibuk memb
Tin tin tin Ketika Kakek Jaya dan Kanaya sedang asyik berjoged. Tiba-tiba datang sebuah mobil mewah berwarna hitam. Kakek Jaya pun langsung menghentikan gerakan tangan dan kaki yang dari tadi membuat beliau tertawa begitu lepas. Satpam yang berada di pos jaga dengan cepat membukakan pintu gerbang. Kini pandangan Kakek Jaya, Yogi serta Kanaya tertuju pada mobil yang sudah berhenti di halaman. Terlihat perempuan cantik dengan rambut berwarna cokelat serta berpakaian seksi keluar dari mobil. Dia menatap Yogi sembari mengulas senyum indah. Kakek Jaya langsung menoleh ke arah Yogi ketika melihat perempuan tersebut. Tidak berapa lama, datang lagi sebuah mobil yang tak asing bagi Kakek Jaya dan Yogi. Terlihat Papa dan mamanya Yogi serta laki-laki tampan keluar dari mobil tersebut. Kejutan yang luar biasa. Ketika mereka semua datang secara bersamaan tanpa memberi kabar terlebih dahulu. Apalagi per
"Kenapa, Siska? Kamu kok sedih begitu?" tanya Dina dengan mendekati Siska."Kakek sudah berubah, Tante. Dulu sebelum Yogi menikah, sikap Kakek begitu baik. Tapi sekarang, sepertinya Kakek tidak suka dengan kedatangan Siska di rumah ini," adu Siska.Ketika Siska dan Dina sedang bicara, Kakek Jaya, Yogi dan Kanaya datang."Yah, boleh Dina bicara sebentar?""Nanti saja!" jawab Kakek Jaya tegas.Tiba-tiba Kanaya mendekati mama mertuanya. Dia mengulurkan tangan hendak berpamitan karena mau diajak pergi oleh Kakek Jaya. Tapi niat baik Kanaya diabaikan begitu saja. Siska terlihat begitu senang atas sikap Dina tersebut.Kanaya menarik kembali tangannya. Dia tetap mengulas senyum meskipun sudah diacuhkan oleh mama mertuanya sendiri."Kanaya, ayo!" ajak Kakek Jaya dengan menepuk bahu cucu mantu kesayangannya. Kakek Jaya menatap tajam Dina-menantunya dan juga Siska sebelum akhirnya beranjak pergi.***"Pak Yogi. Mama
Malam sudah semakin larut. Setelah tiga puluh menit Yogi pergi meninggalkan Kanaya di taman sendirian. Akhirnya Kanaya pun masuk ke dalam.Berkali-kali Kanaya menguap karena sudah mengantuk. Dia pun langsung berjalan menuju ke kamar. Tiba-tiba langkahnya terhenti ketika sudah di depan pintu. Kanaya merasa ragu untuk masuk ke dalam."Masuk ngga, ya? Kalau masuk, takutnya ganggu Pak Yogi. Apa lebih baik aku tidur di kamar lain saja? Tapi bagaimana kalau Kakek tahu? Ya sudahlah. Aku tidur di kamar lain saja. Besok pagi-pagi sekali aku akan bangun. Sebelum semua orang di villa ini terbangun. Dengan seperti itu, Pak Yogi tidak akan terganggu olehku." Kanaya bicara sendiri.KlekKanaya begitu kaget ketika Yogi tiba-tiba membuka pintu."Kamu ngapain berdiri di sini? Mau ngerjain saya lagi?" cecar Yogi."Tidak, Pak Yogi. Permisi," ucap Kanaya langsung membalikkan badan dan pergi meninggalkan Yogi."Tunggu!" titah Yogi menghentik
"Turun!" titah Yogi setelah sampai di villa.Dengan pelan Kanaya pun turun dari gendongan Yogi."Yogi .... Antar Kanaya sampai ke kamar sekalian!" titah Kakek Jaya.Yogi terlihat keberatan dengan perintah kakeknya. Tapi dia tidak berani membantah."Kek. Naya jalan sendiri saja. Lagian sudah lebih enakan kakinya.""Ayo, Yogi! Gendong Kanaya sampai kamar!"Dengan cepat Yogi langsung mengangkat tubuh Kanaya.Perasaan Kanaya semakin tidak karuan ketika menatap wajah Yogi begitu dekat.'Ya Tuhan. Pak Yogi benar-benar tampan. Eits. Aku tidak boleh terpesona dengan dia. Lagian, dia itu laki-laki nyebelin, Kanaya. Ingat itu!' ucap Kanaya dalam hati. Kata-kata yang selalu Kanaya lontarkan untuk dirinya sendiri ketika dia tidak bisa mengontrol perasaannya.Yogi menurunkan Kanaya di kasur sesaat setelah sampai di kamar. "Jangan kelamaan aktingnya!"Ucapan Yogi membuat Kanaya marah. "Akti
"Aduh ... laper, banget. Tadi 'kan aku belum sarapan. Mendingan aku ke dapur saja ambil makanan," ucap Kanaya.Dia beranjak dari kasur dan keluar kamar untuk mengambil makanan."Mbak. Ada makanan apa, ya? Tadi Naya belum sempat sarapan," tanyanya pada ART."Mbak Naya mau dimasakin?""Ngga usah, Mbak. Naya makan roti saja." Naya mengambil dua tangkup roti tawar yang diberi selai berbeda. Dia juga mengambil susu kotak yang ada di kulkas.Kanaya hendak duduk di meja makan. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada Yogi yang terlihat sedang bicara. 'Bicara sama siapa, Pak Yogi? Masa' ngomong sendirian?' tanyanya dalam hati.Kanaya yang penasaran segera berjalan ke samping rumah di mana Yogi berdiri. 'Siska? Ternyata Pak Yogi bicara dengan Siska?' Kanaya yang semakin penasaran, berjalan lebih dekat lagi sembari makan roti yang dia bawa.Uhuk uhuk uhuk. Kanaya tersedak roti yang baru saja masuk ke tenggorokan. Dia melihat Sisk
Kanaya terbangun dari tidurnya. Dia merasa kepalanya sangat pusing. Lalu menoleh ke samping dan melihat Yogi yang sedang tertidur.'Pak Yogi? Ngapain dia tidur di sini?' tanya Kanaya dalam hati."Handuk kompres? Memangnya aku kenapa?" Kanaya berusaha bangun dari rebahannya. Lalu dia memegang kening dan meraih handuk kompres yang masih menempel."Pak. Pak Yogi." Tangan Kanaya menepuk lengan Yogi.Yogi tersentak kaget dan membuatnya langsung terbangun. "Nay. Kamu sudah bangun?" Yogi menatap jam yang melingkar di pergelangan tangan. Waktu menunjukkan pukul lima sore. "Nay. Aku tinggal mandi dulu, ya?""Sebentar. Pak Yogi kenapa tidur di sini? Terus, handuk kompres ini?"Yogi menghembuskan napas panjang. "Kamu tadi demam, Nay." Yogi memegang kening Kanaya. "Sudah turun panasnya. Syukurlah."Gegas Yogi pun mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi."Demam? Dan Pak Yogi menungguku di sini? Ternyata dia perha