Kembali ke rutinitas awal. Yerin kembali bekerja. Sesekali Arsen mengantar dan menjemputnya. Hidupnya jauh lebih tenang. Perlahan ia bisa menerima dirinya sendiri. perlahan juga ia bisa berdamai dengan segala kejadian masa lalunya. Oh ya hampir lupa. Sebentar lagi anak-anak lulus. Tidak terasa….Mereka sudah menjalani berbagai ujian. Sebagian dari mereka juga sudah diterima di universitas impian mereka. Banyak yang memutuskan untuk berkuliah di luar negeri. Sebagian besar mereka pergi ke luar negeri untuk melanjutkan belajar. Termasuk, Bastian yang memutuskan untuk melanjutkan mimpinya di New York. Willie yang berencana mengambil kuliah di sini sembari tetap bermain basket. Gwen yang akan berkuliah bersama Eve meski pada akhirnya mereka berbeda jurusan.Lalu, ada Vando yang akan masuk Akademi Militer. Anak bandel yang menjadi penurut pada ayahnya.Ada Brayson yang akan pergi ke New York mengambil hukum. Lalu, ada Ernando yang katanya tidak akan berkuliah tapi langsung bis
21++ “Ahh di sana…” Yerin terbaring di kursi belakang mobil. Atap mobil sudah tertutup. keadaan yang gelap tanpa penerangan membuat suasana semakin panas. Arsen menunduk—menambah satu jarinya masuk ke dalam milik istrinya. “Kamu sudah basah. Kamu pasti sudah membayangkan kegiatan panas kita.” “Aku jadi mesum juga karena kamu…” Yerin membuka lebar kakinya. “Lihat. Kamu menghisap jariku dengan ganas.” Arsen memperdalam gerakan jarinya di dalam istrinya. “Ahh! Lebih cepat sayang…” Arsen menunduk—menyapu milik istrinya dengan lidahnya. Kasar dan basah—bergerak di dalam miliknya. Yerin dibuat pusing dan melayang secara bersamaan. Sentuhan suaminya tidak pernah gagal membuatnya nikmat. “Aku akan… ahh!” Arsen mengangkat kepalanya. “Kamu keluar banyak…” “Puaskan milikku juga sayangku.” Arsen membawa tangan Yerin ke miliknya. Yerin bangkit—berjongkok di hadapan suaminya meski sangat sempit. Arsen membuka kakinya lebar agar Yerin bisa melakukan tugasnya di mobil yan
Pulau Jeju. Setelah melakukan perjalanan yang melelahkan. Mereka sampai juga, tepatnya di pantai. Arsen tidak bilang apapun pada Yerin. Saat keluar dari rumah sakit, Yerin tertidur di mobil. Lalu saat bangun…. Sudah berada di Jeju. Mereka menaiki mobil dengan atap yang terbuka. Arsen menyetir sendiri, memutari jalanan yang berada di pinggir pantai. Yerin merentangkan tangannya ke atas. “AAAA!” berteriak dengan gembira. Dulu ia sempat bermimpi melakukan perjalanan ke Jeju bersama teman-temannya setelah ujian selesai. Tapi tidak sampai terwujud. Akhirnya terwujud bersama suaminya sendiri. Arsen memarkirkan mobilnya di tepi pantai. “Hati-hati!” Arsen belum sempat turun. Tapi Yerin sudah berlari kegirangan ke pantai. “Waaah…” berdecak kagum. “Langitnya lagi bagus.” Segera memotret langitnya. Sore hari memang waktu yang sangat pas di pantai. Bisa melihat matahari terbenam dengan ombak yang tenang. Suasana yang sejuk dan angin tidak terlalu berhembus de
Ceklek. Pintu terbuka. Woojin menatap Arsen yang masuk ke dalam ruangannya. “Kenapa kau ke sini?” tanyanya. Arsen menaruh kedua tangannya ke dalam saku. “Aku hanya akan menyampaikan pesan istriku padamu. karena dia sangat kesal denganmu. Dia tidak mau berbicara denganmu sendiri dan malah mengirimku ke sin…” Arsen mencoba sabar. Apalagi si Woojin ini terlihat tidak menyukai kedatangannya. “Bagaimanapun, tetaplah hidup.” Arsen memutar bola matanya malas. “Itu pesan Yerin.” Woojin berbaring memunggungi Arsen. “Kalau sudah, pergilah.” Arsen mengerjap pelan. Tangannya keluar dari saku. Mengepal dan akhirnya memukul angin. Padahal tidak terluka, tapi berbaring seperti orang lumpuh saja. Istrinya yang tersayat biasa saja. “Intinya Yerin ingin kau hidup. meski kau sudah membuatku kesal, tapi dia juga ingin kau tetap hidup dan menjalani hidupmu.” Woojin tertawa pelan. “Tahu apa dia tentang hidupku.” “Aku juga tidak tahu hidupmu seperti apa. Tapi semua orang memili
“AAAAA WOOJIN BRENGSEK AKU TIDAK AKAN MEMAAFKANMU!” Yerin berlari ke arah Woojin.Ketika melihat Woojin memecahkan gelas, Yerin sudah was-was. Ia tidak memikirkan apapun saat berlari. Mendorong Woojin sekuat tenaga setelah itu mengambil alih serpihan kaca itu hingga tangannya terluka. BRUK! “Saranghae, Yerin-aa..” Woojin terlentang di atas lantai. setelah menyatakan perasaannya, pria itu pingsan.Woojin tidak terluka sama sekali. Justru Yerinlah yang terluka. Telapak tangannya berdarah akibat mengambil kaca itu dari tangan Woojin. “Dasar brengsek!” umpat Yerin melihat Woojin yang sudah pingsan duluan. “Tangan kamu…” lirih Arsen. Mengangkat tangan istrinya yang berdarah dengan gemetar. “Pasti sakit sekali…” Arsen mendongak. Yerin mengerucutkan bibirnya. “Sakit..” “Ayo kita ke rumah sakit.” Pergi ke rumah sakit. Tidak lupa membawa Woojin juga. Arsen buru-buru menjemput Yerin setelah urusannya selesai. Ia teringat dengan wajah Woojin yang tidak asing. Sampai ia membuka
“Kali ini saja. Aku mohon… bantu aku agar adikku bisa keluar. keluargaku bisa hancur. Aku mohon yerin…” Dengan suara yang gemetar. Woojin menangis. Yerin mundur beberapa langkah. Ia mengusap rambutnya kasar. “Aku tidak bisa berpikir mengapa kau berani melakukan semua ini padaku?” tanya yerin. “Meski aku tidak mengganggapmu sahabatku, tapi aku mengganggapmu sebagai teman baikku.” “Tapi sikapmu kali ini benar-benar membuatku muak!” Yerin menatap Woojin dengan kedua tangan yang mengepal. “Selama bertahun-tahun akhirnya aku bisa menyebut nama adikku tanpa penyesalan dan ketakutan. Akhirnya aku bisa memberi keadilan untuk adikku dengan memenjarakan perdungung brengsek seperti adikmu!” “Kau bilang adikku memilih bunuh diri? Tidak! adikku tidak punya pilihan. Adikku…” Yerin mengusap air matanya. “Adikku sudah lama menderita karena perundung brengsek itu!” teriaknya. Woojin bangkit. “Aku tahu. Aku tahu, tapi tolong Yerin..” “Kau tidak tahu apapun!” teriak yerin. “kau dan