“Pergilah. Kau tidak disambut di sini. Juan hanya keluar berbelanja sebentar. Sebelum dia kembali, kau sebaiknya tinggalkan tempat ini,” ucap Moreau sinis. Dia menyingkirkan sentuhan tangan Abihirt dengan kasar. Seandainya, cukup tega mendorong pria itu tanpa memikirkan kemungkinan yang lain. Mungkin dia sudah melakukannya dari awal.
“Tidak. Kau harus mendengar penjelasanku,” Abihirt menyangkal. Itu membuat Moreau harus menarik napas dan mengembuskan dengan putus asa. Hanya membiarkan waktu berjalan beberapa saat, kemudian dia meneruskan, “Tidak ada yang perlu kudengar. Semua sudah cukup. Tidakkah kau mengerti jika kita memang tidak ditakdirkan bersama?” “Aku turut berduka cita atas kepergiaan ibumu. Sekali lagi, apa pun yang terjadi dengan masa lalu-mu, itu sama sekali bukan urusanku. Sekarang pergilah. Aku tidak pernah ingin melihat wajahmu lagi. Pastikan kau tidak pernah kembali atau berusaha membujukku untuk sesuatu yang—“ “Tidak, Moreau.” Kata – kata dItu terlalu jauh untuk dipikirkan. Moreau menggeleng singkat, berharap bisa tetap serius, tetapi apa yang perlu dia lakukan? Semua sudah selesai. Hanya perlu memanggil anak – anak untuk memulai sarapan bersama. “Lore, Arias, kemarilah, Sayang,” panggil Moreau, tanpa berusaha menanggapi pernyataan Caroline. Mungkin akan ada saat di mana hubungan bersama Abihirt diberi kesempatan lebih krusial. Namun, tidak sekarang. Dia tidak ingin sekarang. “Ya, Mommy.” Suara anak – anak kompak terdengar. Mereka sudah berada sangat dekat, tetapi keberadaan Abihirt tidak terlihat di mana pun. “Di mana Paman Abi?” tanya Moreau lambat. Dia memang tidak melibatkan pria itu saat memanggil anak – anak. Bagaimanapun, terlalu buruk membiarkan mantan suami Barbara pergi tanpa menawarkan sarapan bersama. “Daddy tadi menerima panggilan telepon dari seseorang. Apa Mommy ingin aku memanggilnya?” Lore menambahkan. Tidak ada yang Moreau katakan selain mengangguk, tentu saja. Bu
“Aku tidak pernah melihat Tuan Abi sebahagia ini. Anak – anak seperti membawa kehidupan baru untuknya.” Caroline berkomentar saat mereka sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi di dapur. Moreau menghela napas kasar. Mengakui apa pun yang Caroline katakan benar. Abihirt tidak pernah terlihat sebahagia ini. Tidak selama lima tahun belakangan. Tidak sampai keberadaan anak – anak melengkapi kehidupan mereka. Perlu Moreau garis bawahi; mereka .... ... secara teknis memang seperti itu. Dari arah dapur ke ruang tamu, tidak sulit mendapati pemandangan di mana pria itu telaten memberi perhatian khusus kepada Lore dan Arias. Membantu mereka berpakaian; menyisir rambut Arias, dan sekarang adalah giliran Lore. Si gadis kecil membelakangi ayahnya, sementara Abihirt terlihat serius saat sedang mengepang. Moreau tidak akan meragukan kemampuan pria itu. Abihirt sering melakukan hal yang sama kepadanya, dulu; saat mereka berada di ruang merah. Apa kabar, tempat yang meny
Moreau tak memungkiri bahwa dia ingin menertawakan Abihirt. Wajah pria itu penuh coretan dan pada akhirnya dia diam – diam menahan senyum; berharap mantan suami Barbara tidak menyadari apa pun yang sedang berusaha dia sembunyikan. Namun, di sini, Lore masih menunduk. Benar – benar terlihat sedih dan berusaha tidak menangis. “Ada apa denganmu, Lore?” Abihirt begitu ingin tahu. Kembali mengajukan petanyaan dan pada akhirnya membuat Lore takut – takut menatap ke arah Moreau. Tidak ada komentar saat mata kelabu Abihirt tampak menelusuri situasi di sekitar. Alat make-up yang masih terlihat berserak jelas telah ditangkap langsung oleh pria itu; keterdiaman singkat barangkali merupakan bagian dari cara Abihirt menarik kesimpulan, dan pria tersebut segera berkata, “Kau memarahi Lore?” Ya, bukan tanpa alasan .... Moreau ingin mengatakan secara gamblang, tetapi memutuskan untuk memberi tahu dengan cara berbeda. “Kau bisa lihat wajahmu sendiri daripada bert
Wanita paruh baya itu tersenyum, kemudian berkata, “Syukurlah mereka juga belum bangun. Kalau tidak, Tuan Abi pasti akan segera dibangunkan.” Sebelah alis Moreau terangkat tinggi. Menduga – duga bahwa Caroline secara tidak langsung melibatkan Lore ke dalam percakapan. Gadis kecil itu terlalu centil untuk menggoda ayahnya yang tidur, supaya segera terbangun. “Kau yakin? Anak – anak biasanya sudah berkeliaran di jam – jam seperti ini.” Dia mengendarkan pemandangan ke sekitar. Dapur sangat jarang menjadi tempat persinggahan Lore dan Arias, kecuali mereka melakukan kegiatan berlarian, maka di sinilah ruang kesukaan untuk memutari meja. Tempat di mana Arias akan mengadu kepadanya, jika bocah lelaki itu kelelahan mengejar sang adik perempuan. “Sebelum ke pasar. Aku sempat memastikan mereka. Anak – anakmu memang masih tidur. Dan sekarang, tanpa mendengar suara mereka ... aku yakin mereka masih tidur.” Barangkali Caroline benar. Moreau menatap wanita paruh bay
Abihirt terdiam untuk waktu cukup lama dan kemudian mengerjap .... seperti baru saja memahami situasi di sekitar, lantas ... memutuskan sekadar mendorong tubuh lebih jauh. “Aku minta maaf.” Suara pria itu terdengar gemetar. Bibir Moreau terbuka tanpa sadar saat melihat Abihirt memutuskan untuk melangkah ke dapur. Dia berharap tidak melakukan apa pun, tetapi sebaliknya menyusul mantan suami Barbara di sana; dengan mengambil jarak yang cukup signifikan: posisinya persis berada di ambang pintu sambil mengamati cara Abihirt yang terburu – buru membasuh wajah dengan air keran. “Aku tidak bermaksud melakukan itu kepadamu, Moreau. Aku minta maaf.” Abihirt kembali mengatakan hal yang sama. Moreau akan berusaha mengerti. Dia tahu pria itu berusaha menjaga batasan. Permintaan maaf dan harga kepercayaan masih dibutuhkan. Tidak ada yang bisa Moreau katakan. Masih terlalu diam menatap penampilan mantan suami Barbara. Wajah Abihirt terlalu basah, berikut dengan kemeja yan
“Moreau ....” Suara serak dan dalam Abihirt terdengar parau dan pria itu selalu tahu bagaimana menarik perhatiannya. Tidak ada penyangkalan. Moreau baru saja akan melangkahkan kaki masuk ke dalam rumah, tetapi harus tertahan oleh kedatangan pria itu secara mendadak. Abihirt masih dengan penampilan terakhir, meski kali ini terlihat lebih kacau. Pria itu berjalan tersaruk – saruk lebih dekat. Menepis sisa jarak di antara mereka hingga Moreau bisa merasakan bagaimana napas mantan suami Barbara begitu menggebu – gebu. Aroma wiski bertempur dengan campuran samar dari parfum wanita. Kening Moreau mengernyit, memikirkan kemungkinan buruk dari tindakan Abihirt di luar sana, yang bisa meninggalkan potensi tak terduga terhadap perasaannya, tetapi ada keabsahan di mana dia tidak ingin mengambil kesimpulan terlalu cepat. Hanya gambaran tentang ... Abihirt minum terlalu banyak, lalu pria itu pergi. Ya, pergi dan kembali dengan suasana yang sedikit berbeda; saat kegelapan bena