“Kau harus hati – hati.”
Tidak tahu mengapa, tetapi itulah yang Moreau katakan. Dia menatap lamat di wajah Abihirt. Reaksi singkat kali pertama adalah anggukan samar. Tak ada lagi yang perlu dilakukan ketika dia hanya perlu mengamati tubuh ayah sambungnya sudah tak terlihat. Abihirt menyelam. Moreau tidak menyangka jika dia akan menunggu untuk waktu cukup lama. Itu mengejutkan. Sejak awal tidak ada petunjuk mengenai ayah sambungnya. Cara Abihirt jelas tak seperti Froy yang sering kali muncul ke udara, walau ini justru membuat Moreau merasa sangat takut saat dia meneliti lebih lanjut pada permukaan tenang setelah beberapa genangan yang berjalan. Abihirt benar – benar tidak terduga akan muncul, yang kemudian ... pada saat – saat dia akan melamun—suara percikan air segera menarik perhatiannya beranjak lebih dekat. Moreau menegakkan bahu. Sayang sekali, dia tak akan segera mendapati Abihirt menoleh ke arahnya. Pria itu terduga hanya ingin meraup oksigen dan kembali m“Terima kasih.” Seharusnya tidak ada apa pun lagi. Sisa hal yang ingin Moreau lakukan hanya kembali mengenakan kalung itu. Dia akan mandiri untuk saat – saat seperti ini. Ironinya, tidak sempat membaca secuil peringatan saat Abihirt dengan sikap tak terduga malah menariknya masuk ke dalam danau. “Abi—ponselku!” Moreau berteriak secara naluriah. Sekarang dia tergenang cukup tinggi. Nyaris seuruh tubuh benar - benar membasah. Dan hal paling pertama yang dilakukan adalah merenggut seluler genggam yang jelas – jelas tersisip di saku belakang celana. Setidaknya masih menyala, tetapi cukup ragu itu akan bertahan setelah hampir keseluruhan komponan teris air. Dia menatap Abihirt tajam. Tidak tahu apakah perlu merasa bersyukur ketika masih memegang kalung di tangan begitu erat. Mungkin, dia akan langsung menyisir ke tepian sekadar memastikan apakah ponselnya baik – baik saja atau tidak. Moreau mengangkat benda pipih tersebut tinggi – tinggi ke udara. Pinggir danau teras
Moreau membiarkan tangannya terendam di air, membiarkan sentuhan di sana, di lengan Abihirt seperti meninggalkan jejak saling membutuhkan. “Ibumu tidak akan pulang hari ini.” Kemudian sebuah bisikan dari suara serak dan dalam itu menambahkan sesuatu yang hampir tidak pernah Moreau pikirkan. Refleks ... dia membuka bibir dan bertanya, “Kenapa memangnya?” “Dia meminta izin untuk berlibur.” Baiklah. Dia mungkin sempat melupakan hal tersebut; mengenai pernyataan Barbara tempo hari lalu saat melakukan makan malam bersama. Namun, bukan berarti ini menjadi bagian dari kebebasan mereka, bukan? Moreau tetap ingin menjaga batasan atau sebenarnya dia masih menunggu kapan rasa kesal di benaknya lenyap tersingkirkan. “Biarpun begitu, aku tetap mau pulang,” ucapnya final. Biarkan Abihirt mengalah. Pria itu harus selalu mengalah, meski secara tak terduga Moreau merasakan dekapan ayah sambungnya mengendur. Hanya sebentar saja, yang menjadikan sentuhan baru ter
Moreau sedikit tegang terhadap pelbagai alasan yang bersarang di benaknya. Sentuhan Abihirt menimbulkan kejut listrik dan bagian paling penting adalah luka atas tindakan Froy mungkin akan terlihat jelas. Itu dapat dibuktikan dari ekspresi wajah Abihirt yang mendadak diam, sementara jemari tangan pria tersebut bergerak lambat. Seperti hanya ingin menyerahkan sapuan ringan, lalu seketika menjadi genggaman mantap—tidak menyakitkan di lehernya, tetapi cukup membuat Moreau takut. Khawatir jika tiba – tiba Abihirt akan mencekiknya ketika pria itu tidak berada dalam kendali yang bagus; karena marah mungkin, sekalipun masih belum ditemukan reaksi spesifik, selain ayah sambungnya masih terpaku diam. Atau sebenarnya tidak .... “Kenapa tidak katakan ini dari awal?” pria itu bertanya diliputi suara yang terdengar menyerupai skeptis—tak percaya. Nyaris membuat Moreau tersentak dan mengerjap cepat supaya tidak menimbulkan kecurigaan lebih besar. “Katakan apa?” Dia meng
“Bukankah seharusnya kita pulang? Kenapa kau malah mengajakku ke hotel?” Sejak awal Moreau sudah merasakan sesuatu yang tidak biasa dari keputusan Abihirt. Hanya menunggu saat – saat paling tepat sekadar mengajukan pertanyaan. Paling tidak di sini, ketika mereka terjebak di satu kamar berdua. Tidak ada siapa pun akan menginterupsi, meski sepetinya dia salah mengambil asumsi, karena ketukan samar dari luar segera mendesak pria itu membuka pintu. Moreau tak berusaha tahu siapa orang di balik tubuh besar Abihirt. Tak ingin sengaja menggeser wajah sekadar mengambil risiko besar melihat langsung. Biarkan ayah sambungnya bicara sebentar. Dia juga tak ingin terlibat ke dalam percakapan di sana. Mungkin hanya suatu kebiasaan sebagai pemilik yang menyampaikan informasi kepada staff hotel. Seharusnya bukan apa – apa. Moreau tetap menunggu ... sampai pada akhirnya dia tahu di tangan pria itu membawa pakaian baru. Dia secara naluriah menunduk meneliti setiap apa pun yang merekat
“Jika ibuku tidak pernah tahu aku pergi denganmu, aku mau.” Kapan lagi dia akan diajak melakukan perjalanan seperti ini di saat Barbara juga akan bersenang – senang di luar sana? “Ibumu tidak akan tahu.” Dalam sekejap luapan di puncak kepala Moreau menjadi sesuatu yang menyenangkan. Dia hampir melompat kegirangan sambil menyentuh kedua lengan ayah sambungnya saat memikirkan satu hal, tetapi segera menahan diri dan bersikap lebih tenang. “Kita akan menginap di Burj Khalifa?” Tetap ada pertanyaan, berikut dengan menunggu jawaban Abihirt yang terlihat luar biasa tenang. “Ya.” Suara serak dan dalam itu nyaris menyerupai gumaman. Mungkin karena Moreau terlalu bersemangat yang membuatnya tetap melompat di depan Abihirt. “Aku tidak sabar.” Dia tersenyum lebar. Hanya sebentar setelah teringat tentang satu hal paling penting dan tidak bisa mereka lupakan. “Bagaimana pakaian kita nanti?” tanyanya, berpikir jika mereka harus pulang ke rumah; bukan
Pertemuan bersama Sheikh seharusnya sudah begitu lama. Moreau menunggu berjam – jam di hotel. Tidak tahu apa yang akan dilakukan. Hanya terpaku pada pemandangan indah dari dinding gedung Burj Khalifa ketika semua tampak begitu mengesankan dari atas. Namun, bagaimanapun, kesibukan Abihirt telah memberi pengaruh terhadap antusiasme dalam dirinya dan mungkin itu telah menguap nyaris tak bersisa. Moreau berulang kali harus mengembuskan napas. Duduk tanpa minat sambil sesekali membiarkan udara dari celah bibir membentuk uap pada kaca di hadapannya. Pria itu bahkan pergi tanpa memberi petunjuk. Paling tidak, Abihirt dapat meninggalkan catatan kecil saat sementara ponsel yang biasa digunakan sedang tidak dalam keadaan mendukung ... setelah tercelup bersama tubuhnya di danau kemarin sore. Meski tak dimungkiri bahwa pada setiap detil hal, Abihirt seperti telah merencanakan dari awal. Moreau mungkin tak bisa mengabaikan sedikit perhatian dari pria itu, tentang beberapa pelayanan h
Moreau mendambakan jika dia memiliki sayap, lalu melakukan penelusuran panjang di sekitar kota – kota Dubai. menginginkan kebebasan yang mungkin akan terlalu sulit diperkirakan. Memang terdengar hampir terlalu mustahil. Sikap tegas Barbara terkadang terlalu prihatin; selalu membuatnya mengacu pada keraguan terhadap diri sendiri mengenai beberapa hal yang sebenarnya bisa membawa dia supaya berprinsip dengan yakin. “Sudah lama menunggu?” Tidak ada petunjuk kapan pintu kamar hotel dibuka. Moreau langsung menoleh saat suara ayah sambungnya terdengar begitu dekat. Pria itu menjulang tinggi di belakang. Tidak jauh dari kaki ranjang, kemudian melangkah dengan derap langkah begitu sayup dan berhenti ketika kontak mata mereka yang intens terjadi nyaris tanpa jeda. Moreau tidak akan bisa menahan luapan kekesalan dari benaknya. Dia berdengkus sebagai bentuk protes tak tersampaikan. Abihirt dapat mengerti lebih mudah ketika pria itu dapat memastikan hal demikian melupakan info
Moreau menengadah saat mendeteksi Abihirt menjulang tinggi di hadapannya. “Di kasur?” dia bertanya. Betapa polos. “Ya.” Itu jawaban singkat yang mendesak supaya dia merangkak ke atas ranjang. Moreau merasa ragu, tetapi tidak dimungkiri bahwa dia melakukan setiap perintah tersebut dengan begitu hati – hati. Sekarang telentang di atas ranjang diliputi perhatian terpaku lurus ke wajah ayah sambungnya dan ketegangan yang menyerbu di seluruh bahu. “Kau mau apa, Abi?” Moreau menelan ludah kasar menyaksikan tindakan Abihirt yang tentatif ketika pria itu menarik kedua kakinya supaya dia memiliki posisi sedikit turun ke bawah dengan bokong yang menyentuh garis pinggir ranjang; mungkin bahwa pria itu ingin bersimpuh persis menghadap di antara inti tubuhnya—memberi Moreau pengaruh gugup yang besar. Dia takut mengetahui Abihirt memang mengambil posisi seperti demikian di sana. Segera menggeliat saat ujung jemari pria itu menarik resleting jeans, kemudian melucuti
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
“Aku akan masuk. Kau janji tidak akan lama?” tanya Moreau. Terlalu lama berdiam diri di dalam mobil bukan prospek bagus. Mereka memang tiba sesaat setelah Juan mengajukan pertanyaan. “Aku janji tidak akan lama. Hanya mengambil beberapa pakaian dan keperluanku saja.” Benar. Moreau meminta Juan untuk menginap lagi. Menemaninya sampai merasa lebih baik dan bisa melakukan segala aktifitas sendiri. Mobil yang Barbara katakan sudah siap dari proses perbaikan ... memang sudah di kirim ke rumah ini. Hanya saja, dia sudah terbiasa bersama Juan yang selalu menyetir. “Kalau begitu hati – hati di jalan. Jangan ngebut, kau mengerti?” “Ya, Amiga. Tidak perlu khawatir.” Moreau tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk membuka sabuk pengaman. Dia melambaikan tangan setelah menginjakkan kaki di halaman depan rumah. Menunggu sampai mobil Juan hilang dari tikungan, baru melanjutkan langkah membuka pintu yang tampak sedikit ... aneh. Kening Moreau mengernyit, mengin
“Jadi kau sudah tahu?” Suara serak dan dalam Abihirt persis begitu dekat. Lagi – lagi Barbara menelan ludah kasar, bahkan segera tersentak saat ruang untuk beranjak mundur telah habis dibatasi dinding kamar. Napas Barbara segera tercekat diliputi tangan kasar Abihirt yang mencekiknya dengan hebat. Pria itu kalap. Hampir tidak pernah ada tindakan mengerikan seperti ini, dan Barbara tidak bisa melakukan apa pun ... selain berharap Abihirt akan segera sadar. “Aku yakin kau juga sudah tahu kalau keputusan untuk menikahimu hanyalah ajang pembalasan dendam. Sekarang kau akan merasakan semua akibat dari perbuatanmu di masa lalu.” Di mata kelabu itu, sungguh tidak ada ampun. Barbara bisa melihat dengan sangat jelas bahwa Abihirt luar biasa membencinya. Ternyata begitu banyak topeng penyelematan, meski saat ini ... semua akan diselesaikan hingga tuntas. Barbara memejam sebentar. Cengkeraman Abihirt masih cukup memberinya kesempatan bicara. Dia mati – matian men
Ujung tenggorokan Barbara seakan tercekat membayangkan pernikahan ini adalah ajang balas dendam. Dia tidak sedang mengenakan kostum penyesalan. Apa yang terjadi 20 tahun lalu adalah murni atas ketertarikan seseorang terhadap seseorang lainnya. Dia memang ... tahu bahwa Soares Villur Alcaraz telah memiliki istri. Begitu pula dengan mendiang suaminya, Jeremias Riveri. Namun, kematian Vanesia adalah gambaran tidak terpikirkan. Dia merasa .... ketika Soares akan memilihnya, itu merupakan bentuk keajaiban yang pantas. Mereka sempat merencanakan pernikahan setelah kematian Vanesia, sebelum akhirnya dia memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Rasa bosan ... hal tersebut dapat dipahami. Lagi pula, bersama Soares, Barbara sudah mendapat apa yang dia inginkan. Kemudian, dia mulai mengejar Jeremias. Semua terjadi seperti itu. Abihirt .... Barbara tidak bisa diam begitu saja. Perhatiannya mengedar ke pelbagai arah. Dia sebaiknya menggeledah supaya menemukan petunju