Gundukkan tanah ini; dan segala sesuatu yang menyangkut kenyataan bahwa dia tidak pernah mengetahui apa pun ketika Barbara memainkan peran besar; berpura – pura menangis histeria mendengar berita kematian yang disebabkan oleh kecelakaan menggila.
Wanita licik itu adalah dalangnya. Bagaimana dia begitu bodoh! Namun, tidak ada lagi protes besar yang bisa Moreau utarakan. Dia hanya menatap; terpaku di depan nisan. Jeremias Riveri harus tahu kebenaran tentang Barbara yang akan menghabiskan masa tua di penjara. Ya, kebenaran itu sangat – sangat ingin dia ungkapkan, tetapi Moreau perlu memilih waktu yang tepat. Dia tidak ingin menunjukkan sikap berlebihan di depan anak – anak. Mereka masih di sini. Bersama Abihirt. Masing – masing berjongkok di sisi kiri kanan pria itu. Moreau dan ketiga orang di sana; saling berhadapan persisnya.“Mommy, apa Mommy menyimpan foto kakek?”Tiba – tiba pertanyaan Lore menyer“Kau menangis setelah kami meninggalkan-mu sendiri.”Baiklah, Moreau tertangkap basah. Suara serak dan dalam Abihirt terdengar cenderung bergumam. Mungkin tak ingin anak – anak menanggapi, tetapi pria itu telah memastikan bahwa dia masih bisa menangkap setiap detil kata yang terucap dari bibir yang bahkan terlihat mengagumkan.Andai saja Lore dan Arias tidak sedang bersama mereka. Moreau dapat dipastikan akan melampiaskan semua bentuk perasaan, yang saat ini bertingkat – tingkat menjadi tumpukkan yang begitu berat.Dia menggeleng kecil. Tidak pernah menduga bahwa pada akhirnya Abihirt akan mengulurkan tangan sekadar menyentuh sudut pipinya.“Aku bisa melihatnya sangat jelas di sini.” Pria itu menjelaskan dengan tegas.Napas Moreau tercekat. Hampir tidak bisa mengatakan apa pun. Bibirnya tanpa sadar terbuka setengah. Ada lonjakan gugup ketika mendeteksi bagaimana Abihirt menyingkirkan sisa jarak di antara mereka. Namu
“Lima tahun tidak mengunjungimu, Dad. Maaf.”Dengan suara terdengar luar biasa lirih. Moreau berusaha mengendalikan diri. Namun, makin dia berusaha melakukan yang terbaik. Semua terasa seperti sesuatu—sangat mengenaskan di jantungnya. Dia merasa egois karena hasrat untuk melarikan diri dari Abihirt jauh lebih besar, daripada mempertimbangkan tanggung jawab yang sudah seharusnya dilakukan sebagai seorang anak.“Kau, Mom dan saudara kembarku, pasti sudah bertemu dan bahagia berkumpul di sana, bukan?”Masih dengan nada lirih yang sama, Moreau nyaris membekap bibir sendiri ketika salah satu tangannya terulur menyentuh gumpalan tanah—tak basah tanpa hujan, terlalu kering karena pernah begitu terlupakan.“Sampai saat ini aku tidak tahu di mana makam mereka. Barbara tidak pernah mengatakan apa pun,” dia menambahkan. Bertanya – tanya apakah mungkin nama ‘Riveri’ dapat dijadikan petunjuk untuk mendapatkan s
Gundukkan tanah ini; dan segala sesuatu yang menyangkut kenyataan bahwa dia tidak pernah mengetahui apa pun ketika Barbara memainkan peran besar; berpura – pura menangis histeria mendengar berita kematian yang disebabkan oleh kecelakaan menggila.Wanita licik itu adalah dalangnya. Bagaimana dia begitu bodoh!Namun, tidak ada lagi protes besar yang bisa Moreau utarakan. Dia hanya menatap; terpaku di depan nisan. Jeremias Riveri harus tahu kebenaran tentang Barbara yang akan menghabiskan masa tua di penjara.Ya, kebenaran itu sangat – sangat ingin dia ungkapkan, tetapi Moreau perlu memilih waktu yang tepat. Dia tidak ingin menunjukkan sikap berlebihan di depan anak – anak. Mereka masih di sini. Bersama Abihirt. Masing – masing berjongkok di sisi kiri kanan pria itu. Moreau dan ketiga orang di sana; saling berhadapan persisnya.“Mommy, apa Mommy menyimpan foto kakek?”Tiba – tiba pertanyaan Lore menyer
Bibir mereka masih bertemu. Melampiaskan hasrat yang pernah tertunda. Moreau tak menyangka dia akan menunjukkan keinginan sebesar ini. Mendambakan Abihirt, tetapi ada tuntutan besar—terus mengingatkan batas toleransi terhadap hubungan yang begitu runyam.Mereka akan melampaui batas jika terus menambahkan api ke dalam bara.“Tidak, Abi,” ucap Moreau, buru – buru ketika merasakan ujung jemari Abihirt telah merambat masuk pada kain tipis di tubuhnya.“Aku mungkin memaafkanmu. Tapi aku tidak ingin ini terlalu cepat,” dia menambahkan saat mata mereka bertemu secara intens.Napas pria itu menggebu. Moreau mengerti bahwa Abihirt mungkin sudah sangat – sangat menginginkan pelampiasan. Dia hanya berharap semua berjalan pelan – pelan. Membangun hubungan dari awal bukan sesuatu yang mudah. Berharap pria itu akan segera setuju.Ya, masih dengan sapuan ringan di sudut bibirnya. Moreau tidak mengerti ... mengapa ini me
Keputusan Moreau untuk menawarkan bantuan adalah salah besar, karena setelah anak – anak kembali dari kegiatan mengisi perut. Mereka sangat menolak melihatnya memberikan kepingan lego kepada Abihirt, padahal mereka sudah menyelesaikan hampir setengah jalan.Dia tahu anak – anak hanya ingin merepotkan ayah mereka, sehingga memutuskan untuk menyingkir; meninggalkan mereka.Nyaris dua jam, mungkin, dan Moreau masih di sini, mencari ketenangan sendiri dengan duduk bersantai di balkon kamar tamu.Pemandangan yang indah. Moreau tak pernah melewatkan kesempatan bahwa setiap sapuan embusan angin merupakan sesuatu yang hampir membawanya terbawa arus. Di mana ketinggian terasa seperti prospek menjanjikan, sementara dia masih sangat merasa sebaiknya tetap berada di sini, saat anak – anak masih bersama ayah mereka atau barangkali ... menunggu terlalu lama membuat mereka tertidur.“Aku mencari-mu ke mana – mana dan ternyata kau di sini.&rdq
“Apa yang kau lakukan?”Langkah Moreau sempat tertahan mendapati seisi lantai kamar telah dipenuhi serpihan yang tampak perlu disusun menjadi satu kesatuan. Abihirt tengah sibuk di sana, terlihat begitu fokus, meski akhirnya menengadah hanya untuk menatap lebih lama ke arahnya.Tidak harus terkejut lebih lama. Moreau segera mengambil langkah; duduk persis begitu dekat, hingga Abihirt kembali melanjutkan kegiatan tertunda.“Kau membelikan Lore dan Arias mainan lagi?” tanya Moreau, wajar jika dia melayangkan tuduhan dengan cepat.“Ini dari Roger. Dia tidak tahu akan bertemu Lore dan Arias, jadi meminta asistennya untuk mengirim dua lego jumbo. Sekaligus untuk merepotkanku karena anak – anak hanya ingin aku yang menyusun ini sampai selesai.”Moreau hampir diam – diam tersenyum mendengar protes sebenarnya dari mulut Abihirt, tetapi memilih untuk menahan diri.“Di mana mereka kalau begitu?” tanyanya