“Lain kali aku tak ingin melihatmu pergi dan mabuk.”
Lagi. Suara serak dan dalam Abihirt terdengar sarat peringatan yang tidak Moreau mengerti, mengapa harus ada larangan ketika mereka sama – sama impas. Dia harap bisa bereaksi lebih sabar atau apa pun itu terhadap segala sesuatu yang sedang mereka bicarakan, walau pada akhirnya tidak .... “Mengapa mengaturku, Abi? Belakangan ini kau juga sering mabuk. Apa kau lupa?” tanya Moreau skeptis. Apa yang Abihirt pikiran tentang semalam? Dia yakin ada bagian terselubung antara pria itu dan Robby. Ya, Robby. Dari cara bicara dan kegemaran pria itu terhadap suasana menyanjungkan diri tampaknya bukan sesuatu yang penting. Moreau tidak seharusnya menduga – duga terhadap hubungan Robby dan Abihirt. Suami ibunya jelas seseorang yang sibuk untuk menghadapi situasi ringan tertentu. Barangkali hanya suatu kebetulan bahwa mereka saling mengenal. Robby hanya menghadapi dampak korelasi ketika sebenarnya ... mungkin—Abihirt mengenal“Moreau, oh—syukurlah kita bertemu di sini. Apa semua sudah selesai? Kita bisa pulang?”Sebelah alis Moreau terangkat tinggi ketika Caroline muncul diliputi napas terengah – engah bersama Lore di samping wanita paruh baya itu. Aneh.Tidak biasanya Caroline bersikap seperti ini. Mereka mengenal sudah cukup lama. Ada perubahan signifikan, memang. Termasuk panggilan Caroline kepadanya, meski mula - mula butuh adaptasi panjang bagi wanita paruh baya itu, tetapi Moreau cukup senang bahwa mereka bisa bertahan dan tetap saling menyayangi sampai saat ini.Ironi. Bukan itu yang dia pertanyakan. Melainkan sikap Caroline; seakan wanita paruh baya tersebut diterjang kebutuhan menghindari keberadaan seseorang. “Apa yang terjadi, Caroline? Kenapa kau terlihat tegang?”Moreau tidak akan menahan diri dari rasa penasaran yang membludak hebat. Dia mengernyit ketika Caroline terlihat ragu – ragu terhadap kebutuhan mengatakan sesuatu.“Tadi aku bertemu paman yang baik, Mom
Nyaris tanpa sadar Caroline mengepalkan tangan saat Lore memalingkan wajah ke pelbagai arah. Dia rasa, gadis kecil itu sedang mencari keberadaannya. Tidak dimungkiri, sikap tenang Lore saat berhadapan langsung bersama pria asing—walau itu adalah ayahnya sendiri, mengingatkan Caroline; masih selalu mengingatkannya; tentang bagaimana cara Abihirt kecil menyelesaikan masalah. Atau bahkan sampai pria tersebut sedewasa sekarang. “Aku tadi bersama Caro. Tapi sepertinya Caro sudah pergi menemui Mommy.” Caroline tidak tahu apakah perlu bersyukur bahwa panggilan khusus dari Lore dan Arias mungkin tak akan memberi petunjuk sepenuhnya. Meskipun, samar – samar dia seperti menemukan Abihirt mengangkat sebelah alis tinggi. “Mengapa dia meninggalkanmu sendiri di sini? Ini bukan tempat yang bagus untuk anak kecil." Andai saja Abihirt tahu ada bentuk penghindaran yang dilakukan. Caroline yakin tidak akan ada pertanyaan yang menggantung seperti barusan. “Caro tidak meninggal
“Lore, bagaimana kalau kita pergi mencari tempat lain?” tanya Caroline lembut sebagai antisipasi dan mencegah hal – hal tidak terduga terjadi. “Kenapa harus pergi, Caro? Di sini sangat nyaman. Lagi pula, kita sering makan es krim di tempat ini, bukan? Aku dan Arias sering bermain bersama setelah kami menghabiskan es-krim. Lagi pula, Mommy pasti akan segera kembali bersama Arias. Mereka akan kehilangan jejak jika kita tinggalkan tempat ini sekarang.” Gadis kecil ini pintar bicara. Juga sangat mengingatkannya kepada Abihirt kecil saat masih bekerja di keluarga Alcaraz. Rasanya Caroline nyaris tak bisa mengatakan alasan paling tepat supaya Lore akan setuju. Ini bukan tentang tinggal dan ditinggalkan, tetapi ada masalah serius. Keberadaan mereka harus tetap menjadi rahasia. Ya, Caroline tidak bisa membiarkan ini terjadi. Bagaimana jika tiba – tiba Moreau kembali dan semua berakhir semakin buruk? Dia segera menyentuh wajah Lore sebagai perhatian penuh. “Bagaimana kalau kit
Lima tahun kemudian....“Lore, jangan ke mana – mana. Mommy akan pergi temui dokter. Kau tunggulah di sini. Caro sedang membeli es krim. Dia tidak akan lama.”Rumah sakit menjadi persinggahan paling sering, tetapi Moreau tidak pernah mengeluh. Dia tetap bahagia bisa hidup dengan tenang bersama anak kembarnya. Anak – anak yang tumbuh menjadi bocah pintar dan menggemaskan.Lore, si paling kecil, sebenarnya hanya berbeda lima menit dari Arias—anak pertama; anak laki – lakinya, yang sangat disayangkan harus menuruni genetik Abihirt secara signifikan.Moreau tak pernah ingin mengingat tentang pria itu. Namun, acapkali harus melihat Arias melakukan proses transfusi darah; hal tersebut selalu menjadi bagian yang tidak diinginkan. Sambil mengerjap. Moreau tersenyum kepada Lore yang masih diam—menatap lamat ke arahnya. Dia membenarkan helai rambut—sewarna cokelat terang milik gadis kecilnya, tetapi mata Lore secara penuh adalah milik Abihirt. DNA pria itu
Sebelah alis Moreau terangkat tinggi kali pertama mendengar suara Juan dan bagaimana pria itu seperti disergap oleh kekhawatiran tak terduga.“Mereka memperlakukanku dengan baik. Aku dan Caroline benar – benar tinggal di tempat yang nyaman. Kenapa?” dia berbalik tanya setelah menambahkan jawaban.Udara dari celah mulut Juan seakan berembus kasar dan itu sungguh terndengar di ujung sambungan telepon. Lagi. Moreau mengernyit. Menatap layar ponsel sesaat, lalu kembali mendekatkan benda tersebut di samping wajah.[Baguslah kalau kau memang baik – baik saja.]Itu yang Juan katakan dan sungguh, benar – benar meninggalkan suasana tidak diharapkan di benak Moreau. Dia menatap ke sekitar. Sebuah rumah yang nyaman—menghadap langsung ke perbatasan laut mediterania. Robby mengatakan ayahnya sengaja memilih rumah dengan pemandangan seperti demikian, supaya dia bisa merasa lebih tenang.Pria itu benar. Moreau merasa lebih baik. Hanya tinggal berdua bersama Caroline; hal terseb
“Mr. Lincoln, apa yang kau lakukan?” Juan sama sekali tidak memiliki kesiapan ketika harus mendapati Abihirt sudah menjulang tinggi di hadapannya. Dia sedang melakukan diskusi penting dengan partner baru—kebetulan mereka melakukan pertemuan di restoran, yang sering kali didatangi bersama Moreau. Sungguh, Juan tidak bisa menebak secara pasti apa yang mungkin akan dia hadapi nanti. Abihirt tampak begitu serius; tetapi sorot kelabu itu juga terlihat begitu kosong. Mungkin perpisahan bersama Moreau memberi dampak luar biasa tak terduga. Sudah satu hari berlalu. Juan coba memulai kesimpulan penting. Bertanya – tanya apakah mungkin ini berkaitan langsung dengan informasi yang bisa dia berikan. Tidak. Janji adalah janji. Moreau sudah menaruh seluruh kepercayaan dan Juan akan memastikan bahwa dia tidak akan mengecewakan temannya. Membiarkan Abihirt kembali masuk ke kehidupan Moreau hanya akan meninggalkan kekacauan baru. Itu tidak bisa dibiarkan terjadi. Juan mengerj
“Aku akan sangat merindukan-mu. Kau tahu itu?”Sesuatu dalam diri Moreau selalu menolak saat Juan mengatakan hal yang menyentil perasaannya. Bukan hanya pria itu. Dia juga akan merasakan hal serupa; merindukan saat – saat di mana mereka sering menghabiskan waktu bersama; latihan; pergi makan; atau sekadar jalan – jalan. Barangkali nanti, akan sulit mencuri kesempatan bertemu. Moreau tahu mereka akan begitu sibuk terhadap kebutuhan masing – masing. Juan telah mendapat pasangan baru di bidang olahraga. Sementara dia telah menyiapkan kebutuhan untuk kehidupan mendatang. Hanya tinggal beberapa persen. Memang benar. Meninggalkan Spanyol adalah keputusan paling tepat. Ini akan tetap menjadi rahasia. Abihirt tidak akan pernah tahu di mana dia tinggal selama beberapa waktu ke depan. Sepertinya juga tidak akan pernah kembali ke tanah kelahiran; tempat dia besar dan menikmati banyak bentuk kekecewaan. Juan yang akan dipastikan mendatanginya. Moreau harap pria itu tidak pern
“Urusanku denganmu tidak akan pernah selesai. Bukankah kau datang di tempat ini untuk membicarakan warisan yang ayahmu tinggalkan?” Pertanyaan Abihirt menyerupai bisikan yang terasa pekat. Moreau menggeleng samar sebagai respons pertama. Mereka harus selalu tahu bagaimana cara menargetkan batas mengenai situasi seperti ini, walau dapat dipastikan pria itu tidak akan coba melakukan apa pun sekadar mengambil satu langkah mundur ke belakang. “Aku sudah tidak peduli. Kau ingin perusahaan Riveri? Silakan. Ambil saja. Selama kau tidak menggangguku. Itu lebih baik,” ucap Moreau penuh amarah tertahan. “Kau sudah tidak menjadi atlit. Dari mana kau akan mendapatkan uang?” “Jangan meremehkanku. Aku bisa bekerja sebagai apa saja dan bisa pergi ke mana saja yang aku mau. Lepaskan. Aku mau pergi. Robby sudah menunggu.” “Robby. Kau bercanda, Moreau. Bukankah aku sudah bilang dia tidak baik untukmu?” Moreau harap Abihirt tidak serius saat mengatakan hal tersebut
Ini masalah besar. Benak Moreau terus mengingatkan bahwa seharusnya dia tidak membiarkan Abihirt melakukan sesuatu lebih jauh. Sampai kapan pun, mereka tidak bisa bersama. Semua sudah begitu jelas. Pria itu harus mengerti, bukan malah merekatkan telapak tangan ke arah dinding dan mengurung kebebasannya—tanpa berusaha memberi jarak. “Lepaskan aku, Abi.” Moreau bisa mendengar sendiri bagaimana suaranya terdengar getir. Ada kekhawatiran tak terduga dan dia tidak bisa memikirkan bagaimana cara membuat situasi terasa lebih baik. Abihirt tidak menawarkan hal terbaik. Tahu bahwa ini bahkan merupakan prospek terburuk dari yang terburuk. “Aku mau pergi. Singkirkan tanganmu,” ucap Moreau tidak tahu harus berapa kali mengingatkan pria itu. Mantan ayah sambungnya tidak terlihat menaruh minat sedikitpun sekadar menyingkir. Sebaliknya, mengurung situasi Moreau supaya berakhir tak berdaya. “Kau bermasalah dengan pendengaran atau bagaimana?” Berulang kali. Usaha Moreau untu