Moreau mengerjap berulang kali sekadar mengenyahkan sesuatu yang terasa berat di kepalanya. Sulur – sulur siraman cahaya seperti ingin segera menarik dia ke permukaan. Tidak ada yang salah. Suara – suara di sekitar bahkan hampir terlalu hening, andai sekelebat bayangan tak muncul secara mendadak, lalu mendesak supaya Moreau segera terbangun.
Rasanya terlalu tiba – tiba ketika dia sudah berada pada posisi duduk diliputi embusan napas yang menggebu dan menemukan seseorang sedang menatap serius ke arahnya tanpa menambahkan komentar apa pun. “Astaga! Apa yang terjadi semalam?” Moreau bergumam tanpa dasar, tetapi cukup yakin jika Abihirt bisa mendengar semua dengan sangat jelas. Dia mengusap wajah kasar, berharap sisa ingatan dari bayangan semalam tidaklah benar. “Kenapa kau menatapku seakan – akan aku melakukan kesalahan?” Ragu – ragu, itu yang dia tanyakan saat Abihirt masih belum meninggalkan perhatian di sana. Tidak dimungkiri bahwa penampilan ayah sambungnya“Lain kali aku tak ingin melihatmu pergi dan mabuk.” Lagi. Suara serak dan dalam Abihirt terdengar sarat peringatan yang tidak Moreau mengerti, mengapa harus ada larangan ketika mereka sama – sama impas. Dia harap bisa bereaksi lebih sabar atau apa pun itu terhadap segala sesuatu yang sedang mereka bicarakan, walau pada akhirnya tidak .... “Mengapa mengaturku, Abi? Belakangan ini kau juga sering mabuk. Apa kau lupa?” tanya Moreau skeptis. Apa yang Abihirt pikiran tentang semalam? Dia yakin ada bagian terselubung antara pria itu dan Robby. Ya, Robby. Dari cara bicara dan kegemaran pria itu terhadap suasana menyanjungkan diri tampaknya bukan sesuatu yang penting. Moreau tidak seharusnya menduga – duga terhadap hubungan Robby dan Abihirt. Suami ibunya jelas seseorang yang sibuk untuk menghadapi situasi ringan tertentu. Barangkali hanya suatu kebetulan bahwa mereka saling mengenal. Robby hanya menghadapi dampak korelasi ketika sebenarnya ... mungkin—Abihirt mengenal
Sial. Mengapa ekspresi pria itu terlihat seperti sedang menyembunyikan sesuatu yang terduga begitu rahasia? Moreau tak ingin membayangkan jika ternyata .... “Meski semalam kau tertidur, aku tetap tidak bisa berhenti.” Suara serak dan dalam Abihirt merenggut pelbagai pemikiran di benaknya hingga menggantung tak terselamatkan. Sebuah jawaban yang terdengar ambigu ... apakah itu suatu petunjuk samar tentang .... Moreau bertanya – tanya tak percaya, tetapi dia tak bisa menahan diri untuk tetap diam. “Apa yang kau lakukan saat tak bisa berhenti?” dan bertanya lagi sarat nada ingin tahu yang besar. “Menyelesaikan semuanya sendiri.” Mendadak, kelegaan seperti ingin menerobos masuk di benaknya. Moreau segera mengembuskan napas dan merasa tidak perlu memperlihatkan tingkat kewaspadaan yang tinggi di hadapan Abihirt. “Dengan tubuhmu.” Sayangnya, ketika pria itu meneruskan. Semua seakan berakhir lewat sesuatu yang mencekat dan Moreau merasa dia akan ters
Secara naluriah Moreau mengembuskan napas kasar. Sebaiknya, dia merasa bebas melakukan apa pun, termasuk menjatuhkan perhatian benar – benar terlalu dekat pada wajah tampan itu. Sial, betapa kebutuhan tentang keinginan mendengar teriakan dari suara serak dan dalam ayah sambungnya semakin menggila. Moreau menyipitkan mata sembari mempelajari segala sesuatu yang menjadi kemungkinan besar di antara mereka. Tiba – tiba pemikiran liar menerobos bebas di balik kilatan tatapannya. Ada satu ledakan besar. Kebetulan saat ini, Abihirt sungguh tidak begitu memperhatikan prospek di sekitar, selain kebutuhan mengulik ponsel sendiri. Moreau tidak tahu apa yang sedang pria itu lakukan. Mungkin hanya sekadar memeriksa email masuk, atau Barbara mengirimkan pesan – pesan hangat yang tidak pernah ingin benaknya ketahui, tetapi itu bagus ... dia bisa melakukan rencana untuk mendengar teriakan Abihirt sekarang. Mula – mula Moreau mulai membiarkan ujung jemari bergerak seperti kebutuhan
Moreau tidak tahu apa yang sebenarnya sedang Abihirt pikirkan selama perjalanan. Pria itu begitu diam. Mereka terlalu diam. Tidak banyak percakapan. Hanya saat – saat tertentu di mana dia merasa hal tersebut memang kebiasaan ayah sambungnya dan akan terdengar lebih adil jika menyiapkan diri untuk selalu terbiasa pada situasi seperti ini. Paling tidak ... mereka telah sampai di tempat tujuan, diikuti mobil yang berhenti di depan gedung menjulang. Moreau menghela napas sesaat ketika menatap ke luar jendela. Dia akan turun. Segera menyiapkan kebutuhan dengan menyentuh tali pengaman, kemudian menunduk. Namun, secuil tindakan darinya mendadak urung saat mendeteksi Abihirt telah menipiskan jarak di antara mereka. Wajah pria itu sekarang begitu dekat. Moreau bisa merasakan bagaimana dia nyaris tak bisa bernapas dengan tenang. Abihirt selalu membuat dia berdebar; tegang; dan sulit menjelaskan sisanya. Semua benar – benar sangat mengejutkan saat dia memutuskan tetap berani berurusa
Froy tidak merasa khawatir melangkahkan kaki menuju kantor Abihirt. Dia sudah membuat janji temu dan sekretaris pamannya telah memantapkan saat – saat seperti ini akan menjadi peluang paling bagus. Ada sesuatu yang ingin Froy bicarakan. Itu sangat murni melibatkan Abihirt. Dia tak akan mempedulikan bagaimana reaksi sang paman, tetapi dapat dipastikan akan terselip sesuatu untuk dibayar mahal. Sudut bibir Froy menyeringai tipis kali ketika dia menekan gagang pintu dan melongokkan wajah ke dalam ruangan. Ini semacam sebuah adegan khusus di mana dia akan mendapati pamannya sedang menunggu dengan tenang di sana. Froy segera melangkahkan kaki masuk. Derap demi derap seperti mengundang pundi – pundi uang masuk ke dalam tabungan. Dia mencoba bersikap tenang, bersikap supaya tidak begitu terbaca di hadapan pria yang menatap tajam ke arahnya. “Apa yang ingin kau bicarakan?” Suara serak dan dalam Abihirt menembak langsung ke dalam percakapan. Nada tidak sabar meliputi
Froy mendengkus setengah enggan. Hampir tidak menaruh kesimpulan jika ternyata Abihirt bisa menebak tujuan lain dari keberadaannya di sini. Paling tidak, ada sedikit keuntungan di mana dia merasa tak perlu mencari cara lain untuk membuka peluang. “Baiklah, Paman. Aku akan melupakan tuduhanku tentang hubunganmu dan Moreau, tapi bisakah kau tarik kembali keputusanmu? Ini sudah begitu lama. Aku masih ingin terlibat dengan proyek di beberapa cabang perusahanmu.” Kali ini Froy berjanji untuk tidak melakukan kesalahan fatal. Sudah cukup menghadapi saat – saat di mana pamannya jauh lebih realistis terhadap situasi di sekitar. Mencoret namanya dari daftar adalah bentuk hukuman paling berpengaruh. Selama ini dia telah melewati situasi dengan begitu buruk. Bahkan tersaruk – saruk. Sekarang mungkin perlu berharap jika keterdiaman Abihirt adalah bagian dari proses berpikir panjang mengenai kebutuhan yang sedang mereka hadapi. Pria itu menegakkan tubuh persis menatap ke arahnya
Abihirt tidak pernah berharap akan melibatkan perasaan ke dalam urusan sebenarnya. Moreau memenangkan itu, meski dia selalu berjuang keras menepikan bagian menyulitkan. Dia tak bisa. Namun, juga menghadapi pelbagai masalah ketika momen menyedihkan dari masa lalu mengambil tempat. Meniduri wanita tua. Sesuatu dalam dirinya tak pernah menikmati saat – saat bersama Barbara. Semua hanya topeng belaka. Demikian pula, perasaan tak terduga kepada purti wanita itu ... tahu bagaimana cara merayu supaya dia mengurungkan niat. Tidak. Keputusan ini sudah dibuat sedetil – detilnya sejak awal. Abihirt mungkin akan merelakan perasaan kepada Moreau demi rasa sakit yang terkubur begitu jauh, agar mendapatkan keadilan dengan tepat. Dia ingin Barbara tahu bahwa kebiasaan merusak rumah tangga seseorang dapat membombardir segalanya. Kebiasaan merenggut kepunyaan orang lain dapat menghancurkan kebahagiaan, termasuk sebuah keluarga yang tadinya baik – baik saja; cinta kepad
“Apa yang membuatmu menjemputku?” Kedua alis Moreau bertaut dalam saat dia telah berencana pulang bersama Juan, kemudian tiba – tiba menemukan Abihirt sedang menunggu di halaman parkir. Dari eksperesi wajah, hingga gestur terselebung lainnya di balik punggung pria itu, meninggalkan pelbagai hal ganjil. Abihirt bahkan tidak memberitahunya apa – apa ketika pria itu paling sering menyerahkan petunjuk dengan pesan singkat. Aneh. Moreau bertanya – tanya tak mengerti. Mengingat permasalahan mereka belakangan ini, Abihirt seharusnya lebih hati – hati mengambil keputusan. Dia tidak ingin tahu jika sekarang akan ada permintaan menuju ruang merah. Muncul pelbagai keraguan untuk menerima, tetapi Moreau belum menemukan alasan yang tepat sekadar menolak. “Masuklah ke dalam mobil.” Kali pertama suara serak dan dalam Abihirt mencuak ke permukaan rasanya membuat atmosfer terasa berbeda. Moreau menoleh ke arah Juan. Dia yakin pria itu juga dapat merasakan keanehan ketika Abihirt
“Nyonya, Tuan sedang tidak di rumah. Dan atas perintah spesifik dari beliau, Anda tidak diizinkan menginjakkan kaki di tempat ini.” Barbara segera menoleh saat Emma mulai bicara. Ada ketakutan di balik suara wanita paruh baya itu. Sesuatu jelas telah dipahami bahwa dia akan melakukan hal di luar kendali. “Siapa kau melarangku?” tanya Barbara sembari menatap wanita di hadapannya penuh penghinaan besar. “Saya hanya menjalankan tugas, Nyonya.” Emma segera menunduk. Betapa Barbara muak menghadapi saat – saat seperti ini. Dia sedang ingin melampiaskan banyak hal. Barangkali bukan gagasan buruk jika melakukan satu hal memuaskan di sini. Dengan sudut bibir berkedut sinis, Barbara kemudian berkata, “Tugasmu hanya membersihkan apa pun yang terlihat kotor. Oh—atau kau merasa sudah melakukan pekerjaan-mu, maka kau bisa menggoyang kaki dengan tenang? Mari kutunjukkan kepadamu apa yang perlu kau lakukan. Sekarang, ambil kunci gudang!” Pernyataan Barbara diakh
Terbangun dengan kondisi sekujur tubuh mengalami pemberatan murni, membuat Barbara meringis setiap kali dia berusaha melakukan gerakan lain; kelopak matanya mengerjap, sedikit diliputi usaha mengingat kali terakhir hal yang dihadapi, tetapi kemudian menyadari bahwa dia tidak berada di mana pun di kediaman Abihirt. Siapa yang membawanya pulang? Benak Barbara bertanya – tanya tak mengerti. Jelas waktu telah berlalu jauh dan dia banyak melewatkan kesempatan untuk memperbaiki hubungan mereka. Tidak apa – apa jika Abihirt ingin melampiaskan segala bentuk kemarahan kepadanya, asal pria itu tidak mengajukan satu hal yang benar – benar tidak Barbara inginkan. Napasnya memburu berat hanya dengan memikirkan hal tersebut. Jari – jari yang terasa gemetar berusaha menyisir helai rambut—terurai berserak di sekitar wajah. Berharap dia bisa segera bersiap. Sial. Sesuatu menghentikan Barbara ketika sorot matanya membidik satu titik di atas nakas. Semacam sebuah berkas yang
Sekarang ... ntah cambukan kali ke berapa. Barbara tidak bisa menghitung. Semua bentuk pemikiran di benaknya hancur berantakan. Krisis ketidakpercayaan terhadap sikap Abihirt sungguh memberi pengaruh besar. Dia merasa benar – benar telah memborong kebodohan, hingga yang tersisa adalah hasrat supaya tidak terjebak pada kondisi seperti ini. “Sakit, Abi,” Barbara mengeluh sarat nada begitu getir. Sebatas harapan agar Abihirt bersedia memberi ampun. Jika pria itu berpikir ini merupakan hukuman setimpal, hal tersebut sama sekali bukan keadilan. Dia berharap Moreau yang ada di sini. Menggantikan posisinya. Namun, apakah hal tersebut terdengar masuk akal? Abihirt terlihat mabuk kepayang kepada gadis itu. Dia tidak yakin. Barangkali telah melewatkan banyak hal. Bertanya – tanya ... mungkinkah? “Daripada menyiksaku di sini, mengapa kau tidak seret saja Moreau dan biarkan dia merasakan yang sama seperti yang kualami hari ini?” Tidak ingin diliputi pelbagai hal menggan
“Kau yakin ini akan berjalan baik – baik saja?” Masih sedikit usaha untuk meyakinkan diri. Barbara akhirnya hanya menghela napas ketika Abihirt mengangguk samar. Pria itu tidak akan mengatakan lebih banyak. Semua pilihan ada di tangannya; apakah dia masih ingin melakukan seks atau membiarkan hubungan mereka kembali regang. “Baiklah.” Barbara memutuskan untuk membuka blazer yang dia kenakan. Satu persatu pakaian telah dilucuti. Bukan masalah besar bertelanjang penuh di hadapan suaminya. Dia kemudian memberi Abihirt tatapan penuh bertanya. Menunggu apa yang akan pria itu lakukan. Tidak ada kata terucap. Sebaliknya, Abihirt merenggut dasi yang mengikat kerah kemeja pria itu. Langkah lebar suaminya tidak pernah luput dari perhatian Barbara. Dia menelan ludah kasar persis ketika Abihirt sudah menjulang tinggi di belakang. Semua menjadi gelap kali pertama Abihirt merekatkan bagian dasi untuk menutup di matanya. “Haruskah dengan pandangan tertutup, Ab
Kali pertama mendengar pernyataan Abihirt, kelopak mata Barbara mengerjap cepat. Hampir tidak menyangka tentang hal yang telah mereka lewatkan. Dia tahu suaminya jauh lebih sering menghabiskan waktu bersama Moreau—dan itu sungguh meninggalkan banyak kecemburuan tidak tertahankan. Cukup puas bahwa dia bisa melewati saat – saat di mana mengendalikan diri dari kebutuhan melampiaskan amarah. Sungguh, sampai mati pun, Barbara tidak akan menyerahkan Abihirt kepada Moreau. Dia tidak akan pernah mengalah. Kemenangan harus selalu berada di tangan. Persetan dengan mengorbankan yang lainnya. “Baiklah. Ke mana kau akan membawaku?” tanya Barbara sembari mengikuti langkah Abihirt menuju mobil. Mereka datang terpisah. Miliknya sendiri sedang terparkir di sisi halaman lain, tetapi mereka bisa mengatur situasi. Bukan masalah besar meminta Gabriel menyelesaikan tugas tertunda. Abihirt tidak mengatakan apa – apa sepanjang perjalanan, tetapi Barbara mengenali setiap detil tempat yang
“Pelacur kecil itu sudah tidak mau denganmu. Apa yang kau harapkan lagi darinya?” Sejak awal, tujuan Barbara adalah menghancurkan kehidupan Moreau dan membuat hubungan gadis itu bersama suaminya retak. Dia mengambil langkah yang tepat setelah meyakinkan Moreau bahwa Abihirt terlibat dalam keputusan ini. Tadi, betapa tatapan itu penuh luka. Moreau telah meninggalkan mereka. Sekarang konflik terhadap hubungan yang seharusnya baik – baik saja terus beterbangan. Paling tidak, Barbara cukup puas, walau segala sesuatu yang dia rencanakan tidak sepenuhnya lancar. Ada hasrat untuk membuat Moreau benar – benar mendapat pelajaran berharga. Dia ingin orang – orang melempari gadis itu dengan apa pun sebagai kemungkinan terburuk—anggap saja suatu penghinaan hebat. Sungguh, kemunculan Abihirt sangat tidak tepat. Mereka sedang dihadapkan badai tensi yang meningkat. Barbara tahu cepat atau lambat Abihirt akan menjadikannya target utama. Sial. Dia sama sekali tidak tahu kal
Barbara bertanggung jawab atas situasi yang sedang mereka hadapi, tetapi yang tidak Moreau mengerti; mengapa? Bukankah Abihirt juga terlibat? Apa lagi yang diinginkan sehingga pria itu bersikap seakan sedang didesak kebutuhan menuntut Barbara. Mungkin ibunya berusaha menjebak suami sendiri karena seharusnya mutahil bagi Abihirt bersedia membuka aib perselingkuhan ini? Yang juga akan mempengaruhi reputasi di masa mendatang. “Aku tahu kau datang untuk menghadiri program ulang tahun mendiang ibumu. Tapi, nanti. Setelah aku menyelesaikan pelacur kecil ini. Bukankah kau sendiri juga sudah setuju?” Sesuatu yang keras seperti berusaha mencecoki tenggorokan Moreau. Dia mengira masih ada sedikit harapan, tetapi reaksi Abihirt yang tampak tidak akan langsung menyangkal, seakan memberinya banyak petunjuk. Pria itu hanya ... melirik ke arah Gabriel, kemudian berkata, “Bubarkan tamu undangan.” Sudah cukup. Moreau merasa muak jika harus mempertahankan kepercayaan dalam dirinya k
“Jika ayahmu masih di sini, Moreau. Kurasa, dia akan mendapat serangan jantung mendadak karena menerima informasi seperti ini, bahwa putri kesayangannya, putri kecil yang selalu dimanjakan olehnya, sanggup menjual diri demi seorang pria beristri. Kurasa, arwahnya pun tidak akan tenang selama menyaksikan apa yang kau lakukan di muka bumi ini.” Sial. Belum ada satu pun hal sanggup Moreau katakan, tetapi kesalahan Barbara sangat tidak bisa dimengerti kali ketika wanita itu melibatkan ayahnya. “Jika ayahku masih ada di sini. Kau tidak akan mungkin menikahi lagi, Mom. Atau kau mungkin ingin bermain api di belakangnya, sama seperti yang kau lakukan di belakang Abi?” “Tutup mulut sialanmu!” Tamparan keras lainnya, membuat wajah Moreau benar – benar berpaling dengan kasar. Saraf – saraf di sekitar pipi terasa kebas. Dia membeku di tempat. Namun, semua yang dia katakan memang benar. Perselingkuhan ini tidak akan terjadi, andai wanita itu juga bisa menjaga diri dari h
Barbara tidak akan berhenti. Itu masalahnya. Betapa wanita itu tampak dilingkupi pelbagai antusiasme meluap – luap, seolah masih begitu banyak hal tidak terungkapkan, sementara Moreau merasa dia tidak akan bisa menerima peristiwa seperti ini lebih lama. Semua akan berakhir jauh lebih kacau, tetapi bagaimana dia bisa menghentikan ibunya terhadap kebutuhan untuk mengungkapkan kebenaran di hadapan banyak orang? Sikap konfrontasi dalam dirinya seketika menjadi tumpul. Tidak ada suara penyangkalan yang bisa digunakan sekadar tidak menjebak kondisi sendiri menjadi lebih rumit. Tidak dimungkiri, Moreau cukup takut menyaksikan begitu banyak tatapan kemarahan nyaris di seluruh penjuru gedung. “Kalian semua mungkin tidak percaya terhadap apa yang kukatakan di sini.” Lagi. Suara Barbara kembali mencuak ke permukaan. Senyum wanita itu tampak begitu puas; seperti telah memastikan kalau – kalau kemenangan sudah berada di tangan. “Aku punya bukti.” Kembali meneruskan. Waj