Share

Mula-Mula

Author: Susi_miu
last update Last Updated: 2024-05-13 12:06:47

“Kau harus bisa lebih akur dengan suami baruku, Moreau. Tapi harus ingat untuk tetap menjaga sikapmu. Jangan mengenakan pakaian seksi selagi Abi ada di rumah.”

Sepagi ini Barbara sudah menyampaikan serentetan kata – kata, yang bahkan sama sekali tidak terlintas di benak Moreau. Dia merasa ganjil memikirkan sejak kapan Barbara akan peduli tentang cara berpakaiannya?

Tidak pernah. Hanya setelah wanita itu kembali menikah. Segala antisipasi dilakukan dan sedikit menambahkan nada menyudutkan seolah Moreau telah memiliki segala kesiapan, atau barangkali Barbara memiliki firasat tertentu? Moreau akan memastikan bahwa apa yang terjadi malam itu. Tidak akan pernah terulang kembali.

“Kau mendengarku, Moreau?”

Pertanyaan Barbara lagi - lagu memenuhi ruangan, mendesak Moreau kembali ke permukaan. Dia mengerjap, lalu melirik ke wajah ibunya tegas.

“Aku bepakaian terbuka hanya ketika tampil di panggung atau ada tournamen penting. Itu pun masih dalam taraf yang sopan dan normal. Selebihnya, seperti yang selalu kau lihat, pakaianku biasa saja,” sergah Moreau sembari menarik bagian depan piyama tidur di tubuhnya. Tindakan yag cukup meyakinkan Barbara sehingga wanita itu mendengkus, kembali menggigit potongan roti panggang terakhir.

Tampaknya Barbara memiliki sesuatu untuk dikerjakan. Kesibukan wanita itu mencolok. Bahkan melebihi kenyataan bahwa satu hari lalu adalah momen pernikahannya.

“Bagus jika kau tahu cara menghormatiku.”

Dugaan Moreau benar dan sekarang dia dengan bingung mengamati ibunya merapikan sisa – sisa penampilan supaya terlihat sempurna. Lipstik merah menyala dipoles perlahan hingga bibir Barbar mengecap – ngecap sebagai tambahan terakhir.

“Sebelum ayah barumu bangun, bisakah kau buatkan teh untuknya?”

Betapa terkejut. “Aku?” Moreau bertanya sambil menunjuk diri sendiri. “Kenapa tidak kau saja?” lanjutnya saat ibunya akan melangkah pergi.

“Aku ada meeting penting di kantor.”

Itu alasan klise.

“Tapi kalian baru menikah. Ada cuti, dan kau malah sibuk dengan masalah kantor?” Moreau turut beranjak bangkit. Bicara dengan sedikit keras setelah tubuh ibunya hampir hilang di balik sekat.

“Kau anak kecil tidak akan tahu apa – apa. Buatlah juga roti panggang yang sedikit gosong. Abi menyukainya.”

Sisa – sisa suara Barbara menggema di sekitar gedung mentereng. Moreau mengembuskan napas kasar. Masih tidak mengerti untuk apa dua orang itu menikah, sementara mereka tidak menikmati masa pernikahan yang indah. Moreau menginginkan Barbara bersama suami baru wanita itu sekadar melakukan perjalanan bulan madu, agar dia bisa—paling tidak, meraup ketenangan dan melupakan kecelakaan yang dialami bersama ....

“Aku dan ibumu menikah karena kerja sama perusahaan, jika itu yang kau pikirkan.”

Abihirt datang, seketika Moreau terkejut hingga menahan napas mendapati ayah sambungnya menjulang tinggi. Moreau menelan ludah kasar menyadari Abihirt separuh bertelanjang, memamerkan otot – otot liat di perut hingga lengan yang kokoh ketika pria itu berjalan.

Tidak tahu kapan Abihirt ada di sana, tetapi Moreau curiga bahwa ayah sambungnya telah mendengar separuh percakapan bersama Barbara. Tangan itu dengan cekatan memanggang dua roti, lalu beralih ke sisi lainnya sekadar menyeduh teh.

Sorot mata Moreau tak pernah meninggalkan setiap langkah yang Abihirt lakukan. Dia mengernyit mendapati sesuatu dengan kesan misterius merekat di kulit perunggu pria itu. Sebuah tato nyaris di dekat punggung leher—bentuknya persis seekor burung sedang mengepakkan sayap. Ketika Abihirt kembali berjalan mendatangi meja makan, Moreau segera mengerjap. Dia tak yakin terhadap apa yang baru saja dilihatnya. Bisa saja itu hanya semacam objektivitas yang ganas. Bukan hal penting untuk dipikirkan.

Membuat roti panggang yang sedikit gosong. Sepertinya Moreau mulai mengerti pernyataan Barbara. Dia masih mengamati segala aktivitas Abihir. Pria itu kembali menekan tombol saat roti yang dipanggangnya mencuak, mengatur pada kematangan dan warna yang diinginkan.

“Kau mau?”

Sebuah tawaran serius. Moreau menggeleng samar. Secara naluriah memilih fokus pada sarapan sendiri. Sebagai seorang penari es, dia harus menyimpan tenaga dengan cukup. Ada latihan bersama pasangannya. Mereka akan mengikuti tournamen beberapa bulan mendatang. Moreau ingin menang dan dia akan berusaha sangat keras.

“Apa bagusnya menikah karena kerja sama perusahaan?”

Tanpa sadar itu yang terucap dari bibir Moreau. Dia segera membeku saat Abihirt menatap tajam ke arahnya. Barbara telah menceritakan beberapa hal tentang pria yang akhirnya tetap melanjutkan sarapan. Satu hal yang tidak Moreau mengerti, jika Abihirt adalah pemilik perusahaan telekomunikasi terbesar di Madrid hingga memiliki banyak bisnis, mengapa pria itu bersedia menikahi ibunya hanya karena kesepakatan kerja? Sesuatu yang terdengar tidak masuk akal.

Cinta?

Terkadang malahan Moreau mendapati sikap Abihirt sangat dingin terhadap ibunya. Tetapi pria itu tidak akan mengatakan apa pun, selain menyelesaikan semua yang tersisa di meja makan. Atau barangkali Moreau salah. Dia baru bertemu Abihirt dan berada di ruang yang sama hanya dalam beberapa jam. Sementara Barbara, wanita itu mungkin telah tahu lebih banyak.

Suara denting pisau dan garpu menarik Moreau kembali ke permukaan. Dia melirik Abihirt—sedikit terpaku pada cara elegan pria itu mengusap mulut dengan kain kering.

“Mengapa tidak kau tanyakan pada ibumu alasan dia menerima lamaranku?”

Pria terhormat menyelesaikan sarapannya untuk kemudian bicara. Moreau mulai gugup ketika Abihirt melibatkan Barbara ke dalam percakapan. Dia tak merasa harus bertanya. Bukan sesuatu yang penting pula sekadar dicari tahu. Pertanyaannya sesaat lalu merupakan bagian dari ketidaksadaran. Moreau tidak selancang itu jika benar – benar dapat mengendalikan diri. Terlebih, dia melihat cinta di mata Barbara. Tidak ada keraguan mengapa wanita itu bersedia kembali menikah.

“Ibuku menyukaimu.”

Ironi. Moreau enggan menatap mata kelabu Abihirt saat mengatakan hal tersebut. Mungkin pria itu sedang menatapnya. Dia tak mau tahu kalau ada suatu hal mengesankan, tapi lebih baik seperti ini. Moreau diam – diam mencuri pandang menyadari Abihirt siap melangkah kaki meningalkan ruang makan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Perjanjian Terlarang   Mabuk

    Banyak pekerjaan perlu dilakukan, tetapi perhatian Moreau berulang kali tertuju pada keberadaan pria itu di sana. Dia sungguh tidak bisa mencegah Abihirt dari keinginan menginjakkan kaki di sini. Mantan suami Barbara telah melihat kesempatan untuk membuat semua menjadi lebih mudah; dengan memesan minum dan melakukan permintaan khusus, maka ... mereka terjebak pada pertemuan—bisa membawa keinginan pria itu pada tujuan speisifk yang sebenarnya.“Moreau, pria di sana ingin kau membawa wiski ini untuknya.”Moreau mengerjap cepat. Sedikit disadari bahwa dia nyaris melamun terlalu lama, karena James telah menyiapkan semua kebutuhan yang hanya perlu dia selesaikan berikutnya. Memang harus mengambil tindakan, setidaknya.“Segelas wine saja, tidakkah itu cukup, Abi?” tanya Moreau persis ketika sudah begitu dekat. Satu – satunya hal yang bisa dia lakukan adalah mengajukan komentar. Abihirt adalah tamu dan sebagai kostumer, pria itu berhak memesan apa pun sekadar menarik perhatiann

  • Perjanjian Terlarang   Pergi

    “Sudahlah. Lupakan. Kau sebaiknya pergi. Sudah sore. Aku tidak ingin kau terlalu lama di sini.” Menjaga jarak adalah pilihan paling tepat. Abihirt tidak boleh melihat betapa pengaruh pria itu terlalu besar. Moreau tidak pernah bisa menebak kapan akhirnya dia tidak akan memiliki kesiapan untuk mendorong suasana di antara mereka lebih jauh. Celah demi celah sudah terbentuk dan dia hampir begitu kewalahan menambal segala bentuk prospek yang menyulitkan. “Bolehkah aku menginap semalam saja di sini? Aku tidur terlalu lama dan hampir tidak menghabiskan waktuku bersama anak – anak, karena kau bersikeras ingin aku pergi.” Seseorang diberi kesempatan untuk mengambil satu langkah, tetapi mendambakan langkah lainnya. Moreau berdecih tanpa sadar. Itu jelas alasan klise Abihirt yang tidak ingin dia toleransi. “Kau bisa bemain dengan mereka di lain waktu. Lagi pula, aku sudah menitipkan pesan kepada Caroline supaya menidurkan mereka lebih awal.” Ada jega be

  • Perjanjian Terlarang   Panggilan Baru

    Secara naluriah tangan Moreau terulur menyentuh wajah Arias. Dia sudah cukup melihat anak - anaknya menderita, terutama Arias yang harus merasakan sensasi tidak biasa dari penyakit bawaan. “Baiklah, Sayang. Kalian boleh memanggil Paman Abi dengan sebutan Daddy, tapi kalian harus ingat kalau itu hanya sebuah panggilan. Tidak lebih. Mengerti?” Semoga saja ini adalah keputusan terbaik yang pernah dia buat seumur hidup. Moreau tersenyum tipis saat Lore menyusul untuk memeluk pangkuannya. “Terima kasih, Mommy.” Mereka bicara secara kompak diliputi wajah menengadah antusias. “Sama – sama, Sayang.” Hanya setelah itu .... Sekarang, anak – anak menargetkan Abihirt untuk menjadi sasaran berikutnya. Pria itu terlihat sedikit tidak siap terhadap terjangan Lore dan Arias, tetapi di waktu bersamaan sanggup menahan posisi mereka dari sesuatu tidak diharapkan. “Daddy!” Itu terdengar kali pertama dan betapa Lore dan Arias masih sama kompaknya. Tidak tahu apa

  • Perjanjian Terlarang   Memohon

    “Mommy lupa aku dan Lore kembar? Apa yang kami pikirkan itu adalah hal yang benar – benar kami inginkan.”Butuh waktu beberapa saat untuk memikirkan kembali maksud terselubung dari kata – kata Arias. Ini tidak biasa.“Apa maksudmu bicara seperti itu?”Bodohnya, Moreau malah mengajukan pertanyaan yang jelas akan membuat situasi terasa runyam.“Kami ingin Daddy, Mommy.”Sudah dia duga. Sesak di rongga dada luar biasa mencekik. Ayah mereka ada di sini, begitu dekat; seperti yang dikatakan di dalam mimpi, tetapi ego melarang supaya membiarkan semua berjalan sebagaimana ini harus.“Memangnya kalian tidak cukup punya Mommy saja?”Moreau mengatur posisi sedikit beranjak bangun, dengan menjadikan satu lengan sebagai tumpuan. Dia ingin menatap wajah Arias lebih leluasa. Tatapan penuh harap dari bocah lelaki itu membicarakan banyak hal. Napas Arias berembus setengah enggan persis orang dewasa yang sedang memikirkan beberapa hal. “Cukup, Mommy. Tapi aku se

  • Perjanjian Terlarang   Daddy

    Apa pun yang Moreau dambakan sebelum benar – benar terlelap adalah pemikiran konyol, karena sebaliknya ... dia mendapati Abihirt—nyaris—masih tidur dengan posisi seperti terakhir kali. Hanya sekarang ... bagian paling mengejutkan adalah mendapati Lore tidur menelungkup di dada pria itu—memeluk ayahnya, sementara sebelah tangan Abihirt mendekap tubuh Lore dan sisanya tersisi cukup dekat di puncak kepala sendiri. Sebuah pemandangan indah, meski di waktu bersamaan Moreau terkesiap. Hampir beranjak bangun, tetapi kemudian ... juga menyadari keberadaan lengan seseorang melingkar sempurna di perut ratanya. Dia segera menoleh; sedikit senyum menemukan Arias sedang terlelap. Apakah anak – anak masuk ke dalam kamar saat dia dan Abihirt sama – sama tertidur? Lalu mereka sepakat untuk melakukan hal seperti ini? Moreau tak bisa membayangkan bagaimana mereka menjadi keluarga bahagia, andai saja peristiwa lima tahun lalu tidak mengacaukan segala bentuk situasi—yang memang, tak pern

  • Perjanjian Terlarang   Cukup Berbahaya

    Moreau masih mempertimbangkan. Permintaan Abihirt memang cukup sederhana, tetapi dia takut ini melampaui batas. “Aku sudah memberimu hati dan kau masih akan meminta jantung, Abi?” tanya Moreau sembari melipat tangan di depan dada. Biarkan pria itu mengerti bahwa kesempatan sudah diberikan sekali, maka seharusnya hanya sekali—tidak perlu ada tambahan lainnya. “Hanya sebentar saja, Moreau. Aku tidak akan melakukan sesuatu yang buruk. Hanya butuh sedikit tidur.” Mungkin sebaiknya membiarkan keputusan yang dia buat tetap mengendalikan situasi? Moreau menghela napas kasar, tetapi pengkhianatan dalam dirinya tahu kapan waktu untuk bekerja. “Baiklah.” Itu yang dikatakan sembari berjalan ke arah ranjang. Seperti permintaan Abihirt tentu. Dia tiduran di atas ranjang—persis di bagian pinggir, sementara pria tersebut telah mengambil posisi telentang di lantai dengan kedua tangan mendekap di depan dada. Tidak ada pembicaraan. Abihirt memang terlihat langsung memeja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status