Hanya perlu satu langkah tersisa, maka seharusnya Moreau dapat menyelesaikan ini lebih cepat. Dia menelan ludah kasar. Sesaat menatap gagang pintu dengan ketakutan besar sebelum akhirnya diliputi tindakan penuh tekad untuk menekan dan mendorong ke dalam. Mungkin dia melakukan hal tersebut begitu terburu, sehingga suara yang mencuak ke permukaan segera memancing seseorang di sana.
Siapa yang akan mengira jika ternyata Abihirt sedang menjulang tinggi di depan kaca tembus pandang, sementara mata kelabu pria itu diserbu oleh pemandangan dari luar. Ada sesuatu yang tidak dapat Moreau jabarkan. Dia merasa—tadi—Abihirt sedang melamun, karena bagaimanapun ... mendeteksi respons pria itu; sedikit bisa diungkapkan dengan ganjil bahwa Abihirt bersikap ganjil saat menyadari keberadaannya. Tidak ada kata – kata. Tidak ada kalimat nyaris terucap. Hening. Namun, pada saat – saat hampir berdekatan, Moreau merasakan betapa jantungnya bergemuruh keras. Seperti tidak ingin berhenti. MasiMoreau menggeleng beberapa saat. Pada akhirnya memutuskan untuk mengangkat wajah. Dia hampir terkejut—tentu, karena bukan ini yang ingin ditemukan; hal kecil dari bentuk kekecewaan di wajah tampan ayah sambungnya, meski betapa pun Abihirt berusaha tidak mengungkapkan dengan ringkas setiap detil reaksi di antara mereka. Kalung yang dititipkan kepadanya sungguh merupakan kenangan terakhir dan Moreau yakin itu sangat – sangat berharga. “Aku minta maaf.” Dia tetap tak bisa menerima begitu saja, jika Abihirt tidak ingin mengadili apa pun saat ini. Ada dampak di mana jantungnya seperti diremuk redam. Menatap pria itu membuat mata pedih dan memanas. Terhadap waktu yang terus merangkak ke depan ... akan segera disertai rembesan air dan Moreau tidak akan bisa menahan diri. Mungkin Abihirt memahami bagaimana kekhawatiran mengendalikan ketakutan di benaknya, sehingga pria itu malah memeluk alih – alih berkata marah. Memeluk setelah membiarkan dia bergetar seolah ini ad
Moreau mengira bahwa keterlibatan Gabriel di perjalanan menuju Taman Nasional Sierre De Guadarrama adalah sesuatu yang menjadikan itu sebagai prospek tidak adil. Namun, ternyata dia salah mencantumkan gagasan demikian, karena keinginan Abihirt lebih sungkar dimengerti ketika memintanya pindah ke mobil Gabriel, sementara pria itu berjalan masuk ke gedung—cukup mentereng di sana. Moreau pernah mendatangi tempat ini; saat di mana Froy menikah dan dia akhirnya meminta izin pulang lebih awal. Sedikit ganjil membayangkan jika Abihirt ternyata mendatangi keponakan pria itu untuk suatu pertanggung jawaban. Sekarang dia mendapati ayah sambungnya sedang memaksa Froy berjalan. Meski terlihat terpaksa, sepertinya Froy tidak akan memiliki pilihan. Tubuh pria itu telah hilang di dalam mobil. Hanya sisa bayangan yang begitu sulur, kemudian dia juga harus menyaksikan tubuh Abihirt beranjak masuk ke kursi kemudi. Mesin mobil menyala dan saat itulah Gabriel mengerti untuk membawa
Moreau terus memperhatikan ayah sambungnya. Pria tampan yang sulit ditebak sekarang setidaknya berusaha tidak tersulut terhadap segala bentuk perlawanan Froy. “Kau tahu ketika melempar sesuatu yang kecil ke dalam danau akan membuatmu sulit menemukan, lalu mengapa kau tetap melakukannya? Kau tetap melempar kalung Moreau tanpa alasan.” Pertanyaan Abihirt cukup sederhana, tetapi lebih daripada membuat Froy hampir gelapan. Mata pria itu bergerak gelisah. Butuh jeda beberapa saat supaya benar – benar menemukan jawaban. “Aku kelepasan, Paman. Aku marah mengingat sikap yang kau berikan kepada Lewi dan sebaliknya kau memberikan kalung itu kepada Moreau!” Demikian seperti protes besar. Suara Froy menggelegar keras. Pria itu beruntung, karena sepertinya Abihirt telah membayar dengan uang untuk membuat orang – orang pergi meninggalkan taman, yang baru Moreau sadari ketika mengedarkan pandangan. Bukan kejutan. Dia seharusnya terbiasa. “Apa yang salah? Bukankah suda
Rasanya tubuh Moreau mendadak kaku mendapati sebuah pemandangan di mana air terlihat mencak – mencak, sementara Abihirt telah lebih dekat ke arah Froy. Pria itu menawarkan bantuan kepada sang keponakan dan muncul sedikit kelegaan bahwa mereka perlahan berenang ke tepian. Dia dan Gabriel secara naluriah berlari ke bibir danau. Bukan Froy yang Moreau pikirkan. Hanya ayah sambungnya. Biarkan Gabriel mengambil tindakan tersisa dengan menyambut pria itu—yang tampak terengah – engah untuk dibaringkan ke rerumputan sambil mengerang. Golakan keram itu menyakitkan. Rasanya itu dapat terbayangkan begitu jelas di benaknya. Moreau meringis, tetapi pula memalingkan wajah dan mendapati Abihirt telah naik ke daratan. Sekarang pria itu menjulang tinggi dalam keadaan kuyup. Menatap sang keponakan setengah kesal, meski tidak mengatakan apa – apa selain membiarkan Froy lebih tenang. Perlahan ... setidaknya telah reda. Masih belum ada percakapan. Namun, Gabriel kembali menawarkan bantuan
“Kau harus hati – hati.” Tidak tahu mengapa, tetapi itulah yang Moreau katakan. Dia menatap lamat di wajah Abihirt. Reaksi singkat kali pertama adalah anggukan samar. Tak ada lagi yang perlu dilakukan ketika dia hanya perlu mengamati tubuh ayah sambungnya sudah tak terlihat. Abihirt menyelam. Moreau tidak menyangka jika dia akan menunggu untuk waktu cukup lama. Itu mengejutkan. Sejak awal tidak ada petunjuk mengenai ayah sambungnya. Cara Abihirt jelas tak seperti Froy yang sering kali muncul ke udara, walau ini justru membuat Moreau merasa sangat takut saat dia meneliti lebih lanjut pada permukaan tenang setelah beberapa genangan yang berjalan. Abihirt benar – benar tidak terduga akan muncul, yang kemudian ... pada saat – saat dia akan melamun—suara percikan air segera menarik perhatiannya beranjak lebih dekat. Moreau menegakkan bahu. Sayang sekali, dia tak akan segera mendapati Abihirt menoleh ke arahnya. Pria itu terduga hanya ingin meraup oksigen dan kembali m
“Terima kasih.” Seharusnya tidak ada apa pun lagi. Sisa hal yang ingin Moreau lakukan hanya kembali mengenakan kalung itu. Dia akan mandiri untuk saat – saat seperti ini. Ironinya, tidak sempat membaca secuil peringatan saat Abihirt dengan sikap tak terduga malah menariknya masuk ke dalam danau. “Abi—ponselku!” Moreau berteriak secara naluriah. Sekarang dia tergenang cukup tinggi. Nyaris seuruh tubuh benar - benar membasah. Dan hal paling pertama yang dilakukan adalah merenggut seluler genggam yang jelas – jelas tersisip di saku belakang celana. Setidaknya masih menyala, tetapi cukup ragu itu akan bertahan setelah hampir keseluruhan komponan teris air. Dia menatap Abihirt tajam. Tidak tahu apakah perlu merasa bersyukur ketika masih memegang kalung di tangan begitu erat. Mungkin, dia akan langsung menyisir ke tepian sekadar memastikan apakah ponselnya baik – baik saja atau tidak. Moreau mengangkat benda pipih tersebut tinggi – tinggi ke udara. Pinggir danau teras
Moreau membiarkan tangannya terendam di air, membiarkan sentuhan di sana, di lengan Abihirt seperti meninggalkan jejak saling membutuhkan. “Ibumu tidak akan pulang hari ini.” Kemudian sebuah bisikan dari suara serak dan dalam itu menambahkan sesuatu yang hampir tidak pernah Moreau pikirkan. Refleks ... dia membuka bibir dan bertanya, “Kenapa memangnya?” “Dia meminta izin untuk berlibur.” Baiklah. Dia mungkin sempat melupakan hal tersebut; mengenai pernyataan Barbara tempo hari lalu saat melakukan makan malam bersama. Namun, bukan berarti ini menjadi bagian dari kebebasan mereka, bukan? Moreau tetap ingin menjaga batasan atau sebenarnya dia masih menunggu kapan rasa kesal di benaknya lenyap tersingkirkan. “Biarpun begitu, aku tetap mau pulang,” ucapnya final. Biarkan Abihirt mengalah. Pria itu harus selalu mengalah, meski secara tak terduga Moreau merasakan dekapan ayah sambungnya mengendur. Hanya sebentar saja, yang menjadikan sentuhan baru ter
Moreau sedikit tegang terhadap pelbagai alasan yang bersarang di benaknya. Sentuhan Abihirt menimbulkan kejut listrik dan bagian paling penting adalah luka atas tindakan Froy mungkin akan terlihat jelas. Itu dapat dibuktikan dari ekspresi wajah Abihirt yang mendadak diam, sementara jemari tangan pria tersebut bergerak lambat. Seperti hanya ingin menyerahkan sapuan ringan, lalu seketika menjadi genggaman mantap—tidak menyakitkan di lehernya, tetapi cukup membuat Moreau takut. Khawatir jika tiba – tiba Abihirt akan mencekiknya ketika pria itu tidak berada dalam kendali yang bagus; karena marah mungkin, sekalipun masih belum ditemukan reaksi spesifik, selain ayah sambungnya masih terpaku diam. Atau sebenarnya tidak .... “Kenapa tidak katakan ini dari awal?” pria itu bertanya diliputi suara yang terdengar menyerupai skeptis—tak percaya. Nyaris membuat Moreau tersentak dan mengerjap cepat supaya tidak menimbulkan kecurigaan lebih besar. “Katakan apa?” Dia meng
“Yakin catatan-mu sudah lengkap?”Moreau segera menoleh ke arah satu titik di sana ketika Juan bicara nyaris menyerupai gugumaman kecil. Perhatian pria itu terpaku serius pada secarik kertas berisi daftar barang belanjaan. Kali ini, dia sedang tidak diliputi minat melakukan perjalanan. Enggan bertemu banyak orang. Sehingga meminta bantuan Juan dan kebetulan pria itu tidak keberatan melakukan apa pun yang diinginkannya.Sesuatu segera menyelinap di benak Moreau saat iris biru terangnya mendapati Juan akan segera melangkah ke luar dapur. Dia langsung menghentikan kegiatan memotong apel.“Jangan lupa, belikan juga susu untuk wanita hamil.”Moreau sedikit terkekeh saat Juan segera menoleh tajam, kemudian berakhir dengan memutar mata malas.“Jadi, apakah masih ada yang tertinggal?” pria itu bertanya lagi. Sesaat, Moreau mengedarkan pandangan ke sekitar dapur. Tidak ada petunjuk yang bisa dia temukan. Sepertinya semua sudah lengkap.“Ya. Sekarang kau bisa perg
“Sudah ada Juan. Kami bisa saling melindungi. Kau tidak perlu khawatir. Sekarang pergilah. Bukankah kau akan sibuk dengan urusan perceraian-mu?”“Pengacara-ku akan mengurus semuanya.”“Tidak, Abi. Kau tidak bisa di sini,” bantah Moreau tegas. Hanya akan berakhir dengan perkara besar, jika pria itu tidak berusaha memahami kondisi di sekitar. Abihirt sudah menyaksikan sendiri bagaimana begitu banyak mata yang bertentangan terhadap hubungan mereka. Hubungan terlarang ... secara terang – terangan dijadikan sebuah tontonan oleh satu orang. Pria itu bisa menilai sendiri bagaimana hasilnya.“Pergilah, Abi. Aku dan Juan akan baik – baik saja di sini.”Lagi. Moreau tak bisa menunggu lebih lama sekadar menyaksikan sikap Abihirt yang tampak begitu enggan. Ego terus melarangnnya mempersilakan pria itu di sini. Tetap terasa jauh lebih adil jika Abihirt memang melangkahkan kaki pergi.“Mengertilah ....”Kali ini, Moreau bisa mendengar sendiri betapa suaranya begitu ge
“Kau lagi!”Suara Juan menggantung di ujung tenggorokan. Pria itu dalam sekejap tersulut amarah. Semua tampak begitu jelas ketika Juan melebarkan langkah ke arah Abihirt diliputi gestur ingin melayangkan pukulan mentah.Bugh!Sebaliknya pria itu mendapat hujaman luar biasa keras dari kepalan tangan Abihirt. Sial. Juan berdarah dalam sekejap.“Astaga, Abi! Apa yang kau lakukan?”Moreau segera bersimpuh. Ingin melihat langsung bagaimana kondisi Juan setelah pria itu terjerembab jatuh ke atas lantai. Dia meringis ketika Juan mengaduh kesakitan. Makhluk yang malang. Moreau menipiskan bibir, merasakan sangat ingin melimpahkan semua kesalahan kepada Abihirt. Dia mendelik pria itu tajam, lalu berkata, “Kau tidak seharusnya memukul Juan sampai seperti ini, Abi!”“Aku tidak bermaksud. Hanya kelepasan.”Abihirt seperti memutar kembali kalimat yang dia katakan mengenai situasi Juan kemarin. Persetan dengan pria itu. Moreau tidak mengatakan apa pun lagi, selain
“Di sini sudah tidak aman, Moreau. Kau bisa tinggal di kediamanku selama yang kau mau.” Suara serak dan dalam pria itu terdengar persis setelah melewati ambang pintu kamar mandi. Sebelah alis Moreau terangkat tinggi sebagai respons pertama, kemudian bertanya, “Tinggal di kediamanmu? Bagaimana dengan ibuku?” “Aku menceraikannya.” “Menceraikannya? Bukankah kalian sepakat menghancurkan karier-ku?” “Aku tidak tahu kalau dia akan menyebarkan bukti perselingkuhan yang diambil dari kamarmu. Tapi satu hal harus kau tahu. Program itu khusus kubuat untuk mendiang ibuku. Aku bahkan belum tiba di sana sekadar mengetahui apakah acara yang kubuat berjalan dengan baik atau tidak. Ibumu melakukan sabotase, supaya aku tidak hadir tepat waktu dan dia bisa menyebarkan kebohongan. Kau tak seharusnya percaya apa yang dikatakan ibumu. Wanita licik itu berusaha merusak hubungan kita.” Hubungan kita .... Moreau menggarisbawahi pernyataan terakhir ayah sambungnya. Tidak a
Tersisa mereka berdua. Moreau menelan ludah kasar menyadari bagaimana Abihirt seperti memperhatikan wajahnya begitu lamat. Tidak ada peringatan, pria itu segera melangkahkan kaki menuju kamar, bahkan menjatuhkan tubuh Moreau sangat hati – hati untuk duduk di pinggir ranjang. Sekarang, Abihirt bersimpuh diliputi kebutuhan menerawang ke penjuru kamar. Moreau mengernyit. Sedikit heran menyadari ayah sambungnya seperti mendapat sesuatu, kemudian pria itu berjalan ke arah nakas—mengambil sebuah benda asing; bukan kepunyaan Moreau, apalagi Juan. “Kamera kecil.” Suara serak dan dalam Abihirt seperti bergumam. Itu jelas membuat Moreau berpikir lamat. Samuel mendesak supaya dia menuntun pria tersebut menuju kamar. Apakah mungkin? “Kurasa, dia ingin mengirimkan bukti rekaman kepada ibumu.” Sepertinya, metode analisis Abihirt bekerja lebih cepat. Moreau mengakui itu terdengar masuk akal. Hanya merasa tak yakin mengapa ibunya melakukan hal demikian. “Boneka
“Kau sangat suka saat Abi menyentuhmu. Mengapa di sini kau malah menolakku, Pelacur Kecil?” Ambisi di balik suara Samuel tak bohong. Moreau bisa mendeteksi bagaimana pria itu seperti memiliki rencana lain ketika gagal melakukan apa pun, mengingat dia masih sangat melakukan penyangkalan penuh. Sorot mata di sana seakan sedang mencari situasi terbaik. Napas menggebu – gebu dan dorongan tak terduga merupakan bagian perhatian Moreau yang tak bisa dia lepaskan terhadap pria itu. Samuel mulai terlihat kalap usai satu tendangan kasar darinya membuat pria tersebut mundur beberapa langkah. “Pelacur kecil sialan!” Tidak ada petunjuk ketika akhirnya Samuel mengambil tindakan untuk meletakkan cengekraman di batang leher Moreau. Pria itu benar – benar melakukan suatu prospek mencekik yang luar biasa mencecoki jalan napas di rongga dada. Moreau berusaha memukuli lengan pria itu. Dia mulai tersedak. Mungkin akan segera kehilangan kesadaran jika Samuel masih dengan k
Barbara tidak bisa terus – terusan berada di sini. Bagaimanapun, dia harus bisa mencari cara melarikan diri. Ada keuntungan memberi tahu Samuel untuk melakukan apa pun yang pria itu mau kepada Moreau. Sekarang, Abihirt mungkin tidak akan memiliki waktu lebih banyak; tidak akan sampai di sana tepat sebelum Samuel menjalankan aksi kejam. Suaminya akan menyaksikan sendiri bagaimana pelacur kecil pria itu tidak selamat. Lihat saja .... *** “Lepaskan tanganmu. Aku tidak mengizinkanmu berbuat hal buruk di sini!” ucap Moreau memberontak hebat. Nyaris tidak memikirkan keberadaan pisau dapur, yang dia tahu bisa menjadi bahaya mengancam. Samuel bisa saja mengambil keputusan lebih menyakitkan ketika keinginan pria itu tidak tercapai. Samuel melakukan seks lebih sering bersama Barbara. Apakah pria itu tidak puas? Moreau mungkin tidak begitu tahu tentang hubungan keduanya. Dia hanya .... Menyadari keberadaan Samuel jelas bukan kebetulan semata. Apakah Barbara dalan
Mendadak, sisa napas di kerongkongan Barbara menyempit. Dia meringis kesakitan, sementara urat – urat tangan Abihirt mencuak sangat mengerikan, seolah pria itu sudah tidak peduli apa pun, selain kebutuhan mencekiknya dengan kuat. “Kau bisa katakan semua yang kau inginkan di neraka.” Tiba – tiba segerombolan udara menyergap nyaris menyerbuk rongga dada Barbara. Dia terbatuk keras, tetapi belum sepenuhnya memahami situasi di sekitar ... tangan kasar Abihirt, yang menjambak di rambutnya segera mengambil andil. Abihirt seperti memiliki rencana lain; tidak peduli bagaimana pria itu menyeret langkah mereka ke ruang lainnya, sementara Barbara harus menahan rasa sakit dan mati – matian menyeimbangkan porsi perjalanan menuju tempat—mungkin lebih mengerikan. Suara Barbara menyerupai cicit ketika dia diseret jatuh terjerembab, hingga berhenti persis di depan dinding dengan sebuah figura besar sedang tergantung di sana. Pelbagai pemikiran di benak Barbara menyiratkan ba
“Aku akan masuk. Kau janji tidak akan lama?” tanya Moreau. Terlalu lama berdiam diri di dalam mobil bukan prospek bagus. Mereka memang tiba sesaat setelah Juan mengajukan pertanyaan. “Aku janji tidak akan lama. Hanya mengambil beberapa pakaian dan keperluanku saja.” Benar. Moreau meminta Juan untuk menginap lagi. Menemaninya sampai merasa lebih baik dan bisa melakukan segala aktifitas sendiri. Mobil yang Barbara katakan sudah siap dari proses perbaikan ... memang sudah di kirim ke rumah ini. Hanya saja, dia sudah terbiasa bersama Juan yang selalu menyetir. “Kalau begitu hati – hati di jalan. Jangan ngebut, kau mengerti?” “Ya, Amiga. Tidak perlu khawatir.” Moreau tersenyum tipis, kemudian memutuskan untuk membuka sabuk pengaman. Dia melambaikan tangan setelah menginjakkan kaki di halaman depan rumah. Menunggu sampai mobil Juan hilang dari tikungan, baru melanjutkan langkah membuka pintu yang tampak sedikit ... aneh. Kening Moreau mengernyit, mengingat betul bahwa pintu rumah