“Siapa yang membelikan handuk ini untukmu, Amiga? Aku tak ingat kau punya kegeraman pada warna pink. Memakai ini rasanya membuatku dihadapkan pada situasi penuh dengan ferminitas tanpa batas.”
Moreau hampir terkesiap oleh suara Juan yang mendadak. Pria itu sama sekali tidak memberi petunjuk kapan telah selesai. Pintu kamar mandi terbuka maupun menutup terlalu samar. Benar – benar ... Juan sangat menyebalkan. Hanya sehelai handuk melilit di tubuhnya dan sekarang dengan tidak tahu aturn, pria itu berdiri dilingkupi cengiran lebar. “Mengapa tidak aku ganti pakaianmu langsung di kamar mandi?” tanya Moreau sedikit sanksi. Dia di sini bukan untuk menyaksikan tubuh Juan yang masih disertai beberapa tetes air di bagian rambut. Pria itu sama sekali tidak seksi. Tidak seperti .... Well, pikiran Moreau mulai tidak terkendali. Dia terbiasa dengan sedikit kenangan bersama Abihirt dan akan cukup sulit menyingkirkan pemikiran tentang ayah sambungnya dalam waktu singkat. Tidak“Apa kau gila?!” Kemarahan tersulut. Sekarang Moreau tak bisa menjanjikan bagaimana dia akan menunjukkan reaksi tenang. Wajah Abihirt terlihat menyeramkan, tetapi sorot kelabu itu seperti menaruh banyak harapan. Ntahlah, keadaan di sekitar mendadak tak bisa diajak bernegoisasi. Sudah telanjur. Dia menunjukkan kepada Abihirt … setidaknya sedikit perhatian. Berharap andai bisa menahan diri dari respons singkat—mungkin, sekarang dia bisa berjalan dengan tenang ke belakang. “Kau memaafkanku?” Suara serak dan dalam Abihrit sarat nada begitu lambat. Napas pria itu terdengar putus – putus. Bahkan ketika terbatuk, darah segera merembes keluar dari mulut pria tersebut. “Apa pun yang kau lakukan tidak bisa membuatku memaafkanmu, tapi kau harus diobati. Bangulah,” ucap Moreau sembari mengerahkan tenaga sekadar menawarkan bantuan. Lima tahun … rasanya seperti kejutan listrik saat menyentuh pria itu lagi, di sini. Dia mendadak tegang ketika Abihirt mengetatkan gengg
Perpisahan. Itu masih sama seperti keinginan lima tahun lalu. Ada keterkejutan—hal tersebut sangat jelas, dan tubuh Abihirt kembali menunjukkan reaksi tegang. “Ini sudah begitu lama. Kenapa kau masih menghindariku?” Tidakkah Abihirt sadar bahwa mereka sudah memiliki hidup masing – masing? Moreau mengepalkan tangan tanpa sadar, kemudian meneruskan, “Tidak akan pernah ada pintu maaf untukmu. Semua memang sudah berlalu. Cukup lupakan dan jangan biarkan aku mendengar sedikitpun berita tentangmu.” Semoga Abihirt mengerti jika sudah tidak ada yang bisa mereka harapkan bersama. Pelan – pelan, Moreau berusaha menyingkirkan sentuhan tubuh pria itu darinya. Tidak pernah menduga bahwa hal tersebut justru menimbulkan erangan kecil—terungkap tanpa sadar, meski dia tidak yakin Abihirt akan mendengar. “Aku tidak pernah bisa membiarkanmu pergi lagi. Lima tahun seperti kematian untukku ….” Bohong besar. Moreau tak akan pernah percaya setiap pernyata
Moreau harus selalu ingat bahwa Abihirt pandai memanipulasi. Saat ini, barangkali pria itu berusaha menjebaknya ke dalam jurang terjal. Ketika dia mulai mengambil langkah keliru, maka semua akan dimulai seperti dulu; seperti saat dia menjadi seorang submisif dan pelbagai situasi gila yang pernah mereka lakukan. “Kau punya mata untuk melihatku sedang bekerja. Masih banyak hal yang perlu kulakukan. Sekarang biarkan aku pergi.” Moreau tak ingin membayangkan betapa banyak rasa takut dan pada akhirnya dia tak berdaya untuk mengajukan banyak protes. Usaha untuk menyingkirkan cengkeraman Abihirt masih menjadi tuntutan krusial. Ada sedikit harapan, setidaknya. Moreau langsung mengusap pergelangan tangan sendiri setelah pria itu menyerah. Dia menatap Abihirt marah, menggebu – gebu, tetapi Abihirt menunjukkan sikap sebaliknya. Sedikit tenang. Namun, juga diliputi iris kelabu yang tampak bergerak gelisah. Ntahlah, semacam ada keinginan dari pria itu untuk terus mengawasinya atau
“Jadi, karena pria kaya sering kali datang menemui-mu di sini. Kau merasa bisa melakukan segalanya dengan uang?” Moreau tahu siapa pria yang Regina maksud. Robby memang datang sesekali, bukan untuk minum atau mendatanginya, tetapi pria itu selalu ingin mengawasi situasi di sekitar. Ada rencana ingin memberi bar ini dan Moreau rasa keputusan Robby sudah tepat. Mungkin karena dia tidak mengatakan apa pun. Moreau harus mendapati Regina berdecih sinis. “Kau memang wanita sialan. Selalu merasa dirimu cantik. Kau pikir aku tidak tahu kalau kau bersikap pura – pura polos selama ini? Supaya orang – orang mau mendekatimu? Supaya kau bisa lakukan apa pun yang kau mau?” “Aku tidak akan membiarkan itu terjadi!” wanita itu kembali melanjutkan, kali ini diliputi tindakan mengangkat tangan. Nyaris memberi Moreau tamparan, dia sudah bersiap menutupi wajah, tetapi seseorang seperti mencegah tindakan Regina di waktu yang tepat. Aroma tubuh itu. Moreau sangat mengenaliny
Pemandangan di hadapannya seperti suatu semburan yang menghentikan saraf di tubuh Moreau supaya berhenti bekerja. Tidak. Ini seharusnya tidak pernah terjadi. Dia berharap pria itu tidak pernah begitu lama di Italia, tetapi sekarang … mereka terperangkap di satu tempat yang sama; bar di mana dia bekerja. Bahkan, musik bergelegar seperti keheningan luar biasa dan menyakitkan.Bagaimana Moreau akan bersembunyi dari sapuan mata kelabu itu? Abihirt memang tampak menyendiri, seakan – akan sedang terjebak pada lamunan antah berantah saat semua orang di sini, sangat menikmati setiap percakapan atau hal – hal singkat yang relevan terhadap keputusan berada di bar. Lima tahun perpisahan, rasanya begitu banyak perubahan. Moreau sendiri nyaris tak bisa menambahkan komentar. Tidak tahu kata mana yang tepat untuk mengabarkan penampilan pria itu sekarang. Bukti pendewasaan benar – benar nyata. Abihirt terlihat begitu matang dengan bentuk tubuh yang masih begitu prima. Wajah itu
“Ada apa denganmu, Caroline? Kau terlihat memikirkan banyak hal setelah kita kembali dari rumah sakit.”Terdapat begitu banyak keraguan di balik wajah Caroline. Moreau memang mencari saat – saat yang tepat untuk mengajukan pertanyaan; menunggu sampai anak – anak tidur siang dengan lelap di kamar. Dia yakin Caroline tidak akan mengatakan sesuatu secara gamblang, tetapi kekhawatiran wanita itu tak bisa bohong; memperlihatkan keganjilang yang membuat Moreau merapatkan jarak di antara mereka untuk mengulik banyak informasi tertinggal—jika dia tak salah menilai.“Sesuatu mengganggu-mu? Kau bisa bercerita kepadaku, Caroline.”Sekarang, Moreau memutuskan untuk memberi sentuhan ringan. Keterkejutan wanita paruh baya itu benar – benar di luar dugaan. Caroline seperti baru saja ditarik ke permukaan, segera mengerjap, lalu menyerahkan senyum tipis sebagai tanggapan pertama. “Aku mungkin hanya kelelahan. Tidak apa – apa. Ini akan segera berlalu.”Betapa pun Caroline berusah